Konsep tentang perasaan konsumen merujuk pada perkiraan umum konsumen terhadap pemasaran dan pasar. Bagi para pembuat keputusan yang berkaitan dengan pemasaran, mengikuti sentimen konsumen dapat memberikan indikasi awal tentang perilaku dan kekuatan pasar. Sentimen konsumen akan sangat berguna untuk mengukur keadaan pasar secara umum dan juga sebagai latar belakang untuk mengetahui secara lebih mendalam dan terperinci mengenai kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen.
Produsen harus memahami sisi psikografik konsumennya. Psikografis (psychographyc) merupakan konsep menyangkut kepuasan konsumen terkait dengan gaya hidup. Psikografis merupakan instrumen untuk mengukur gaya hidup yang memberikan pengukuran kuantitatif. Konsumen membeli barang dan jasa dapat dilandasi karena tiga hal yaitu kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion) disingkat dengan AIO. AIO akan mengarahkan konsumen untuk memilih dan membeli produk mana yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya sehingga kebutuhan dan keinginannya terpuaskan.
Salah satu analisis dalam konsep psikografis adalah analisis sentimen. Analisis sentimen adalah proses mengidentifikasi dan mengkategori opini/pendapat yang diungkapkan berupa teks. Analisis ini terutama untuk menentukan bagaimana sikap atas topik maupun produk tertentu, apakah positif, negatif ataupun netral.
Bank syariah, dalam beberapa tahun terakhir menghadapi tantangan yang cukup banyak. Baik yang bersifat mikro maupun makro. Selain karena usia yang ‘baru’ 25 tahun dari masa kelahirannya, bank syariah di Indonesia juga relatif berbeda dengan negara jiran, Malaysia. Salah satu perbedaan misalnya, perspektif pengembangan bank syariah di Indonesia lebih bersifat ‘bottom up’ dibanding Malaysia yang ‘top down’.
Kali ini SMART mencoba melakukan analisis sentimen atas bank syariah dari waktu ke waktu. Sumber data teks adalah pemberitaan media terkait perkembangan bank syariah di Indonesia sejak 2012 hingga 2016. Setiap tahun diambil 35 dokumen pemberitaan sehingga total ada 175 dokumen.
Hasilnya terlihat seperti dalam gambar. Ada beberapa temuan menarik. Pertama, mulai 2012 hingga 2014, sentimen positif atas bank syariah mengalami kenaikan. Sebaliknya, sentimen negatif berangsur menurun. Demikian pula kategori sentimen yang netral. Periode ini menjadi masa yang baik dalam konteks peningkatan persepsi dan sentimen publik atas bank syariah.
Kedua, mulai tahun 2014 hingga 2016 ini, kondisi sentimen atas perbankan syariah justru mengalami penurunan. Jika pada tahun 2014 nilai sentimen positif adalah 83%, pada 2015 nilainya menjadi 54% dan 2016 menjadi hanya 49%. Berkebalikan dengan itu, sentimen negatif atas bank syariah malah meningkat. Jika pada 2014 nilainya hanya 3%, pada tahun selanjutnya meningkat menjadi 9% (2015) dan 26% (2016).
Saat ini, bank syariah menghadapi tantangan cukup berat. Bukan hanya dari eksternal, tapi juga kalangan ‘internal’. Imbas kelesuan kondisi bisnis-ekonomi tahun 2014-2015 direspon lebih lambat dan baru terasa saat ini oleh industri perbankan. Ada time lag. Selain itu, persepsi bahwa ‘bank syariah sama saja dengan bank konvensional’ menjadi alasan krusial lain. Edukasi terhadap publik memang belum sepenuhnya berhasil. Para stakeholder perbankan syariah perlu berpikir keras untuk menyusun strategi marketing dan sosialisasi agar lebih mampu direspon positif oleh pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar