Sukuk (bentuk jamak dari Shak) adalah istilah dalam bahasa Arab yang digunakan untuk obligasi yang berdasarkan prinsip syariah. Dalam fatwa nomor 32/DSN-MUI/IX/2002, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.
Sukuk dapat pula diartikan dengan Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian penyertaan yang tidak terpisahkan.
Dari perspektif yang menerbitkan, sukuk terbagi ke dalam 2 bagian besar: Sukuk negara (SBSN) dan sukuk korporasi. SBSN adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, dan merupakan sumber dana potensial untuk pembiayaan pembangunan. Sementara itu sukuk korporasi adalah jenis sukuk yang diterbitkan suatu perusahaan.
Perkembangan sukuk korporasi terus menunjukkan tren pertumbuhan positif. Empat belas tahun setelah penerbitan perdana sukuk korporasi pada 2002, jumlah penerbitan sukuk korporasi terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2002 baru satu sukuk korporasi yang diterbitkan, sementara pada 2016 ini sudah ada 90 sukuk korporasi.
Bertambahnya jumlah sukuk juga seiring dengan pertumbuhan nilai emisi sukuk yang diterbitkan. Nilai emisi sukuk hanya Rp175 miliar pada 2002 dan kini mencapai Rp18,551 triliun. Namun demikian, komposisi nilai emisi penerbitan sukuk memang masih jauh lebih, kecil dibandingkan obligasi konvensional. Dari pasar yang ada, nilai emisi sukuk (nilai akumulasi penerbitan) hanya sebesar empat persen atau jauh di bawah pasar obligasi yang mencapai 96 persen.
Nilai emisi sukuk terutama dipengaruhi oleh akumulasi jumlah penerbitan dan nilai outstanding sukuk. Kekuatan prediksinya hingga 99%. Nilai emisi sukuk juga dipengaruhi kuat oleh akumulasi jumlah penerbitan dan jumlah sukuk outstanding dengan angka yang sama.
Tiga variabel yakni nilai outstanding, jumlah sukuk outstanding dan akumulasi jumlah penerbitan, memiliki slope positif dengan nilai emisi sukuk. Artinya, semakin tinggi nilai ketiga variabel di atas, semakin besar pula total nilai emisi sukuk atau dengan nama lain nilai akumulasi penerbitan.
Data Juni 2016, menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Jika pada akhir 2015 nilai outstanding sukuk hanya Rp9,4 triliun, saat ini angkanya sudah menembus Rp11,1 triliun. Demikian juga posisi nilai akumulasi penerbitan. Jika pada akhir 2015 nilai total emisi sukuk hanya Rp16,1 triliun, saat ini angkanya sudah mencapai Rp18,6 triliun. Tentu saja diharapkan pada akhir tahun 2016 nilainya semakin meningkat.
Manfaat yang diperoleh dari penerbitan sukuk diantaranya yaitu sebagai diversifikasi sumber pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur bagi negara dan perluasan usaha bagi korporasi. Selain itu, sukuk juga sangat berperan dalam pertumbuhan sektor ril.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar