Selasa, 28 Juni 2016
Senin, 27 Juni 2016
Efisiensi versus Indeks Maqashid Syariah
Term 'efisiensi' adalah barang wajib bagi industri keuangan, terutama perbankan. Tidak hanya bank komersial biasa, tapi juga bank syariah. Namun, bank syariah Indonesia belakangan ini mengalami apa yang disebut dengan stagnasi, atau paling tidak perlambatan pertumbuhan.
Jika dibanding dengan negeri jiran, pangsa aset perbankan syariah Indonesia masih berkutat pada angka 5% dari total industri perbankan nasional. Malaysia? Pada 2015 lalu, market share perbankan syariahnya mencapai 27%, atau 5 kali lipat dibanding Indonesia.
Di sisi lain, bank syariah juga dituntut untuk beroperasi sesuai syariah, shariah comply. Tidak sekedar 'ganti nama', atau sekedar copy cut dengan bank konvensional. Bank syariah perlu untuk menerapkan prinsip-prinsip syariah. Bahkan harus 100% sesuai dengan syariah.
Kali ini, SMART mencoba meriset performa bank syariah (baca: BUS) berdasarkan 2 sisi. Pertama dari tingkat efisiensi. Kedua dari perspektif maqashid syariah index yang pertama kali dikenalkan oleh Mostafa Omar Mohammed (2007).
Berdasarkan pendekatan ini bank umum syariah dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kuadran berdasarkan kategori tingkat efisiensi dan kategori kinerja perbankan berdasarkan maqashid shariah index (MSI), yakni high dan low .
Kuadran 1 meliputi bank umum syariah yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dengan indeks Maqasid Syariah yang tinggi pula, sehingga dapat dianggap sebagai bank syariah terbaik dibanding kelompok kuadran lain.
Kuadran 2 mencakup bank umum syariah yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, tapi di sisi lain mempunyai indeks Maqasid Syariah yang rendah. Kumpulan bank umum syariah pada kelompok ini dapat dianggap sebagai bank syariah yang mampu mengelola sumber dayanya sehingga mempunyai tingkat efisiensi yang cukup tinggi namun memiliki tingkat kesyariahan yang kurang baik. Artinya, tingginya nilai efisiensi bank syariah pada kuadran ini tidak diikuti dengan indeks Maqasid yang tinggi.
Kuadran 3 meliputi kelompok bank umum syariah yang memiliki tingkat efisiensi yang rendah, namun di sisi lain mempunyai indeks Maqasid Syariah yang baik. Kumpulan bank umum syariah pada kuadran 3 ini dapat dianggap sebagai bank syariah yang kurang memperhatikan efisiensinya namun lebih memfokuskan kepada tingkat kesyariahan.
Last but not least, kuadran 4 merupakan kelompok bank umum syariah dengan tingkat efisiensi yang rendah dengan indeks Maqasid Syariah yang rendah pula. Kumpulan bank umum syariah pada kelompok ini dapat dianggap sebagai bank syariah yang kurang mampu mengelola sumber daya yang dimiliki sehingga efisiensinya sangat rendah serta memiliki tingkat kesyariahan yang kurang baik.
Berikut adalah pembagian kelompok bank umum syariah (BUS) berdasarkan perhitungan tingkat efisiensi (CRS) yang dicapai dan kinerjanya dari sudut pandang maqoshid shariah, dengan dua kategori yakni angka efisiensi pada sumbu y dan nilai maqashid shariah index (MSI) selama periode penelitian pada sumbu x.
Berdasarkan hasil yang tampak pada gambar, terlihat bahwa pada periode penelitian 2011-2015, terdapat 2 bank umum syariah yang berada pada kuadran 1, ada 3 bank syariah yang berada pada kuadran 2, terdapat 2 bank syariah yang masuk ke dalam kuadran 3 dan ada 4 bank umum syariah yang masuk kategori kuadran 4.
Insight yang didapat, secara umum mayoritas bank syariah memiliki indeks syariah yang relatif rendah (7 dari 11 bank). Demikian juga tingkat efisiensi (6 dari 11 bank). Terkait hasil efisiensi, hal ini sesuai dengan BOPO bank syariah yang mayoritas tinggi belakangan ini. Meski demikian, beberapa bank menunjukkan performa yang cukup baik.
Dengan hasil ini, industri bank syariah perlu terpacu. Stakeholder ekonomi dan keuangan syariah perlu membuktikan bahwa Indonesia bukan hanya 'nama besar'. Indonesia bukan hanya berbicara potensi dan potensi. Nampaknya, perlu effort yang keras untuk membangunkan 'macan yang terlalu lama tidur'.
Minggu, 26 Juni 2016
Ada Apa Dengan Bank Syariah 2 Tahun Terakhir?
Jika beberapa waktu lalu para peminat film ramai dengan tayangan AADC2 yang dibintangi Rangga dan Cinta, maka judul dalam analisis ini adalah AADB2. Ada Apa Dengan Bank syariah 2 tahun terakhir ini? Hehe.. Agak 'maksa' tapi mari kita simak bersama.
Ada 5 rasio keuangan penting yang biasa digunakan oleh para bankir atau analis keuangan dalam melihat dan mengukur tingkat kesehatan dan performa bank. Kelima rasio tersebut adalah: CAR (Capital Adequacy Ratio), ROA (Return on Asset), FDR (Financing to Deposit Ratio), NPF (Non Performing Financing), dan BOPO (Biaya Operasional per Pendapatan Operasional).
Dalam dashboard terlihat, data rasio keuangan rata-rata bank syariah Indonesia sejak 2005 hingga 2015. Kelima rasio ini adalah rata-rata dari total bank umum syariah dan unit usaha syariah yang ada. Data didapat dari Statistik Perbankan Syariah (SPS) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selama rentang 11 tahun terakhir, data berfluktuasi. Tapi mari kita cermati data 2 tahun terakhir. Kondisi CAR relatif stabil. Namun ROA sebagai cerminan profitabilitas, pada 2014 mengalami titik terendah selama 11 tahun terakhir, yakni 0.80%. ROA mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat pendapatan, aset dan modal saham tertentu.
Demikian juga yang terjadi dengan FDR (Financing to Deposit Ratio). FDR adalah rasio pembiayaan terhadap pendanaan. Semakin tinggi FDR menunjukkan fungsi intermediasi bank syariah berjalan. Jika pada 2012-2013 angkanya mencapai 100%, maka pada 2014 dan 2015 FDR bank syariah turun menjadi 91.50% dan 96.46%.
Pada sisi lain yaitu rasio kredit macet (NPF), performa bank syariah 2 tahun terakhir juga cukup mengkhawatirkan. Jika sejak 2010 nilainya berada pada kisaran 3% bahkan hanya 2%, maka pada tahun 2014 dan 2015 angkanya meningkat menjadi 4.33% dan 3.94%. Masih lebih tinggi dibanding bank konvensional.
Last but not least adalah BOPO yang biasa dilihat dari perspektif efisiensi. Semakin kecil BOPO, semakin baik performa bank dalam kerangka optimalisasi income. Kondisi 2 tahun terakhir menggambarkan kenaikan tingkat BOPO: 79.27% pada tahun 2014 dan 90.21% pada 2015.
Lantas, mengapa hal ini terjadi? Banyak yang menganalisis bahwa mulai 2014 perekonomian relatif melambat. Demikian juga iklim bisnis yang semakin tidak kondusif. Kondisi politik dalam negeri juga relatif kurang stabil pasca pemilihan presiden tahun 2014 lalu.
Namun, di luar faktor eksternal tersebut, semestinya para stakeholder industri perbankan syariah perlu introspeksi. Jangan bak pepatah, buruk muka cermin dibelah. Dulu analisanya industri keuangan syariah tahan krisis. Faktanya tidak seindah teori.
Maka, yang paling baik adalah introspeksi ke dalam. Mari perbaiki bersama SDM, baik kualitas maupun kuantitas. Sistem teknologi dan informasi perlu 'diimprove'. Keterbatasan modal dan sumber dana perlu dicarikan jalan keluar. Produk-produk yang inovatif dan 'genuine' perlu dicari. Dan beragam pekerjaan rumah lainnya.
Sabtu, 25 Juni 2016
Jumat, 24 Juni 2016
5 Kelompok Data Analysis
Hari ini, dalam dunia kompetisi bisnis yang semakin hebat, peran data menjadi kian penting. Semakin banyak data dan informasi yang dimiliki sebuah perusahaan akan pasar, semakin besar kemungkinan ia menang dalam persaingan. Tak terkecuali industri keuangan dan bisnis syariah.
Namun itu saja tidak cukup. Data yang terkumpul, hanya akan menjadi sampah belaka apabila tidak dianalisis dan diolah dengan baik sebagaimana mestinya menjadi informasi yang lebih berarti. Data dan informasi tersebut bukan hanya berkaitan dengan kondisi di eksternal perusahaan namun juga data-data internal milik perusahaan sendiri.
Agak sedikit berbeda dari biasa, SMART kali ini mencoba memetakan beberapa tools/software yang dapat digunakan sebagai senjata "perang" dalam menghadapi persaingan bisnis modern. Secara umum, ada 5 tipe tools, yaitu: alat untuk prediksi masa depan [Predictive Avlaytics], Decision Making, Business Intelligence, Text Analytics dan Big Data. Berikut di bawah ini adalah beberapa tools yang masuk dalam 5 kategori tersebut.
PREDICTIVE ANALYTICS TOOLS
Google Prediction, BigML, Blue Yonder, Swift, Datagami, Intuitics, Anomaly Detective, Zementis, Predixion, Ersatz, Yottamine, Lattice, InsideView, Futurelytics, Fliptop, Lumiata, Indico, INRIX, PredicSis. Others: R, Orange, RapidMiner, Weka, GraphLab Create, Octave, H2O, Tanagra, PredictionIO, KNIME, LIBLINEAR, NumPy, SciPy, Anaconda.
DECISION MAKING TOOLS
Syncopation, SuperDecision, Capterra, Expert Choice, Criterium Decision Plus, ANP Solver, 1000minds, Transparent Choice, Mind Decider, Decision Tree, D-Sight, dDSS ISM, Visa Decision, Loomio, Idiom, Decision Lens, Decision Oven, Palisade, Web-HIPRE.
BUSINESS INTELLIGENCE TOOLS
Sisense, Yellowfin, Tableau, Logi Analytics, Birst, Information Builder, GoodData, BellaDati, TIBCO, OpenText, IBM, JReport, Exago, Izenda, Oracle, Dundas BI, BIME, Panorama, Zoho Reporting, Targit. Others: Pentaho, SpagoBI, ART, Widestage, Openi, Watson Analytics, SAP, Power BI, MicroStrategy, QlikView, InetSoft, icCube, Arcadia, Jaspersoft, TACTIC.
TEXT ANALYTICS TOOLS
SAS Text Analytics, Lexalytics, Smartlogic, Provalis Research, Pingar, Attensity, Clarabridge, Collective Intellect, Expert System, DiscoverText, NetOwl, Basis Technology, Oracle Endeca, MeaningCloud, StatSoft, Temis, Ascribe, Text2data, LinguaSys, Taste Analytics, Megaputer, Saplo, HP Autonomy, Averbis, Buzzlogix, SIFT, Twinword, Kanjoya, Luminoso, Semantria, General Sentiment. Others: QDA Miner, KH Coder, TAMS Analyzer, Carrot2, CAT, GATE, tm, Gensim, OpenNLP, LPU, LingPipe, S-EM, VisualText, Twinword, Datumbox, Aika, Coh-Metrix.
BIG DATA TOOLS
IBM Bigdata Analytics, HP Bigdata, SAP, Microsoft Bigdata, Oracle Bigdata Analytics, Teradata Bigdata Analytics, SAS Bigdata, Dell Bigdata Analytics, Palantir Bigdata, Pivotal Bigdata, Google BigQuery, Pentaho, Cloudera Enterprise Bigdata, FICO Bigdata Analytics, Cisco Bigdata, Splunk Bigdata Analytics, Intel Bigdata, Mu Sigma Bigdata, Informatica, MarkLogic, Syncsort, SGI, MongoDB, 1010data Advance Analytics, MapR, Tableu Software Bigdata, QlikView, DataStax Bigdata, Gooddata, Datameer, CSC, Platform, Flytxt, Amdocs, Platfora, GE Bigdata.
So, ilmu Allah itu begitu luas bukan? Padahal kita baru bicara satu tema saja: Data Analysis.
Kamis, 23 Juni 2016
Total Potential Improvement dan Realisasi Zakat 0,017%
Sebagai institusi sosial publik, Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) atau banyak dikenal dengan lembaga zakat perlu untuk mengukur tingkat ‘kesehatannya’. Misal, belakangan dikenalkan konsep ZCP atau Zakah Core Principle. Ada juga konsep ZEIN (Zakat Effectiveness Index) untuk mengukur efektivitas lembaga filantropi Islam ini. Kali ini, studi yang dilakukan SMART akan mencoba mengukur OPZ sebagai Decision Making Unit (DMU) dari sisi tingkat efisiensinya. Penelitian ini terutama akan melihat kemungkinan potensi-potensi pengembangan dari OPZ yang tidak efisien.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonparametric Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan produksi. DEA adalah metode pengukuran efisiensi berbasis input output (Coelli (1998). Cooper et al (1999) dan Farrell (1957)). Variabel output dari DMU terdiri dari Total Penghimpunan Dana Zakat (Y1) dan Total Penyaluran Dana (Y2), sementara variabel input terdiri dari Biaya Operasional (X1), dan Biaya Sosialisasi (X2). Skor DEA akan diperoleh dari variabel-variabel ini, yang merupakan hasil pembagian antara faktor output dengan input (Charnes, Cooper dan Rhodes, 1978).
Penelitian ini menggunakan data sekunder selama periode 2007-2014 yang sudah dipublikasikan sebagai data pokok, seperti laporan keuangan, neraca, dan laporan arus kas. Data pokok tersebut dapat diperoleh dari publikasi yang diterbitkan oleh masing-masing OPZ. Data hanya sampai 2014 karena seluruh OPZ belum memuat data tahun 2015.
Total Potential Improvement digunakan untuk mengetahui faktor inefisiensi OPZ dalam pengamatan ini. Gambar di bawah menunjukkan informasi total potential improvement yang dapat memberikan gambaran umum terkait inefisiensi OPZ secara industri, bukan per lembaga zakat.
Grafik total potential improvement menyebutkan bahwa secara industry, agar efisien maka hendaknya OPZ yang tidak efisien mengurangi beban sosialisasi hingga 11.81%, dan biaya operasional hingga 8.79%. Sedangkan untuk dana penerimaan perlu ditingkatkan dari dana yang ada sebesar 31.53% dan dana penyaluran sebesar 47.87%, agar tercapai tingkat efisiensi yang optimal.
Hal yang menarik sebagai insight penelitian ini adalah bahwa memang dana himpunan zakat masih sangat sedikit jika dibanding dengan potensinya. Data terbaru menurut Direktorat Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI, potensi zakat di seluruh Indonesia mencapai Rp 217 triliun dalam satu tahun. Namun realisasinya hanya Rp 3,7 triliun atau hanya 0,017% saja. Miris memang.
Rekomendasi penting dalam penelitian ini, Organisasi Pengelola Zakat baik milik pemerintah maupun swasta ‘wajib’ untuk update mempublikasi laporan keuangan tahunannya guna meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana. Selain itu, data laporan keuangan ini bermanfaat bagi para peneliti/akademisi untuk dapat dijadikan sebagai sumber data riset. Dengan tujuan akhir peningkatan dan pengembangan zakat dan OPZ di Indonesia.
Di luar itu, Organisasi Pengelola Zakat baik milik pemerintah maupun swasta perlu melakukan penghitungan tingkat efisiensi secara rutin dan berkala agar ia mengetahui tingkat efisiensinya, potential improvement dan kelebihan-kekurangannya secara umum, dalam kerangka analisis efisiensi.
Rabu, 22 Juni 2016
Studi Literatur tentang Zakat
Penelitian
tentang zakat memiliki peran penting untuk umat Islam dalam menyadarkan muslim akan kewajiban menunaikan zakat sebagai salah satu
rukun Islam. Selain itu, ia dapat meningkatkan
kesadaran dari optimalisasi dana zakat dalam mengentaskan kemiskinan dan
menyejahterakan masyarakat. SMART melakukan
sebuah “literature study on zakat”.
Kajian
dalam penelitian yang dilakukan memfokuskan pada eksplorasi terhadap 100 penelitian up to date terkait zakat yang telah
terpublikasi pada jurnal ilmiah. Ada beberapa isu yang hendak diketahui
jawabannya. Umpamanya, berapa persentase riset terkait zakat selama 5 tahun
terakhir. Bagaimana jenis/tipe penelitian zakat dan komposisinya. Bagaimana
pendekatan penelitian tentang zakat dikaitkan dengan penggunaan metode
penelitian baik kuantitatif, kualitatif maupun mixed.
Penelitian ini menggunakan analisis
statistika deskriptif berdasarkan 100 publikasi jurnal terkait zakat, baik
nasional maupun internasional. Seluruh sampel publikasi jurnal telah
terpublikasi 5 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga 2015. Studi hanya
memfokuskan secara spesifik terhadap tulisan jurnal bertema zakat.
Selanjutnya,
setelah dilakukan review dan
analisis, penelitian terkait zakat ini dibagi ke dalam 5 (lima) kategori utama
yaitu: 1).Manajemen zakat, 2).Distribusi dana zakat, 3).Zakat dan kemiskinan, 4).Institusional
zakat serta 5).Pengumpulan (koleksi) dana zakat. Termasuk ke dalam term
institusional adalah kelembagaan, payung hukum dan regulasi tentang zakat.
Pengklasifikasian ini dibuat berdasarkan penelaahan isi, abstraksi dan
keseluruhan penelitian secara umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan
terjadinya irisan-irisan kategori dan klasifikasi.
Dari
publikasi jurnal 2011- 2015 terpilih dalam pengamatan, subjek pembahasan
terkait jurnal zakat terbanyak yaitu mengenai institusi zakat sejumlah 26
jurnal dari 100 sampel jurnal, kemudian diikuti oleh subjek pembahasan mengenai
distribusi zakat sejumlah 22 jurnal, manajemen zakat sejumlah 21 jurnal, pengentasan
kemiskinan sejumlah 20 jurnal dan terakhir terkait pengumpulan zakat sejumlah
11 jurnal.
Pembahasan
penelitian zakat masih didominasi oleh pembahasan institusi zakat dari tahun
2011 hingga 2015. Sebab, mayoritas penulis, rata-rata mengangkat isu terkait
kelembagaan zakat yang berlandaskan payung hukum yang kuat, sehingga dengan hal
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kepercayaan
masyarakat untuk membayar zakat yang kemudian akan dikelola serta disalurkan
kepada pihak- pihak yang berhak menerima-nya (ashnaf). Selain itu, perbandingan
metode penelitian kuantitatif masih lebih sedikit dibandingkan dengan
pendekatan kualitatif. Hal ini menjadi potensi untuk meningkatkan penelitian
tentang zakat dengan menggunakan metode kuantitatif.
Selasa, 21 Juni 2016
Sistem Moneter Berbasis Emas dan Stabilitas Ekonomi
Saat ini, sistem perdagangan dan moneter dunia menggunakan uang fiat. Uang fiat adalah uang yang nilai nominalnya tidak sama dengan nilai intrinsik dari uang tersebut, seperti uang kertas yang digunakan saat ini. Uang fiat berperan besar untuk menimbulkan dominasi dan determinasi negara-negara maju terhadap negara berkembang serta menimbulkan permasalahan ekonomi. Di sisi lain, Islam merekomendasikan sistem moneter dengan basis “gold standard”, sejak zaman Rasulullah hingga era Bretton Woods. Sejak Agustus 1971, negara-negara di dunia resmi meninggalkan standar emas dalam sistem moneternya.
Pada kuartal pertama 2016, SMART Consulting melakukan riset terkait hal ini. Penelitian ini mencoba melihat pengaruh penerapan mata uang emas (dinar) terhadap stabilitas ekonomi sebuah negara -dalam hal ini menggunakan data makroekonomi Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia pada Bank Indonesia (SEKI-BI). Seluruh data dimulai dari periode kuarter pertama tahun 2006 hingga kuarter keempat 2015. Dengan menggunakan pendekatan kuantitatif Vector Error Correction Model (VECM), penelitian ini menemukan beberapa temuan berikut.
Variabel KURS sebagai proksi dari nilai tukar rupiah berpengaruh negatif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Artinya, fluktuasi nilai tukar pada faktanya memang berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi secara umum. Semakin vulnerable nilai tukar rupiah terutama terhadap dolar, semakin tidak stabil pula pertumbuhan ekonomi yang di dapat.
Berbeda dengan KURS, variabel GOLD yang merupakan proksi dari penerapan dinar (emas) sebagai mata uang, ternyata berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia. Artinya, penerapan dinar sebagai mata uang yang notabene relatif stabil (bahkan naik), akan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi secara umum. Emas yang relatif stabil dan tidak vulnerable, akan mampu memberi dampak positif terhadap perekonomian.
Dari perspektif harga-harga barang, variabel KURS berpengaruh positif terhadap tingkat inflasi Indonesia. Artinya, fluktuasi nilai tukar akan berdampak pada meningkatnya tingkat harga secara umum (inflasi). Saat rupiah terdepresiasi, tekanan inflasi di dalam negeri akan meningkat sehingga akan mendorong indeks harga konsumen atas barang-barang pokok menjadi naik. Oleh karenanya, penggunaan rupiah yang sangat fluktuatif karena adanya perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mata uang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi secara umum.
Berkebalikan dengan hasil KURS, variabel GOLD berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi Indonesia. Artinya, penggunaan mata uang emas terbukti tidak menyumbang inflasi tapi justru sebagai penahan atau pengendali inflasi. Mengapa hal ini terjadi? Salah satu alasan utamanya adalah karena nilai emas justru lebih stabil dan berada di atas angka inflasi itu sendiri. Temuan ini juga sesuai dengan hasil penelitian Ascarya (2010) dan Rusydiana (2009).
Senin, 20 Juni 2016
Minggu, 19 Juni 2016
Model Pinjaman Berbasis Kelompok: Analisis Model ISM
Beberapa waktu lalu, SMART telah melakukan riset tentang studi dampak dan strategi pengembangan model pinjaman berbasis kelompok atau lebih dikenal dengan istilah Group Lending Model. Bedanya, penelitian lebih fokus terhadap GLM dengan konsep Islam.
Penelitian ini ingin melihat bagaimana dampak model pinjaman berbasis kelompok terhadap struktur sosial anggotanya. Penelitian ini juga kemudian akan mengkonfirmasi faktor-faktor yang paling dominan dalam satu kelompok variabel dengan pendekatan model persamaan struktural. Selanjutnya, penelitian ini mencoba memberikan solusi berupa analisis strategi awal pengembangan Islamic GLM agar lebih efektif dan efisien dengan pendekatan Interpretative Structural Model (ISM).
Level paling bawah yakni perlunya kesetaraan akses dana untuk segala jenis institusi keuangan (Fair Access of Fund) menjadi hal terpenting sebagai pijakan tujuan program GLM ini. Selanjutnya adalah elemen peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pionir pelayanan model pinjaman berbasis kelompok menjadi hal penting selanjutnya, diikuti perlunya keuangan inklusif pada sistem keuangan.
Khusus pada level 4 di atasnya, terdapat 3 elemen yang relatif sama penting dalam rangka pengembangan GLM yakni: perlunya institusi berupa APEX, sistem rating untuk evaluasi dan penilaian serta pendampingan teknis untuk sustanabilitas model pinjaman berbasis kelompok.
Elemen selanjutnya dengan dimensi kepentingan yang tidak kalah penting adalah dukungan dan komitmen pemerintah, Fair competition act dan stabilitas perekonomian. Meskipun demikian, elemen-elemen tersebut tetap perlu menjadi strategi yang perlu dilakukan agar hasilnya menjadi lebih integral dan komprehensif.
Sabtu, 18 Juni 2016
Berapa Aset Bank Syariah pada Akhir 2016?
Forecasting
adalah ilmu memprediksi kondisi atau peristiwa
yang akan terjadi dengan menggunakan data historis dan memproyeksikannya ke
masa depan dengan beberapa bentuk model matematis. Peramalan
menggunakan teknik-teknik peramalan yang bersifat formal maupun informal
(Gaspersz, 1998). Kegiatan peramalan merupakan bagian integral dari
pengambilan keputusan. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang
belum pasti (intuitif).
Dua
hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses peramalan yang akurat dan
bermanfaat (Makridakis, 1999): data
yang relevan serta pemilihan teknik peramalan
yang tepat. Untuk melakukan peramalan
diperlukan metode tertentu dan metode mana yang digunakan tergantung dari data
dan informasi yang akan diramal serta tujuan yang hendak dicapai.
Dalam
prakteknya, terdapat berbagai metode
peramalan kuantitatif. Pertama yaitu Moving Averages (rata-rata bergerak) baik ‘simple’
maupun ‘weighted’. Kedua penghalusan eksponensial
(exponential smoothing) yakni metode peramalan
dengan menambahkan parameter alpha dalam modelnya untuk mengurangi faktor
kerandoman.
Tiga, proyeksi trend (trend projection). Metode
proyeksi trend dengan regresi, merupakan metode yang digunakan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Metode ini merupakan garis trend untuk persamaan matematis. Selain yang
disebutkan di atas, terdapat metode forecasting lain seperti: dekomposisi, ARIMA,
dll.
Kali ini, SMART Consulting
mencoba melakukan prediksi total aset yang akan dicapai industri perbankan
syariah di Indonesia pada akhir tahun 2016. Alat bantu yang digunakan adalah
software QMv3 (Quantitative Method) dengan data time series tahunan mulai 2005
hingga 2015.
Hasilnya menunjukkan bahwa dengan
metode dekomposisi (Multiplicative Decomposition), aset bank syariah Indonesia
diperkirakan mencapai Rp 313,84 triliun di akhir 2016. Sedikit berbeda dengan
hasil tersebut, dengan metode analisis tren, aset bank syariah Indonesia
diperkirakan mencapai Rp 314,26 triliun.
Adapun jika menggunakan
pendekatan exponential smoothing dengan tren (alpha 0.2 dan beta 0.5), pada
akhir 2016 aset bank syariah Indonesia diperkirakan mencapai Rp 317,93 triliun.
Aset bank syariah akan mencapai Rp 325,82 jika alpha dan beta yang digunakan
0.2 dan 0.6.
Maka, jika tidak ada hal luar
biasa yang terjadi -yang sifatnya unorganik- dan asumsi ‘ceteris paribus’, aset
bank syariah di Indonesia pada akhir tahun 2016 akan berada pada kisaran Rp 313
hingga Rp 325 triliun ‘saja’. Range nilai ini juga menunjukkan skema
optimis-pesimis. Apakah prediksi ini tepat? Kita tunggu saja akhir tahun nanti.
Jumat, 17 Juni 2016
Sensitivitas Faktor Pemilihan Bank Syariah
Analisa sensitivitas dapat
dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi perubahan yang cukup besar,
misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dari kriteria karena adanya
perubahan preferensi sehingga muncul usulan
pertanyaan bagaimana urutan prioritas alternatif yang baru dan tindakan apa
yang perlu dilakukan. Dalam suatu hirarki tiga level, level dua dan hirarki
tersebut dapat disebut sebagai variabel eksogen sedangkan level tiganya adalah
variabel endogen. Analisa sensitivitas dan hirarki tersebut adalah melihat
pengaruh dan perubahan pada variabel eksogen terhadap kondisi variabel endogen.
Hasil yang didapatkan dan terlihat pada gambar, terdapat 3 kriteria yang
cukup sensitif dalam pemilihan bank syariah di Indonesia: faktor syariah,
faktor aksesibilitas jaringan kantor dan faktor kecanggihan teknologi.
Sementara itu 2 faktor lain tidak begitu sensitif merespon perubahan preferensi
kriteria.
Misalnya, hasil
analisis sensitivitas terhadap faktor syariah dengan melakukan peningkatan
bobot nilai faktor syariah sehingga ia menjadi prioritas utama. Untuk setiap
peningkatan sebesar 10% faktor syariah, terdapat peningkatan sekitar 1-2% bobot
Bank Muamalat Indonesia (BMI) dan sebaliknya terdapat penurun sekitar 1-2%
bobot BSM. Pada titik tertentu, prioritas alternatif bank menjadi berubah. BMI
menjadi bank syariah yang paling dipilih dibanding BSM. Sementara itu posisi
tiga hingga lima sama: BNI Syariah, BRI Syariah dan Mega Syariah.
Untuk sensitivitas
faktor aksesibilitas, setiap peningkatan sebesar 10% faktor “access”, terdapat rata-rata
peningkatan sekitar 1% bobot BNI Syariah dan sebaliknya terdapat penurun
sekitar 1% bobot BMI. Pada titik tertentu, prioritas alternatif bank menjadi
berubah. BNI Syariah menempati posisi kedua bank syariah yang paling dipilih
menggeser posisi BMI. Sementara itu posisi pertama, BSM dan posisi empat dan
lima yakni BRI Syariah dan Mega Syariah, sama.
Faktor ketiga yang
dianggap sensitif adalah “technological advance”. Mirip dengan faktor
aksesibilitas, setiap peningkatan sebesar 10% faktor kecanggihan teknologi, akan
meningkatkan 1% bobot BNI Syariah dan sebaliknya menurunkan sekitar 1% bobot BMI.
Pada titik tertentu, prioritas alternatif bank menjadi berubah. BNI Syariah
menempati posisi kedua bank syariah yang paling dipilih konsumen menggeser posisi
BMI. Sementara itu posisi pertama, posisi empat dan lima sama yakni: BSM, BRI
Syariah dan Mega Syariah.
Apabila dikaitkan dengan periode
waktu maka dapat dikatakan bahwa analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari
sebuah hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan
untuk suatu jangka waktu tertentu dan adanya perubahan preferensi yang cukup dilakukan
dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Analisa
sensitivitas ini juga akan menentukan stabil tidaknya sebuah hirarki. Makin
besar deviasi atau perubahan prioritas yang terjadi maka makin tidak stabil
hirarki tersebut.
Kamis, 16 Juni 2016
Apa Pertimbangan Nasabah dalam Memilih Bank Syariah?
Penelitian terkait
perilaku nasabah bank syariah masih menjadi tema menarik. Beberapa hasil
penelitian di beberapa negara menunjukkan hasil yang beragam. Misalnya, Haron dan Norafifah (2010) dalam penelitiannya di Malaysia menemukan hubungan positip antara
simpanan yang ada di bank syariah dan tingkat keuntungannya. Secara ringkas,
riset tersebut menyimpulkan bahwa faktor yang mendorong nasabah menyimpan
uangnya di bank syariah adalah motivasi mencari keuntungan atau faktor
ekonomis.
Metawa dan Almossawi (1998) dari
hasil penelitiannya di Bahrain menemukan bahwa keputusan nasabah dalam memilih
bank adalah karena lebih didorong oleh faktor agama. Nasabah menekankan pada
ketaatannya pada prinsip-prinsip ajaran Islam. Selain itu juga keputusan nasabah didorong oleh faktor keuntungan, faktor
dorongan keluarga dan teman, serta faktor lokasi bank.
Kali ini, SMART
Consulting sebagai lembaga riset dan konsultasi yang fokus dalam ekonomi dan
keuangan syariah, mencoba meneliti tema yang sama. Namun berbeda dengan
riset-riset yang dilakukan sebelumnya, penelitian ini menggunakan metode Analytic
Hierarchy Process (AHP). Responden AHP dalam
penelitian ini berjumlah 80 orang yang merupakan nasabah bank syariah di
wilayah Jabodetabek.
Hasilnya menunjukkan
bahwa faktor layanan (service) menjadi faktor utama preferensi nasabah dalam
memilih bank syariah dengan nilai eigenvalue 0.420. Selanjutnya menunjukkan bahwa
keputusan nasabah dalam memilih bank adalah karena lebih
didorong oleh faktor agama (tingkat
kesesuaian dengan syariah) dengan 0.265. Profitabilitas selanjutnya menjadi faktor
ketiga alasan pemilihan bank syariah diikuti oleh faktor kemudahan akses
(accessibility) dan faktor kecanggihan teknologi (technological advance).
Dalam cluster
alternatif, berdasarkan pembobotan kriteria di atas, Bank Syariah Mandiri (BSM)
menjadi bank syariah yang paling dipilih dengan bobot 0.323. Bank Muamalat
Indonesia (BMI) berada pada posisi kedua dengan 0.234. Sementara itu BNI
Syariah memiliki bobot nilai 0.195 dan ada pada posisi ketiga. Selanjutnya, BRI
Syariah dan Bank Mega Syariah (BSMI) menempati posisi keempat dan kelima.
Penelitian terkait
preferensi ini penting untuk dilakukan secara berkala dan berkelanjutan agar
bank syariah mengetahui keinginan dari nasabah dan masyarakat secara umum.
Rabu, 15 Juni 2016
Forum Riset Ekonomi Keuangan Syariah (FREKS) XV 2016
Selasa, 14 Juni 2016
Kuadran Matriks Pengembangan LKMS di Indonesia
Pada tahun 2016 ini, SMART Consulting melakukan riset terkait strategi pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia. Penelitian ini penting dilakukan mengingat keberadaan LKMS yang lebih "pro poor" dan menyentuh UKM yang unbankable 'compare to' lembaga keuangan lain. Jika pada tahun sebelumnya, metode yang digunakan adalah ANP, maka pada penelitian kali ini menggunakan pendekatan IFAS-EFAS, Kuadran Matriks lalu dilanjutkan dengan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix).
