Saat ini, sistem perdagangan dan moneter dunia menggunakan uang fiat. Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya tidak sama dengan nilai intrinsik dari uang tersebut, seperti uang kertas yang digunakan saat ini. Uang fiat berperan besar untuk menimbulkan dominasi dan determinasi negara-negara maju terhadap negara berkembang serta menimbulkan permasalahan ekonomi. Di sisi lain, Islam merekomendasikan sistem moneter dengan basis “gold standard”, sejak zaman Rasulullah hingga era Bretton Woods. Sejak Agustus 1971, negara-negara di dunia resmi meninggalkan standar emas dalam sistem moneternya.
Pada kuartal pertama 2016, SMART Consulting melakukan riset terkait hal ini. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh penerapan mata uang emas (dinar) terhadap stabilitas ekonomi sebuah negara -dalam hal ini menggunakan data makroekonomi Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia pada Bank Indonesia (SEKI-BI). Seluruh data dimulai dari periode kuarter pertama tahun 2006 hingga kuarter keempat 2015. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif Vector Error Correction Model (VECM), penelitian ini menemukan beberapa temuan berikut.
Variabel KURS sebagai proksi dari nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Artinya, fluktuasi nilai tukar pada faktanya memang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Semakin vulnerable nilai tukar rupiah terutama terhadap dolar, semakin tidak stabil pula pertumbuhan ekonomi yang di dapat.
Berbeda dengan KURS, variabel GOLD yang merupakan proksi dari penerapan dinar (emas) sebagai mata uang, ternyata berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Artinya, penerapan dinar sebagai mata uang yang notabene relatif stabil (bahkan naik), akan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara umum. Emas yang relatif stabil dan tidak vulnerable, akan mampu memberi dampak positif terhadap perekonomian.
Dari perspektif harga-harga barang, variabel KURS berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi Indonesia. Artinya, fluktuasi nilai tukar akan berdampak pada meningkatnya tingkat harga secara umum (inflasi). Saat rupiah terdepresiasi, tekanan inflasi di dalam negeri akan meningkat sehingga akan mendorong indeks harga konsumen atas barang-barang pokok menjadi naik. Oleh karenanya, penggunaan rupiah yang sangat fluktuatif karena adanya perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mata uang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi secara umum.
Berkebalikan dengan hasil KURS, variabel GOLD berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi Indonesia. Artinya, penggunaan mata uang emas terbukti tidak menyumbang inflasi tapi justru sebagai penahan atau pengendali inflasi. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu alasan utamanya adalah karena nilai emas justru lebih stabil dan berada di atas angka inflasi itu sendiri. Temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ascarya (2010) dan Rusydiana (2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar