Jumat, 09 Desember 2016
Senin, 14 November 2016
Pelatihan Metode ANP & DEA di Beberapa Kota [SMART Training Tour]
Jumat, 21 Oktober 2016
BPKP Workshop on ANP [20 Oktober 2016, Puslitbangwas BPKP Pusat]
Kamis, 29 September 2016
Senin, 19 September 2016
XY Plot Untuk Penentuan Variabel Input Output yang Tepat dalam DEA
Window X-Y plot tersedia di dalam frontier analisis. Bagian ini membantu peneliti untuk menentukan variabel yang harus dimasukkan dalam analisis. Jika satu atau lebih variabel memiliki hubungan korelasi positif dengan variabel lainnya, maka kita memungkinkan untuk mengeluarkan salah satu variabel dari analisis tersebut (hubungan korelasi positif mengindikasikan bahwa variabel tersebut merepresentatifkan gejala yang sama).
Pengeluaran suatu variabel akan mendapatkan keuntungan pengurangan jumlah variabel yang digunakan, memastikan diskriminisasi yang lebih baik diantara unit yang akan dianalisis. Ada “rule of thumb” dalam DEA dimana (jumlah output * jumlah input) = jumlah unit efisien secara potensial.
Korelasi antara dua variabel ini ditunjukkan di sisi pojok kanan atas window X-Y plot. Jika dua variabel berkorelasi tinggi, hal ini merepresentasikan basic data yang sama. Jika peneliti dapat menghilangkan satu variabel, hal itu akan meningkatkan diskriminasi dalam analisis.
Untuk contoh proyek di atas, dua variabel perpustakaan dan penelitian, jelas memiliki korelasi yang tinggi dan sebagaimana hasilnya, satu dari variabel ini harus dihilangkan dari analisis. Ini bisa dicapai dengan membuat satu variabel tidak aktif secara temporer dan kemudian mengolah kembali analisis tersebut untuk menaksir pengaruh tindakan ini tanpa skor efisien.
Korelasi yang mendekati 0, menandakan bahwa terjadi peningkatan nilai dari salah satu variabel yang tidak mempengaruhi variabel lainnya. Korelasi negatif juga terjadi antara dua variabel dan ini mengindikasikan nilai yang tinggi dari salah satu faktor yang dihubungkan dengan nilai yang rendah dari faktor lainnya.
Kotak ceklis ke arah kanan variabel sumbu Y yang ditunjukkan memungkinkan peneliti untuk menandakan point pada plot X-Y untuk menentukan posisi unit. Bagaimanapun, dengan tanda (label) memungkinkan Anda menemukan tampilan menjadi padat dengan nama-nama unit.
Kesimpulannya, XY Plot Window ini sangat bemanfaat untuk melihat variabel input dan output mana yang tepat dan menjadi variabel yang akan diolah dalam metode Data Envelopment Analysis. Hal ini menjadi penting karena konsep efisiensi dalam DEA adalah efisiensi relatif. Setiap perubahan penentuan input output akan memiliki nilai/skor berbeda dalam hasil efisiensinya.
Sabtu, 17 September 2016
Efficiency Plot Window untuk Melihat Sebaran Unit Efisiensi DMU
Dalam pendekatan Data Envelopment Analysis, hasil utama yang dianalisis adalah angka atau skor efisiensi masing-masing DMU. Selain itu, didapat pula potensi pengembangan input output atau dikenal dengan istilah potential improvement. Selain kedua hal penting di atas, ada pula analisis tambahan yakni Effiiciency Plot Window.
Efficiency Plot menunjukkan sebaran plot unit efisiensi pada variabel input dan output. Plot ini juga bisa berguna dalam mengidentifikasi unit dengan karakteristik tertentu baik yang tidak efisien ataupun yang efisien. Ini dilakukan dengan memplot satu variabel terpilih untuk menaksir korelasi dengan skor efisiensi.
Sebagai contoh, data yang digunakan adalah bank umum syariah di Indonesia dengan data 2 tahun terakhir, 2014-2015. Sebagai variabel input adalah Dana Pihak Ketiga (X1), Biaya Personalia (X2) dan Biaya administrasi-umum. Sementara itu untuk variabel output yaitu Total Pembiayaan (Y1) dan Pendapatan Operasional (X2). Penggunaan DPK dan pembiayaan dalam input-output karena penelitian ini menggunakan pendekatan intermediasi.
Beberapa BUS yang tergolong dalam bank syariah dengan efisiensi tinggi adalah: Maybank syariah, Panin syariah dan BCA Syariah. Sementara itu, bank umum syariah yang memiliki nilai efisiensi menengah adalah: BSB, BTPN Syariah, BNI Syariah dan BJB. Dari hasil ini nampak bahwa skala/ukuran ekonomi bank berpengaruh terhadap tingkat efisiensi yang dicapai.
Korelasi antara skor efisiensi dalam contoh penelitian di atas adalah 0.39. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya ada sedikit hubungan antara pendapatan operasional yang diperoleh bank syariah yang menjadi objek dengan skor unit efisiensi. Kemudian, lihat detail plot X-Y. Korelasi yang tinggi antara variabel dan efisiensi mengindikasikan bahwa variabel tersebut merupakan sebuah kunci efisiensi, dan hal itu penting.
Selain mampu memplotting tingkat efisiensi, DEA juga dapat memplot antarvariabel input output X-Y, dan juga membuat frontier plot.
Kamis, 15 September 2016
Penyerapan Sukuk dan Obligasi dalam Pembiayaan Defisit Anggaran
Sejak tahun 2010 hingga 2015, APBN Negara Indonesia selalu defisit, yang artinya lebih besar belanja negara dari pada penerimaan negara yang didapatkannya. Sebagaimana data statistik Kementerian Keuangan menyatakan bahwa rasio defisit APBN terhadap PDB pada tahun 2010 adalah 0.73%. Kemudian tahun 2011, 2012, 2013, 2014 dan 2015 masing-masing 1.14%, 1.86%, 2.33%, 2.40% dan 2.56%.
Jika melihat data tersebut, maka defisit APBN mengalami keadaan yang fluktuatif, sehingga menyebabkan bertambahnya beban utang nasional. Dengan hal ini, jelas bahwa negara membutuhkan dana tambahan untuk menutup defisit tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengenai Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari PDB. Salah satu langkah pemerintah dalam menutupi defisit, pemerintah melakukan pembiayaan, baik pembiayaan utang maupun pembiayaan non utang.
Penelitian yang dilakukan SMART ini bertujuan untuk menganalisis: (i) perbandingan penyerapan sukuk dan obligasi dalam pembiayaan defisit anggaran negara; (ii) variabel yang mempengaruhi defisit anggaran. Data yang digunakan adalah data sekunder dari Bank Indonesia, BPS, Kementerian Keuangan, IDX, Kementerian Perdagangan, dengan data monthly, periode Februari 2009 – Desember 2015. Penelitian ini menggunakan metode Two Stage Least Square (2SLS).
Hasilnya menunjukkan, jika melihat pada persamaan 1 dapat diketahui bahwa pengaruh penerbitan sukuk lebih besar dan efektif dibandingkan dengan obligasi dalam penyerapan pembiayaan defisit anggaran. Hal ini dikarenakan sukuk berdasarkan underlying asset yang nilainya sesuai dengan aset tersebut dan tidak menggunakan interest rate.
Berdasarkan analisis penelitian, maka dapat diberikan saran kepada pengambil kebijakan, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu agar dapat mempertimbangkan peran penerbitan sukuk yang memiliki pengaruh signifikan dalam pembiayaan defisit anggaran APBN tanpa mengesampingkan peran obligasi.
Dalam mendukung hal tersebut maka diperlukan perbaikan dan peningkatan standar kepastian hukum yang membuat kesadaran dan permintaan para investor terhadap sukuk meningkat. Dengan hal tersebut diharapkan dapat mengatasi kekurangan pembiayaan defisit anggaran APBN. Dengan kondisi keuangan APBN yang kuat, diharapkan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan Indonesia.
Di samping itu pembangunan yang baik tidak hanya terkonsentrasi pada tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, melainkan diperlukan adanya pemerataan distribusi kekayaan dan pendapatan di antara masyarakat. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut tidak menjadi bias.
Selasa, 13 September 2016
Markov Switching Model Sebagai Early Warning System Perbankan
Penelitian-penelitian yang berkaitan tentang krisis keuangan secara global di antaranya: Edison (2003), Vargas (2009), BariÅŸik dan Tay (2010), Akhtar, et al. (2011), Reimers dan Hochschule (2012) dan Waibot (2012). Edison (2003) meneliti tentang krisis keuangan pada 20 negara maju dan emerging countries, hasilnya menunjukkan bahwa leading indicator krisis keuangan adalah cadangan devisa, ekspor, nilai tukar riil, kredit domestik dan suku bunga riil.
Sementara itu, penelitian yang khusus mengkaji tentang krisis perbankan yaitu Hardy dan Pazarbasioglu (1998), Hardy dan Pazarbasioglu (1999), Hagen dan Ho (2006), Simorangkir (2012), Asanović (2013) dan Hosni (2014).
Hardy dan Pazarbasioglu (1998) meneliti tentang krisis perbankan di negara Asia, hasilnya menunjukkan bahwa guncangan terhadap konsumsi menjadi awal peringatan dini terjadinya krisis perbankan. Selain itu, inflasi yang tinggi, penurunan pertumbuhan GDP, penurunan nilai impor, depresiasi nilai tukar dan peningkatan suku bunga dapat meningkatkan resiko terjadinya krisis perbankan.
Salah satu pendekatan yang relevan dengan sistem deteksi dini krisis keuangan termasuk perbankan adalah penerapan Model Markov Switching. Markov Switching merupakan kerangka alternatif untuk 2 (dua) pendekatan yang sering digunakan untuk sistem peringatan dini untuk kirisis ekonomi, yaitu Signal Approach oleh Kaminsky, Lizondo, and Reinhart (1998) dan Pendekatan Probit/Logit.
Model Markov Switching menawarkan beberapa manfaat untuk digunakan sebagai sistem peringatan dini. Pertama, Model Markov Switching dapat digunakan untuk menghitung probabilitas terjadinya sebuah krisis. Kedua, Model Markov Switching dapat menjelaskan perilaku variable-variabel yang mengalami perubahan secara dramatis dan tiba-tiba. Model Markov Switching juga tidak membutuhkan definisi dan asumsi awal mengenai masa krisis dan masa normal (non-krisis).
Ketiga, Model Markov Switching dapat menunjukkan dinamika krisis dan memberikan informasi mengenai kapan sebuah krisis akan terjadi, berapa lama krisis tersebut akan berlangsung dan variable-variabel apa yang dapat menyebabkan krisis tersebut berakhir.
Hasil pada gambar di atas adalah terkait analisis deteksi dini krisis perbankan pada 'dual banking system' di Indonesia dengan markov switching model. Terlihat bahwa perbankan syariah (bagian bawah) lebih banyak mengalami periode krisis di banding bank konvensional (bagian atas). Hal ini dapat dipahami mengingat perbankan syariah di Indonesia relatif kecil dengan pangsa 5% dari industri perbankan secara umum. Sehingga ketika terjadi ketidakstabilan ekonomi, tak dapat dipungkiri, industri perbankan syariah lebih terkena dampak. Memang, banyak variabel lain yang saling berkaitan.
Model Markov Switching telah dikembangkan lebih lanjut dengan mengkombinasikan Model Markov Switching dengan berbagai pendekatan lain seperti MS-VAR dan pendekatan yang lain.
Minggu, 11 September 2016
Microtakaful in Indonesia: A Sentiment Analysis
Beberapa tahun belakangan pasar asuransi diramaikan dengan asuransi mikro, yakni asuransi dengan premi yang ekonomis. Jenis asuransi kategori mikro ini preminya mulai dari Rp10.000 sampai maksimum Rp50.000. Asuransi mikro ini ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Bila preminya terjangkau, bagaimana dengan perlindungan yang diberikan? Jika dilihat dari sisi nilai pertanggungannya, produk asuransi mikro tidak lebih dari Rp50 juta.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asuransi mikro adalah produk asuransi yang memiliki karakteristik sederhana, mudah, ekonomis, dan segera (SMES). Sederhana karena jenis asuransi mikro ini memberikan manfaat perlindungan dasar atas risiko yang sangat umum dihadapi oleh masyarakat. Selain itu, jenis asuransi mikro memiliki polis, fitur, dan proses administrasi yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh masyarakat.
Disebut mudah didapat karena produk asuransi mikro dapat diperoleh di lingkungan masyarakat umum, seperti di lembaga keuangan mikro, kantor pos, pegadaian, minimarket, supermarket, koperasi, dan tempat lain yang mudah dijumpai masyarakat. Nilainya juga disebut ekonomis karena premi yang ditetapkan untuk produk asuransi mikro harus terjangkau dengan manfaat asuransi yang optimal.
Sedangkan disebut segera karena disyaratkan bahwa proses pembayaran klaim harus segera dilakukan setelah terjadinya risiko, lebih cepat dari proses pembayaran asuransi non mikro. Hal ini disebabkan masyarakat berpenghasilan rendah biasanya tidak memiliki tabungan yang cukup dan sangat membutuhkan dana untuk menghadapi dampak keuangan dari musibah yang terjadi.
Pertumbuhan asuransi mikro di Indonesia mencapai lebih dari 100% beberapa tahun ke belakang. Jangkauan asuransi mikro Indonesia pada 2013 saja sudah mencapai 1,5 juta orang dengan pertumbuhan lebih dari 100%. Penelitian tersebut didasari dari fakta jumlah penduduk miskin Indonesia sebanyak 27,7 Juta orang.
SMART Consulting sebagai sebuah lembaga yang fokus dalam riset ekonomi keuangan syariah mencoba mengukur tingkat sentimen publik atas perkembangan asuransi mikro di Indonesia. Desk khusus yang membidangi riset terkait keuangan mikro adalah MicroThink. Sebagai sumber data, dipilihlah 40 dokumen spesifik yang digunakan berupa artikel terkait asuransi mikro di Indonesia. Tools Semantria dipakai sebagai alat bantu pengolahan.
Hasil analisis sentimen terhadap perkembangan asuransi mikro di Indonesia memperlihatkan kondisi berikut. Sebanyak 52% menunjukkan sentimen sangat positif. Sementara itu sebanyak 28% menunjukkan sentimen negatif. Sisanya sebesar 20% menunjukkan sentimen yang netral. Dari hasil ini terlihat bahwa ada potensi pengembangan microtakaful di Indonesia, mengingat respon positif pasar.
Menurut Direktorat Produk dan Kelembagaan OJK, saat ini ada 55 perusahaan asuransi yang memasarkan produk asuransi mikro. Produk asuransi mikro bersama sendiri terbagi dalam tiga segmen yaitu asuransi umum, jiwa dan asuransi mikro syariah.
Jumat, 09 September 2016
Top of Mind Bank Syariah
Menurut Susanto dan Wijanarko (2004), dalam menghadapi persaingan yang ketat, merek yang kuat merupakan suatu pembeda yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan, menjadi ujung tombak bagi daya saing perusahaan dan sangat membantu dalam strategi pemasaran (p. 2). Keller (1993) juga menyatakan bahwa brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk melanjutkan menggunakan suatu brand atau tidak. Pengukuran dari brand equity sangatlah berhubungan kuat dengan kesetiaan dan bagian pengukuran dari pengguna baru menjadi pengguna yang setia.
Ekuitas merk sangat berkaitan dengan Brand awareness. Brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah merek dan pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan. Kali ini SMART Consulting mengadakan riset tentang Brand Awareness bank syariah di Indonesia. Salah satu tools dalam riset Brand Awareness adalah Top of Mind (ToM). Secara sederhana, Top of Mind (TOM) merupakan suatu metode pengukuran popularitas merek berdasarkan survey wawancara.
Berbeda dengan Brand Recall, TOM brand awareness adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh responden ketika ditanyakan brand (sesuai kategori) yang mereka ketahui.
Caranya sebuah merek/brand bisa diingat ada beragam. Misalnya, dengan promosi dan komunikasi brand yang gencar, mengadakan event yang heboh dan spektakuler, menggandeng endorser yang populer, dan lain sebagainya. Intinya, perusahaan membangun mereknya hingga mencapai awareness tinggi.
TOM ditentukan berdasarkan level tertinggi yang berhasil diraih oleh sebuah brand dibandingkan pesaingnya dalam kategori yang sama, dalam hal ini merk bank syariah. Metode pengambilan sample dilakukan secara purposive random sampling dengan jumlah 50 responden.
Hasilnya menunjukkan bahwa Bank Syariah Mandiri atau lebih dikenal dengan Bank BSM merupakan brand bank syariah yang paling dikenal oleh masyarakat dengan persentase 26.2%. Brand bank syariah kedua adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan persentase 22.1%, diikuti BNI Syariah sebesar 19.4%. Terakhir sebesar 18.8% adalah BRI Syariah. Adapun persentase sebesar 13.6% adalah brand bank syariah lainnya.
Selain Top of Mind, dalam riset Brand Awareness dikenal pula analisis Brand Recall, Brand Recognition, Unaware of Brand, Brand Association, Brand Loyalty dan Perceived Quality.
Rabu, 07 September 2016
Mengukur Efektivitas Bisnis dan Pemasaran dengan 114 Metrics
Dalam strategi pemasaran, yang paling tidak banyak dibahas atau porsinya tidak sepadan adalah masalah valuasi dan pengukuran. Padahal, bagian inilah yang sering ditanyakan oleh para CEO dan direksi perusahaan. Walau sudah mulai terjadi banyak kemajuan dalam bidang pengukuran, pada faktanya masih terdapat gap yang besar antara keharusan dalam pengukuran dan kenyataan yang diukur dari para marketer di Indonesia.
Mengapa hal ini terjadi? Bisa saja ini karena mind-set bahwa proses pengukuran tidaklah sepenting membuat strategi dan program yang efektif. Bisa juga, karena pengetahuan para marketer yang minim dalam melakuan pengukuran atau marketing metrics pada umumnya. Untuk perusahaan kecil, keengganan ini juga bisa terjadi karena mereka mempunyai persepsi bahwa biaya yang mereka akan keluarkan untuk melakukan pengukuran terlalu besar.
Oleh karena itu perusahaan perlu untuk terus mendorong tim pemasaran untuk semakin fokus dalam merencanakan dan melakukan pengukuran. Era Digital Marketing juga telah memberikan kesempatan yang semakin besar dalam meningkatkan kualitas pengukuran marketing metrics.
Digital Marketing memungkinkan pengukuran menjadi lebih cepat, bahkan real time. Selain itu, teknologi digital membuat pengukuran menjadi proses yang efisien dan memiliki akurasi yang baik. Sungguh sangat disayangkan, bila revolusi Digital Marketing yang sudah semakin kencang tidak mampu mengubah mind-set terhadap pentingnya marketing metrics.
Salah satu rujukan penting terkait pengukuran efektivitas pemasaran dan bisnis secara umum adalah buku karya Paul W. Farris et al berjudul “Marketing Metrics: The Definitive Guide to Measuring Marketing Performance”. Satu buku lagi berjudul “Marketing Metrics: 50+ Metrics Every Executive Should Master”. Buku terakhir ini berisi sedikitnya 114 pengukuran (baca: Metrics) untuk valuasi dalam bidang pemasaran dan bisnis. Buku ini adalah rujukan wajib para praktisi marketing dan riset pemasaran.
Minggu, 04 September 2016
Perceptual Map untuk Visualisasi Dua Dimensi
Perceptual Map adalah model visual dua dimensi berdasar Coordinate Cartesian System. Bisa juga lebiih dari dimensi, namun untuk pembahasan dengan Excel yang hanya menyediakan dua axis maka digunakan dua dimensi. Itu berarti ada dua axis yaitu vertikal dan horizontal yang merepresentasi dua variabel yang dikehendaki oleh pengguna untuk berbagai tujuan.
Contoh Perceptual Map berikut adalah kaitan antara aspek syariah dan aspek profitabilitas perbankan syariah di Indonesia selama beberapa tahun ke belakang, dalam hal ini Bank Umum Syariah.
Perceptual Map ini dibuat untuk mengetahui posisi persaingan antar Bank Syariah dengan memperhatikan dua Parameter yaitu indeks Maqasid Syariah sebagai proksi tingkat syariah compliance dan ROA-ROE sebagai proksi profitabilitas bank. Perceptual Map bisa dengan mudah dibuat dengan Excel yang telah menyediakan berbagai fasilitas untuk memanipulasi grafik.
Perceptual Map pada dasarnya adalah sebuah visualisasi data untuk tujuan memperbandingkan object dengan memperhatikan parameter yang saling berelasi. Oleh karena itu, Perceptual map juga bisa digunakan untuk memvisualisasikan berbagai fenomena sosial.
Selain untuk kegunaan di atas, perceptual maps juga membantu kita untuk merencanakan positioning dan repositioning. Peta-peta psikologis merupakan sebuah diagram yang menyusun positioning yang berbeda dari sebuah produk ataupun entitas.
Dengan demikian, mudah sekali membuat Perceptual Map dengan Excel. Tetapkan dulu apa tujuan yang dikehendaki, kemudian plot data ke Excel dan selanjutnya gunakan fasilitas yang telah tersedia. Visualisasi data melalui Perceptual Map ini membantu untuk memahami permasalahan dan memetakan kondisi riil yang ada.
Jumat, 02 September 2016
Frontier Plot Untuk Analisis Intermediasi Bank Syariah
Fungsi produksi yang menunjukkan "fully efficient firm" (perusahaan yang efisien penuh) secara praktek tidak diketahui. Oleh sebab itu, perlu diestimasi melalui sampel observasi dari perusahaan-perusahaan dalam satu industri.
Menurut Farrell untuk mengestimasi fungsi produksi tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1) non-parametric piecewise-linear convex isoquant, dan b) fungsi parametrik, seperti bentuk Cobb-Douglas. Sedangkan Coelli menggunakan pendekatan nonparametrik DEA untuk mengestimasi fungsi produksi yang efisien tersebut.
Pengukuran efisiensi dengan menggunakan pendekatan frontier sudah digunakan selama 40 hingga 50 tahun lebih (Coelli, 1996). Metode utama yang menggunakan linier programming dan metode ekonometrika adalah: 1) Data Envelopment Analysis; dan 2) Stochastic Frontier.
Pengukuran efisiensi modern ini pertama kali dirintis oleh Farrell (1957), bekerja sama dengan Debreu dan Koopmans, dengan mendefinisikan suatu ukuran yang sederhana untuk mengukur efisiensi suatu perusahaan yang dapat memperhitungkan input yang banyak.
Dalam penelitian ini 11 Bank Umum Syariah menjadi sampel dengan data laporan keuangan 2015. Untuk memunculkan analisis frontier plot dalam software Banxia, jumlah input-output hanya dibatasi 1 input dan 2 output atau 2 input dengan 1 output. Variabel input dalam studi ini adalah Dana Pihak Ketiga, sementara output adalah Pembiayaan (Y1) dan Pembiayaan untuk UMKM (Y2).
Hasilnya seperti nampak pada gambar. Bank syariah dengan efisiensi tertinggi dengan fungsi intermediasi terbaik untuk output Pembiayaan adalah Maybank Syariah. Sementara itu, dari perspektif intermediasi terbaik untuk output pembiayaan terhadap UMKM adalah Bank Syariah Bukopin dan BRI Syariah. Kedua bank ini memiliki rasio pembiayaan UMKM/DPK terbesar dibanding bank lain. Bank syariah lain yang berkinerja mendekati garis kurva frontier adalah BJB Syariah.
Kamis, 01 September 2016
Interpretative Structural Model untuk Analisis Kendala Pengembangan Koperasi Syariah
Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi perspektif syariah terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional.
Hal tersebut di atas menunjukkan peranan koperasi syariah sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah khususnya di bidang permodalan. Koperasi syariah tidak hanya berfungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk menangani kegiatan sosial.
Namun, keberadaan koperasi syariah dengan jumlah yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan lembaga mikro ini untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyak koperasi syariah yang tenggelam dan bubar.
Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, apa sajakah kendala dan hambatan yang dihadapi oleh institusi lembaga keuangan mikro syariah di Indonesia? SMART Consulting melalui desk MicroThink melakukan riset terkait hal ini dengan pendekatan metode Interpretative Structural Model (ISM).
Elemen kendala dalam strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM dijabarkan dalam 9 (sembilan) sub-elemen sebagai berikut: (E1) lemahnya sistem manajemen akuntansi dengan menggunakan IT, (E2) kurangnya dukungan untuk hukum koperasi syariah, (E3) kurangnya SDM koperasi syariah yang profesional, (E4) peningkatan kemiskinan di Indonesia, (E5) tingginya tingkat angka pengangguran, (E6) minimnya akses pembiayaan bagi un-banked moslem people’s need, (E7) tidak adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) pada koperasi syariah, (E8) in-efisiensi biaya operasional, (E9) kurangnya sosialisasi dan promosi koperasi syariah.
Hasil dari pengolahan ISM untuk elemen kendala/permasalahan dapat dilihat pada gambar. Hasilnya menunjukkan urutan tahap kendala/permasalahan dalam penerapan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia untuk meningkatkan UMKM.
Level paling terakhir yakni level 6 merupakan sub-elemen kunci dari elemen kendala, yaitu kurangnya SDM yang professional dan kuranganya dukungan hukum untuk koperasi syariah. Hal ini berarti bahwa kurangnya SDM yang professional dan kurangnya dukungan hukum untuk koperasi syariah memiliki pengaruh paling besar dalam menerapkan strategi pengembangan Koperasi Syariah di Indonesia.
Permasalahan SDM menjadi permasalahan yang umum sekali dihadapi hampir diseluruh organisasi baik sosial maupun yang profitable. Kualitas dan professionalitas SDM dalam suatu organisasi khususnya pada koperasi syariah dapat berperan penting dalam mengembangkan peran koperasi syariah untuk membiayai UMKM. Maka kedua elemen ini yaitu SDM dan Hukum Koperasi Syariah tidak dapat diabaikan begitu saja, dan harus menjadi prioritas penanganan untuk jangka pendek.
Selasa, 30 Agustus 2016
Kapan Bank Syariah Terkena Krisis?
Apakah perbankan syariah terkena imbas jika terjadi instabilitas ekonomi, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar? Periode mana sajakah yang tergolong dalam krisis dan tidak krisis yang dialami perbankan syariah di Indonesia? Dengan pendekatan Markov Switching untuk deteksi dini krisis perbankan, pertanyaan di atas akan dicarikan jawabannya.
Indikator yang digunakan sebagai proksi krisis yaitu Z-Score. Z-score merupakan indikator yang digunakan untuk mengukur stabilitas perbankan dengan cara menjumlahkan ROA dan EA dibagi dengan standar deviasi dari ROA (ÄŒihak et al., 2008). Kemudian Indikator internal yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya FDR, CRS (Cash Ratio), BDS (Bank Deposit) dan CAR untuk internal perbankan syariah. Sementara itu indikator eksternal yang digunakan yaitu Inflasi, Suku Bunga, Indeks Harga Produksi Industri, Nilai tukar, Money supply, Kredit Domestik dan Current account/GDP.
Data sekunder didapat dari sumber resmi dan dalam bentuk bulanan dari Januari 2004 sampai 2014. Dan di antara sumber-sumber datanya yaitu didapat dari Statistik Perbankan Indonesia Otoritas Jasa Keuangan (SPI-OJK), Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (SPS- OJK), Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Ekonomi dan Moneter Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI) dan International Financial Statistics (IFS) yang dipublikasikan oleh IMF dan Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.
Variabel yang digunakan sebagai indikator stabilitas perbankan yaitu Z-score(yt). Pada penelitian ini, model markov switching yang digunakan model multivariate yaitu Model MS-VAR (Markov Switching-Vector Auto Regression) yang dapat dijadikan sebagai alternatif dari model time series linier dengan parameter konstan. Menurut Krolzig (1997) ide umum dari model perubahan rezim ini adalah parameter dari vektor time series berdimensi-K {y_t} bergantung terhadap variabel rezim tak terobservasi s_t∈{1,…,m}, yang direpresentasikan melalui peluang suatu keadaan pada rezim tertentu.
Salah satu kelebihan metode MS-VAR yaitu nilai batas indeks krisis (threshold) merupakan variabel endogenous dengan kata lain periode krisis dan lamanya krisis merupakan bagian dari hasil estimasi. Hasil olah data menggunakan OxMetrics 5.1 menunjukkan bahwa terjadi pergeseran dari rezim 1 (masa tenang) ke rezim 2 (masa krisis).
Dalam penelitian markov switching, periode penentuan krisis merupakan bagian dari hasil estimasi. Dari grafik probabilitas klasifikasi rezim bank syariah menunjukkan ada beberapa periode masa tenang dan periode masa krisis dalam model bank syariah ini. Rezim 1 adalah masa tenang sedangkan rezim 2 adalah masa krisis.
Hasilnya menunjukkan bahwa periode krisis yang dialami bank syariah terjadi pada periode Februari 2004 sampai dengan April 2005. Siklus ekonomi kembali berada pada masa krisis pada Agustus 2005 sampai dengan Desember 2006 dan pada periode Maret 2007 sampai dengan September 2007.
Periode krisis selanjutnya terjadi pada selang waktu Agustus 2008 sampai Juni 2009 dan Agustus 2010 sampai dengan September 2010. Berturut-turut kemudian Juli 2013 sampai dengan Agustus 2013, dan September 2013 sampai Februari 2014. Terakhir, periode krisis bank syariah terjadi pada periode Mei 2014 sampai dengan Desember 2014.
Secara umum, kondisi perbankan syariah sebelum 2009 sedikit banyak terimbas kondisi krisis keuangan global yang terjadi di Eropa dengan Yunani yang mengalami kondisi terparah. Selanjutnya periode tahun 2011 hingga 2013 kondisi perbankan syariah relatif stabil. Baru kemudian tahun 2014 hingga 2015 bank syariah mengalami ketidakstabilan diakibatkan kondisi perekonomian dalam negeri pasca Pemilu 2014 dan pergantian kepemimpinan.
Jumat, 26 Agustus 2016
Dampak Pembiayaan Bank Syariah dan Kredit Konvensional terhadap Tingkat Inflasi
Bagaimanakah dampak kredit perbankan terhadap kondisi inflasi IHK di Indonesia secara umum? Apakah pembiayaan (financing) bank syariah maupun kredit bank konvensional ikut menyumbang terhadap angka inflasi? Melalui pendekatan Vector Autoregression (VAR), SMART melakukan studi terkait hal ini.
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder berupa time series bulanan yang didapat dari Statistika Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Statistika Perbankan Syariah (SPS) dan Statistika Perbankan Indonesia (SPI). Seluruh data dimulai dari periode Bulan Januari 2010 hingga Desember 2015.
Sebagai variabel dependen adalah tingkat inflasi diproksi menggunakan indeks harga konsumen di Indonesia. Total pinjaman bank syariah (LNFIN) adalah jumlah pinjaman yang dikeluarkan oleh perbankan syariah minus BPRS, sementara total kredit perbankan konvensional (LNLOAN) diproksi dengan total kredit yang dikeluarkan oleh perbankan konvensional dalam rupiah. Tingkat bunga menggunakan Sertifikat Bank Indonesia. Sedangkan tingkat bagi hasil pinjaman secara agregat menggunakan proksi tingkat bagi hasil SBI Syariah.
Hasil di atas menunjukkan bahwa respon indeks harga konsumen (LNIHK) terhadap guncangan variabel lainnya berfluktuasi. Kita dapat mencermati bahwa LNIHK merespon negatif guncangan variabel pembiayaan perbankan syariah (LNFIN). Artinya, semakin tinggi jumlah pembiayaan perbankan syariah Indonesia akan berpengaruh dan berkontribusi positif pada penurunan tingkat inflasi Indonesia.
Alasan bahwa pembiayaan syariah akan menurunkan tingkat inflasi adalah karena pembiayaan perbankan syariah khususnya pembiayaan produktif berprinsip bagi hasil akan memungkinkan terjadinya pertumbuhan yang seimbang antara sektor moneter dan sektor riil. Keseimbangan tersebut disebabkan oleh prinsip ‘profit lost sharing’ yang membagi pendapatan (revenue) peminjam.
Sementara itu, pola hubungan antara LNIHK dengan LNLOAN adalah positif. Sehingga dapat kita katakan bahwa semakin besar dana kredit yang digelontorkan oleh entitas perbankan konvensional, ternyata berdampak pada meningkatnya inflasi. Begitu pula halnya dengan instrumen moneter seperti SBI.
Kesimpulan ini bersesuaian dengan hasil penelitian yang dilakukan Ascarya (2009) dan Rusydiana (2010). Menurutnya, instrumen suku bunga yang direpresentasikan dengan SBI, adalah determinan inflasi utama di Indonesia. Suku bunga adalah penyebab inflasi yang paling besar dibandingkan dengan variabel lain di dalam model.
Kamis, 25 Agustus 2016
Metode SFA untuk Pengukuran Tingkat Efisiensi Bank Syariah
SFA atau Stochastic Frontier Approach memiliki fungsi dan metode yang sama seperti DEA. Perbedaannya terletak pada cara menghitung batas efisiensi. Pada SFA batas efisiensi diplot dengan bantuan fungsi matematika dan membutuhkan asumsi yang pasti untuk membuat hubungan antara input dan output. Jika DEA tergolong metode pengukuran efisiensi nonparametrik, maka SFA masuk kategori parametrik.
Data yang digunakan adalah seluruh Bank Umum Syariah mulai periode 2012-2015. Data variabel independen dan dependen didapat dari laporan neraca dan laba rugi masing-masing bank. Sebagai variabel dependen (Y) adalah adalah Total Pendapatan. Sementara itu untuk variabel independen (X) yakni Total Pembiayaan (X1), Dana Pihak Ketiga (X2), Biaya Personalia (X3) dan Biaya administrasi-umum (X4).
Dalam metode SFA, terbagi 2 pendekatan utama: profit efficiency dan cost efficiency. Penelitian ini menggunakan pendekatan efisiensi profit. Pendekatan profit efficiency secara konsep ekonomi jauh lebih baik dibandingkan dengan pendekatan cost efficiency (Berger dan Mester (2007). Konsep efisiensi keuntungan lebih superior terhadap efisiensi biaya untuk mengevaluasi keseluruhan performance dari sebuah perusahaan dan menyarankan sebuah model efisiensi keuntungan. (Astiyah dan Husman (2005)).
Hasil temuan ditampilkan pada gambar di atas. Pada tahun terakhir (2015), 3 bank syariah tertinggi tingkat efisiensinya adalah: BNI Syariah (1.00), BSM (0.93) dan BRI Syariah (0.92). Hasil ini relatif sesuai dengan hasil pengukuran efisiensi dengan nonparametrik DEA. Sayangnya, metode pengukuran SFA relatif terbatas dari sisi output. Tidak ada rekomendasi berupa potential improvement ataupun bencmarking yang biasa muncul dalam penggunaan DEA.
Untuk memilih teknik analisis mana yang akan dipakai, peneliti harus memerhatikan faktor-faktor yang memengaruhinya, yaitu: (a) Nilai skala yang konstan/ variabel (constant or variable returns to scale), (b) Kekurangan data (data deficiencies) dan (c) Jumlah pengamatan.
Apabila peneliti menggunakan lebih dari satu teknik dalam waktu bersamaan maka tiap teknik yang digunakan untuk mengukur efisiensi terdapat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Jika semua teknik muncul dengan temuan yang sama maka pernyataan yang akan dibuat akan lebih dapat diandalkan.
Rabu, 24 Agustus 2016
Mengapa Tingkat Efisiensi Industri Perbankan Syariah Indonesia Relatif Rendah?
Tingkat kompetisi bank syariah vis a vis bank konvensional saat ini tergolong rendah. Efisiensi teknis maupun efisiensi skala bank syariah relatif tertinggal dibanding bank konvensional. Berbeda dengan kondisi di Malaysia. Bank syariah di Malaysia lebih mampu bersaing dengan industri perbankan konvensionalnya. Lantas mengapa hal itu terjadi? Kali ini, studi yang dilakukan SMART akan mencoba mengukur Total Potential Improvement perbankan syariah Indonesia dari perspektif industri.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonparametric Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan intermediasi. DEA adalah metode pengukuran efisiensi berbasis input output (Coelli (1998). Cooper et al (1999) dan Farrell (1957)).
Variabel output dari DMU terdiri dari Total Pembiayaan (Y1) dan Pendapatan Operasional (Y2), sementara variabel input terdiri dari Dana Pihak Ketiga (X1), Biaya Personalia (X2), dan Biaya Administrasi dan Umum (X3). Skor DEA akan diperoleh dari variabel-variabel ini, yang merupakan hasil pembagian antara faktor output dengan input (Charnes, Cooper dan Rhodes, 1978).
Penelitian ini menggunakan data sekunder tahun terakhir yakni tahun 2015 yang sudah dipublikasikan sebagai data pokok, seperti laporan keuangan, neraca, dan laporan arus kas. Data pokok tersebut dapat diperoleh dari publikasi yang diterbitkan oleh masing-masing bank syariah.
Total Potential Improvement digunakan untuk mengetahui faktor penyebab inefisiensi bank syariah dalam pengamatan ini. Gambar di bawah menunjukkan informasi total potential improvement yang dapat memberikan gambaran umum terkait inefisiensi bank syariah secara industri, bukan per bank.
Grafik total potential improvement menyebutkan bahwa secara industri, inefisiensi bank syariah berasal dari pendapatan operasional (64.53%). Agar mencapai efisiensi optimal, bank syariah perlu untuk meningkatkan output tersebut.
Selanjutnya, agar mencapai tingkat efisiensi yang lebih baik, bank syariah perlu meningkatkan jumlah pembiayaan sebesar 22.81%. Di samping itu, dari sisi input, perbankan syariah perlu melakukan efisiensi usaha dari sisi beban personalia sebesar 6.50% dan beban administrasi-umum sebesar 6.16%. Usaha-usaha ini penting untuk dilakukan agar tercapai tingkat efisiensi yang lebih optimal.
Selasa, 23 Agustus 2016
Pemetaan Efisiensi Sosial dan Finansial Bank Syariah
Lazimnya, pengukuran tingkat efisiensi bank syariah hanya menyentuh pada sisi efisiensi finansial, baik pendekatan produksi, intermediasi maupun pendekatan aset. Tapi bagaimanakah pengukuran performa bank syariah jika ditinjau dari perspektif efisiensi sosial? Lalu, manakah yang tergolong high financial efficiency sekaligus highsocial efficiency? SMART Consulting melalui desk RISK melakukan penelitian terkait hal ini.
Variabel input dan output untuk pengukuran efisiensi finansial adalah: DPK, Biaya Personalia dan Biaya Administrasi untuk variabel Input serta Pembiayaan dan Pendapatan Operasional untuk output. Sementara itu variabel input dan output untuk pengukuran efisiensi sosial adalah: DPK, Biaya Personalia dan Biaya Administrasi untuk variabel Input serta pembiayaan Kredit Usaha Kecil (KUK) dan dana sosial untuk output.
Bank Umum Syariah dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kuadran berdasarkan kategori tingkat efisiensi finansial dan efisiensi sosial, yakni high dan low . Kuadran 1 meliputi bank umum syariah yang memiliki tingkat efisiensi finansial dan sosial yang tinggi, sehingga dapat dianggap sebagai bank syariah terbaik dibanding kelompok kuadran lain.
Pada sisi lain, Kuadran 4 merupakan kelompok bank umum syariah dengan tingkat efisiensi yang rendah dan stabilitas nilai efisiensi yang tinggi. Kumpulan bank umum syariah pada kelompok ini dapat dianggap sebagai bank syariah yang memiliki tingkat efisiensi yang rendah dan relatif persisten tingkat efisiensinya. Artinya, cenderung tidak ada kenaikan pada tingkat efisiensi yang dicapainya.
Kuadran 1 mencakup BUS yang memiliki tingkat efisiensi yang tinggi, tapi di sisi lain mempunyai tingkat stabilitas efisiensi yang rendah. Kumpulan bank umum syariah pada kelompok ini dapat dianggap sebagai bank syariah dengan nilai efisiensi yang cukup tinggi namun relatif tidak stabil nilai efisiensinya. Artinya, tingginya nilai efisiensi bank syariah pada kuadran ini tidak secara persisten dicapai, namun terjadi fluktuasi (kenaikan dan penurunan) angka efisiensi.
Adapun kuadran 3 meliputi kelompok BUS yang memiliki tingkat efisiensi yang rendah, namun di sisi lain mempunyai nilai stabilitas tingkat efisiensi yang relatif tinggi. Kumpulan bank umum syariah pada kuadran 3 ini dapat dianggap sebagai bank syariah dengan nilai efisiensi yang relatif rendah dan fluktuatif nilai efisiensinya. Sisi baiknya adalah, kelompok bank syariah pada kuadran ini diharapkan mampu mencapai peningkatan tingkat efisiensi di masa mendatang.
Berikut di bawah ini adalah pembagian kelompok bank umum syariah (BUS) berdasarkan perhitungan tingkat efisiensi finansial yang dicapai pada sumbu y dan efisiensi sosialnya selama periode penelitian pada sumbu x.
Pada gambar di atas terlihat bahwa pada periode penelitian 2007-2015, terdapat 1 bank umum syariah yang berada pada kuadran 1, ada 3 bank syariah yang berada pada kuadran 2, dan 3 bank syariah yang masuk ke dalam kuadran 3. Sementara itu terdapat 4 bank umum syariah yang masuk kategori kuadran 4.