Setelah melalui tahap awal dan mendapatkan faktor-faktor strategis dalam pengembangan LKMS, selanjutnya kita dapat melihat kuadran IFE-EFE untuk menentukan penilaian LKMS di Indonesia. Penilaian hasil evaluasi faktor internal (IFE) adalah sebesar 3,011 dan faktor eksternal adalah sebesar 3,382. Nilai ini berada pada kuadran I yaitu “tumbuh dan kembangkan”. Keberadaan LKMS pada fase ini menunjukkan bahwa keberadaan LKMS di Indonesia sedang mengalami tahap pertumbuhan dan harus dikembangkan karena mempunyai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Keberadaan faktor-faktor internal dan eksternal pada dasarnya menjadi dukungan yang sangat besar bagi LKMS.
Masing-masing komponen SWOT pada kuadran IFE-EFE diberikan bobot dan rating. Bobot diperoleh dari nilai rotasi faktor yang dikalikan dengan nilai varian (eigenvalue). Sedangkan rating diperoleh dari hasil penilaian terhadap variabel-variabel yang diuji. Hasil pembobotan dan penilaian selanjutnya dijumlahkan untuk masing-masing komponen SWOT kemudian dicari selisih antara komponen internal (S dan W), dan selisih antara komponen eksternal (O dan T). Selisih komponen internal kemudian menjadi nilai sumbu x (nilai=0,44), dan hasil selisih komponen eksternal selanjutnya menjadi nilai sumbu y (nilai=0,35), sehingga pada kuadran IFE-EFE didapatkan posisi concentric pada kuadran IVA.
Berdasarkan hasil penghitungan diketahui bahwa LKMS di Indonesia berada pada Kuadran IVA dengan strategi diversifikasi konsentrasi (Concentric diversification strategy). Pada kuadran tersebut, keberadaan LKMS menunjukkan mempunyai kekuatan yang sangat baik dalam lingkungan eksternal, namun bahayanya adalah ancaman yang dihadapi ternyata lebih besar dari kekuatan yang dimiliki. Oleh karena itu LKMS harus lebih waspada terhadap keberadaan lingkungan sekitar (misal persaingan dengan LK lain) karena jika tidak memanfaatkan dan mengatur kekuatan yang dimiliki maka perkembangan LKMS akan terhambat.
SMART Consulting adalah satu dari sangat sedikit lembaga riset dan konsultasi yang fokus melakukan penelitian dan training terkait riset ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Sejak 2012, SMART berpayung hukum CV SMART Corpora dan PT Amanah Muamalah Indonesia serta terbuka untuk bekerjasama dengan industri keuangan syariah, institusi akademis dan pihak lainnya.
Senin, 13 Juni 2016
Prioritas Pengembangan Wakaf di Indonesia
Selain zakat, wakaf menjadi instrumen penting dalam ekonomi-sosial Islam. SMART pada awal 2016 melakukan riset terkait prioritisasi sektor pengembangan wakaf di Indonesia. Penelitian ini akan mencoba mengetahui preferensi para wakif terkait prioritas sektor pengembangan wakaf di Indonesia ke depan. Berdasarkan literatur terdahulu dan praktik di lapangan, ada beberapa sektor penting dalam target pengembangan wakaf. Penelitian ini menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) yang dikembangkan Thomas L. Saaty untuk mengidentifikasi ranking prioritas pengembangan wakaf.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prioritas utama pengembangan wakaf di Indonesia adalah pada sektor pendidikan (32,8%). Wakif cenderung lebih mempercayai bahwa lembaga wakaf harus bergerak pada bidang pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pendidikan adalah sektor yang paling penting di Indonesia dan paling membutuhkan bantuan dana. Di samping pendidikan yang sifatnya keilmuan, pendidikan juga menjadi salah satu lembaga yang dapat dikomersilkan sehingga dana wakaf dapat terus berkembang. Hal ini lah yang menjadikan kecocokan lembaga wakaf bergerak pada sektor pendidikan.
Selain pendidikan, urutan kedua sektor yang paling penting yaitu pada sektor kesehatan (20,6%). Sektor kesehatan dianggap penting karena merupakan kebutuhan utama manusia yang akan menunjang segala kegiatannya sehari-hari. Oleh karena itu wakif memandang sektor ini harus diperhatikan dengan baik. Lembaga wakaf di Indonesia harus mampu mengcover segala kebutuhan masyarakat sehingga keberadaannya menjadi penting dalam rangka pembangunan manusia khususnya di Indonesia yang saat ini masih membutuhkan perhatian khusus pada sektor pendidikan dan kesehatan.
Sektor penting ketiga dalam pengembangan wakaf di Indonesia adalah sektor kesejahteraan & kepedulian sosial (15,3%). Di dalamnya mencakup upaya-upaya pengurangan kemiskinan yang terstruktur. Seperti kita tahu, jumlah orang miskin di Indonesia terbilang cukup besar.
Dari ketiga prioritas pengembangan lembaga wakaf di atas maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan lembaga wakaf bukanlah sebagai lembaga sosial yang hanya mementingkan kepentingan pihak luar saja, melainkan harus mampu pula mengembangkan lembaganya sendiri. Hal ini agar lembaga mampu berkembang dan memiliki kekayaan yang terus bertambah sehingga wakif akan lebih percaya bahwa lembaga wakaf dapat mengelola dana yang diwakafkannya ke dalam sektor-sektor yang penting sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sebanyak 30 orang wakif menjadi responden dalam penelitian dengan pendekatan metode AHP ini.
Minggu, 12 Juni 2016
Call for Papers Ekonomi dan Keuangan Islam akhir 2016
Sabtu, 11 Juni 2016
Efisiensi dan Stabilitas Industri Asuransi Syariah di Indonesia
Salah satu penelitian yang dilakukan SMART Consulting dan mendapat
predikat best paper pada ajang FREKS XIV di Padang adalah terkait efisiensi
industri asuransi syariah di Indonesia. Frame risetnya adalah dengan
memplotting tingkat efisiensi industri asuransi (baik jiwa maupun umum) selama
2011-2014. Selanjutnya, dari nilai efisiensi per tahun tersebut dihitung
standar deviasi untuk tingkat stabilitas efisiensinya. Pada tahap akhir, kedua
kriteria tersebut yakni tingkat efisiensi dan tingkat stabilitas efisiensi dibuat
4 kelompok kuadran.
Kelompok kuadran I adalah kategori perusahaan yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi disertai dengan stabilitas yang baik. Perusahaan yang masuk kategori ini adalah CAR Syariah, Allianz Syariah,
dan Asuransi Sinarmas Syariah. CAR Syariah memiliki rata-rata
nilai efisiensi sebesar 79,1% dengan
stabilitas sebesar 0,154, Allianz Syariah memiliki tingkat
efisiensi sebesar 72,6% dengan stabilitas sebesar 0,056, dan Asuransi Sinarmas Syariah
memiliki tingkat efisiensi sebesar 90,2% dengan stabilitas sebesar 0,109.
Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa CAR Syariah,
Allianz Syariah, Asuransi Sinarmas Syariah dan
Nasional Re Syariah adalah perusahaan asuransi syariah yang
paling memiliki tingkat efisiensi tinggi serta paling stabil dan konsisten
mempertahankan efisiensi tersebut. Kombinasi kedua hal tersebut menempatkan
mereka pada kuadran I yang menunjukkan kualitas terbaik.
Kelompok kuadran II adalah kategori perusahaan yang memiliki tingkat efisiensi tinggi namun
memiliki stabilitas yang rendah. Terdapat 2 perusahaan yang masuk kategori ini,
yaitu
Adira Insurance Syariah dan Manulife Syariah. Adira Insurance Syariah memiliki rata-rata nilai efisiensi sebesar 84% dengan
stabilitas sebesar 0,302, dan Manulife Syariah memiliki
tingkat efisiensi sebesar 63,4% dengan stabilitas sebesar 0,282. Berdasarkan
analisis ini dapat disimpulkan bahwa Adira Insurance Syariah,
dan Manulife Syariah adalah kelompok
perusahaan asuransi syariah yang mempunyai tingkat efisiensi optimal artinya
mampu mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki menjadi output yang
maksimal namun belum mampu mempertahankan konsistensi stabilitas efisiensinya. Sehingga masih perlu perbaikan-perbaikan agar
efisiensi yang telah dicapai dapat dipertahankan dengan baik.
Kelompok kuadran III adalah kategori perusahaan
yang memiliki rata-rata tingkat efisiensi yang rendah namun memiliki
stabilitas yang baik. Terdapat 4 perusahaan yang masuk ke dalam
kategori ini yaitu Askrida Syariah,
Bringin Life Syariah, Tokio Marine Syariah
dan Sun Life Financial Syariah. Askrida Syariah memiliki rata-rata nilai efisiensi sebesar 24,9% dengan
stabilitas sebesar 0,05, Bringin Life Syariah memiliki tingkat
efisiensi sebesar 38,8% dengan stabilitas sebesar 0,111, Tokio Marine Syariah memiliki
tingkat efisiensi sebesar 27% dengan stabilitas sebesar 0,147 dan Sun Life
Syariah memiliki tingkat
efisiensi sebesar 29,4% dengan stabilitas sebesar 0,062. Atas hasil penelitian ini maka Askrida Syariah,
Bringin Life Syariah, Tokio Marine Syariah, dan
Sun Life Financial Syariah adalah kelompok
perusahaan yang belum mampu mencapai efisiensi yang optimal meski memiliki
stabilitas yang tinggi. Stabilitas pada
kuadran ini bukan menunjukkan kinerja yang bagus karena stabilitas pada
efisiensi yang rendah memperlihatkan perusahaan belum mampu mencapai efisiensi
yang optimal. Oleh karenanya perlu
evaluasi agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik.
Kelompok kuadran IV adalah kategori perusahaan
yang memiliki rata-rata tingkat efisiensi yang rendah namun memiliki
stabilitas yang bagus. Terdapat 5 perusahaan yang masuk ke dalam
kategori ini yaitu ACA Asuransi Syariah,
Mega Insurance Syariah, Bumiputera Syariah,
Panin Life Syariah dan Asuransi Astra Syariah. ACA Syariah
memiliki rata-rata nilai efisiensi sebesar 44,8% dengan stabilitas
sebesar 0,369, Mega Insurance Syariah memiliki tingkat
efisiensi sebesar 49,7% dengan stabilitas sebesar 0,319, Bumiputera Syariah memiliki
tingkat efisiensi sebesar 42,7% dengan stabilitas sebesar 0,233, Panin Life Syariah memiliki
tingkat efisiensi sebesar 56% dengan stabilitas sebesar 0,357 dan Asuransi Astra
Syariah memiliki tingkat efisiensi sebesar 52,7% dengan stabilitas sebesar
0,221.
Kelompok
perusahaan pada kuadran ini adalah perusahaan yang paling rendah tingkat
efisiensi serta stabilitasnya sehingga masih membutuhkan evaluasi-evaluasi yang
banyak. Perusahaan belum mampu
menunjukkan bahwa potensi yang dimiliki dapat dimanfaatkan dengan baik bahkan
dengan tingkat stabilitasnya yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan masih
inkonsisten. Meskipun penilaian
efisiensi bersifat relatif, namun keberadaannya pada kuadran IV menunjukkan
bahwa diantara jajaran perusahaan asuransi di Indonesia ACA Syariah, Mega
Insurance Syariah, Bumiputera Syariah, Panin Life Syariah, dan Asuransi Astra
Syariah adalah perusahaan asuransi kelompok terendah efisiensi dan
stabilitasnya.
Jumat, 10 Juni 2016
Pengembangan IKNB Syariah: Manakah Prioritas Utama?
SMART Consulting dalam rangka menghadapi hajatan Forum Riset Ekonomi dan Keuangan Syariah (FREKS) ke-14 di Padang, melakukan kajian terkait Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah. Penelitian ini berjudul "Pengembangan IKNB Syariah: Manakah Prioritas Utama?".
Metode AHP dan ANP diaplikasi dalam penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi yang paling utama yang perlu diperhatikan dalam pengembangan IKNBS di Indonesia adalah IKNBS yang Tangguh, Terkelola & Stabil.
Sub kriteria prioritas pada strategi IKNBS yang Tangguh, Terkelola & Stabil adalah memperkuat kelembagaan dari aspek modal, kegiatan operasional & kapasitas bisnis. Sedangkan Sub kriteria prioritas pada strategi IKNB Syariah & Financial Inclusion adalah pengembangan produk IKNBS berbasis pemenuhan kebutuhan masyarakat sasaran. Sub kriteria prioritas pada strategi Dukungan SDM, Infrastruktur & IT adalah pengembangan infrastruktur IKNBS dalam menunjang proses bisnis. Sementara itu alternatif prioritas dalam pengembangan IKNBS di Indonesia adalah lembaga pembiayaan syariah.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu adanya peningkatan kinerja IKNBS agar dapat menjadi Lembaga Keuangan Non Bank alternatif pilihan masyarakat serta dapat bersaing dengan Lembaga Keuangan Non Bank Konvensional lainnya. Salah satu indikator peningkatan kinerja IKNBS adalah dengan meningkatkan perkuatan permodalan yang dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem keuangan yang akuntabel dan transaparan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Selain itu penting bagi IKNBS untuk memberikan produk-produk yang inovatif dan variatif agar dapat menjadi pilihan masyarakat dalam berinvestasi tentunya juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan karakteristik usaha di Indonesia, maka IKNBS dalam bentuk lembaga pembiayaan syariah dapat lebih ditingkatkan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.
Kamis, 09 Juni 2016
Brand Recall Lembaga Zakat
Brand recall merupakan
tahap kedua dari brand awareness setelah analisis top of mind. Brand recall
merujuk pada tingkatan pengingatan kembali merek tanpa bantuan. Jawaban yang
diberikan mencerminkan merek-merek yang diingat masyarakat setelah menyebutkan
brand yang pertama kali disebut.
Analisis brand recall dalam
penelitian ini dilakukan untuk mengetahui brand organisasi pengelola zakat
(OPZ) yang telah disebutkan pada pertanyaan top of mind tanpa bantuan dalam
mengingat brand tersebut. Responden dapat menyebutkan lebih dari satu jawaban
sesuai ingatannya terhadap brand OPZ yang telah disebutkan pertama kali.
Hasil perhitungan
menyebutkan bahwa Dompet Dhuafa merupakan OPZ yang paling disebut setelah brand yang
pertama kali disebut, yaitu sebanyak 38%. Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) menempati posisi kedua dengan persentase 22% dan Rumah Zakat pada posisi selanjutnya dengan 17%. Selain itu, disebutkan juga
brand OPZ lainnya sebanyak 23% yang mencakup: Baznas, DPU DT, Lazismu, dan OPZ lainnya.
Penelitian yang dilakukan Sharia econoMic Applied Research & Training (SMART) Consulting ini berupa wawancara survei terhadap 138 responden yang mayoritas berdomisili di Jabodetabek dan Bandung. Penelitian dengan purposive random sampling ini dilakukan pada bulan Juni 2016.
Rabu, 08 Juni 2016
Bagaimana Dampak Spin off terhadap Tingkat Efisiensi Bank Syariah?
Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan tingkat
efisiensi empat bank syariah yang merupakan hasil spin off (pemisahan dengan induk bank).
Perbandingan dilakukan pada masa sebelum dan sesudah spin off. Dengan metode Data Envelopment Analysis, input yang
digunakan adalah total dana pihak ketiga dan total aset. Sementara itu untuk variabel
output adalah total pembiayaan dan total pendapatan. Data yang digunakan adalah
tahun 2007-2011 atau periode dimana keempat bank syariah tersebut melakukan spin off.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan total rata-rata efisiensi seluruh bank syariah yang melakukan
spin off
(dalam kasus ini terdapat empat bank syariah yaitu BNI Syariah, BRI Syariah,
BJB Syariah dan Bank Syariah Bukopin), terjadi penurunan efisiensi secara
teknis dan pure teknis dari tahun
2008 hingga tahun 2011. Artinya, terjadi penurunan efisiensi secara teknis dan
pure teknis pada bank syariah sesudah dilakukannya spin off.
BNI Syariah mengalami penurunan
efisiensi setelah spin off pada Juni 2010.
Demikian pula BJB
Syariah. BJBS
mengalami penurunan efisiensi setelah spin
off sekitar
Januari 2010. Hal yang sama terjadi pula dengan BRI
Syariah. Bank yang fokus
pembiayaan UMKM ini mengalami penurunan efisiensi setelah spin off, meskipun tipis.
Hal yang berbeda
adalah yang dialami Bank Syariah Bukopin. BSB mengalami peningkatan efisiensi
rata-rata sebelum dan sesudah spin off.
Rationale yang mungkin dipahami adalah bahwa bank syariah pasca melakukan spin
off akan terkoreksi posisi keuangannya. Yang pada awalnya sebagian beban/biaya UUS
masih mendapat ‘air susuan’ dari induknya, maka setelah berpisah, biaya
tersebut akan menjadi beban sendiri. Maka, menjadi wajar jika pada jangka
pendek pencapaian tingkat efisiensi ‘bayi BUS’ baru tersebut relatif turun.
Namun demikian setelah dilakukan analisis lanjutan dengan uji
beda (t-test) hasilnya
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan efisiensi Bank
Syariah antara sebelum dan sesudah spin
off.
Selasa, 07 Juni 2016
Daftar Lembaga Zakat Terpopuler di Indonesia
Berdasarkan laporan publikasi World Giving Index mutakhir yang dikeluarkan oleh Charities Aid Foundation (CAF) pada November 2015, posisi Indonesia terlempar dari 20 besar. World Giving Index atau indeks kedermawanan dunia merupakan rilis daftar negara yang masyarakatnya dianggap paling dermawan dan gemar berbagi.
Lepas dari hasil di atas, sejatinya sifat gemar berbagi adalah ajaran nenek moyang Indonesia. Dalam agama, sifat kedermawanan juga memiliki posisi terhormat. Dalam Islam, ibadah zakat bahkan masuk ke dalam salah satu rukun Islam yang lima. Kali ini, SMART Consulting mencoba memotret tingkat popularitas lembaga pengelola zakat sebagai bagian dari brand awareness lembaga zakat yang ada di Indonesia.
Penelitian dilakukan melalui survei kepada 132 responden terpilih terkait organisasi pengelola zakat (baik milik pemerintah maupun swasta) yang mereka kenal. Hasilnya seperti tertera di atas. Dari total responden, 90.9% mengenal Dompet Dhuafa. Selanjutnya, Baznas dikenal oleh 81.8%. Tingkat popularitas Rumah Zakat adalah 75.8%, sementara itu PKPU (Pos Keadilan Peduli Umat) 68.2%. Keempat OPZ ini masuk dalam cluster lembaga zakat dengan popularitas yang tergolong tinggi.
Sebanyak 24.2% responden mengenal LazisMu (Lazis Muhammadiyah). Sementara itu DPU Daarut Tauhid (DT) dan Baitul Mal Muamalat (BMM) memiliki tingkat popularitas 22.7% dan 15.2%. Ketiga OPZ ini termasuk ke dalam kelompok lembaga zakat dengan popularitas sedang.
Di luar ketujuh OPZ di atas, ada banyak OPZ dengan tingkat keterkenalan di bawah 10%. Mereka antara lain: Baitul Maal Hidayatullah (BMH), Laznas BSM, Yatim Mandiri, PMA Al-Bunyan, Pusat Zakat Umat (PZU), Laz Al-Azhar, YBM BRI, Yayasan Amanah Takaful, Lazis NU, Bamuis BNI, Sinergi Foundation, Rumah Yatim, UPZ PLN, UPZ Pertamina, Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Laz Sidogiri, Laz DDII dan Laznas AQL. Ke-18 OPZ ini masuk dalam kelompok lembaga zakat dengan popularitas yang relatif kecil.
Memang, tingkat popularitas erat kaitannya dengan biaya promosi/marketing yang dikeluarkan. OPZ yang intens berpromosi, cenderung lebih dikenal masyarakat. Sebaliknya, lembaga zakat yang minim beriklan, maka tingkat keterkenalan publik lebih rendah.
Memang, tingkat popularitas erat kaitannya dengan biaya promosi/marketing yang dikeluarkan. OPZ yang intens berpromosi, cenderung lebih dikenal masyarakat. Sebaliknya, lembaga zakat yang minim beriklan, maka tingkat keterkenalan publik lebih rendah.
Langganan:
Postingan (Atom)