Senin, 22 Agustus 2016
Ibn Khaldun Text Analytics
Pada zaman kejayaannya, dunia Islam memiliki sederet pakar ekonomi yang telah mencurahkan pemikirannya untuk membangun peradaban Islam. Salah satunya adalah Ibnu Khaldun. Ekonom Muslim dari Tunisia ini bernama lengkap Waliyuddin Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadhrami al-Isybili, atau lebih dikenal dengan nama Abdurrahman bin Khaldun al-Hadrami. Beliau lahir di Tunis pada tahun 1332 M (732H), dan wafat di Kairo pada 1406 M (808H).
Ibn Khaldun dikenal sebagai sejarawan, ekonom, dan sosiolog besar dengan begitu banyak karya monumental dan menjadi rujukan para ilmuwan dunia, salah satunya adalah Muqaddimah. Seluruh bangunan teorinya tentang ilmu sosial, kebudayaan, dan sejarah termuat di dalamnya.
Sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee menyebutnya sebagai karya terbesar dalam filsafat sejarah yang pernah dibuat manusia sepanjang masa. Bahkan sejarawan Inggris lainnya mengatakan bahwa Plato maupun Aristoteles belum mencapai jenjang keilmuan setaraf Ibnu Khaldun.
Ibnu Khaldun tercatat sebagai ekonom pertama yang secara sistematis menganalisa fungsi ekonomi, pentingnya teknologi, dan perdagangan ke luar negeri (ekspor), sehingga negara bisa mendapatkan surplus ekonomi.
Beliau pun merumuskan bahwa pemerintah seharusnya memungut pajak yang rendah dan mendukung terciptanya lapangan kerja baru sebagai peningkatan produksi dan pendapatan, untuk mengatasi resesi ekonomi negara. Sungguh konsepnya masih kontekstual hingga saat ini.
Nah, saat ini SMART mencoba melakukan analisis terkait 50 literatur berkaitan dengan Ibn Khaldun dengan perspektif text mining. Text Mining adalah proses ekstraksi pola (informasi dan pengetahuan yang berguna) dari sejumlah besar sumber data tak terstruktur. Tujuan dari text mining adalah untuk mendapatkan informasi yang berguna dari sekumpulan dokumen.
Hasilnya menunjukkan bahwa pembahasan Ibn Khaldun didominasi oleh tema 'Business and Finance' (ekonomi) sebesar 80%. Tema kedua dan ketiga terbesar adalah terkait 'Law' dan tema 'Politic'. Tema-tema lain yang berhubungan dengan analisis Ibn Khaldun adalah 'Philosophy', 'Physic' dan 'Education'. Memang, Ibn Khaldun terkenal dengan tokoh muslim multitalenta, eklektik. Selain masyhur sebagai seorang ekonom dan sejarawan, ia juga sesungguhnya adalah seorang ulama yang alim.
Minggu, 21 Agustus 2016
Mengukur Tingkat Produktivitas Lembaga Zakat di Indonesia
Produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan produksi sebagai perbandingan antara output dengan input. Menurut Herjanto (2007), produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal. Dengan kata lain produktivitas memliliki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektivitas yang mengarah kepada pencapaian target berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya.
Meskipun berbasis sosial, namun dalam pengelolaannya organisasi pengelola zakat (OPZ) tetap perlu menjunjung tinggi profesionalitas, akuntabilitas dan prinsip transparansi. Termasuk dalam term ini adalah OPZ perlu beroperasi secara efektif, efisien serta produktivitas yang tinggi. Yang terbaru, dalam pengukuran efektifitas pengelolaan dana zakat, Baznas bekerjasama dengan Bank Indonesia menggagas konsep Zakah Core Principles (Beik et al, 2014). SMART Consulting tertarik untuk meneliti sejauh mana tingkat produktivitas lembaga zakat di Indonesia belakangan ini.
Untuk mengukur produktivitas lembaga zakat yang diobservasi, penelitian ini menggunakan analisis Malmquist Productivity Index (MPI). Indeks Malmquist secara spesifik melihat tingkat produktivitas masing-masing unit bisnis, dalam hal ini organisasi pengelola zakat, sehingga akan terlihat perubahan dari tingkat efisiensi dan teknologi yang digunakan berdasarkan input dan output yang telah ditetapkan. Indeks ini juga digunakan untuk menganalisis perubahan kinerja antarwaktu.
Indeks Malmquist pertama kali dibuat oleh Sten Malmquist pada 1953 untuk mengukur produktivitas. MPI berlandaskan pada konsep fungsi produksi (production function) yang mengukur fungsi produksi maksimum dengan batasan input yang sudah ditentukan. Dalam perhitungannya, indeks ini terdiri atas beberapa hasil yaitu: efficiency change (effch), technological change (techch), pure efficiency change (pech), economic scale change (sech) dan TFP change (tfpch).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 Organisasi Pengelola Zakat dari tahun 2012 hingga 2014. Empat OPZ ini adalah relatif terbesar dibanding OPZ lain. Mereka adalah: Baznas, PKPU, Rumah Zakat dan Dompet Dhuafa. Tahun 2014 adalah tahun terakhir observasi karena laporan tahun 2015 masih belum terpublikasi.
Variabel input dan output didapat dari laporan keuangan publikasi tahunan masing-masing OPZ. Tiga input dan dua output digunakan untuk mengukur efisiensi dan tingkat produktivitas. Sebagai variabel input adalah Beban SDM (X1), Beban Sosialisasi (X2) dan Beban Operasional (X3). Sementara itu untuk variabel output yaitu Dana Penerimaan Zakat (Y1) dan Dana Penyaluran Zakat (Y2).
Hasil yang diperoleh dari skor indeks produktivitas Malmquist (TFP Change) menunjukkan bahwa 3 OPZ mengalami peningkatan produktivitas dan 1 OPZ yang mengalami penurunan tingkat produktivitas selama periode observasi. Ketiga OPZ yang mengalami peningkatan adalah: Baznas (2.429), RZI (2.011) dan Dompet Dhuafa (1.938). Kondisi ini ditandai dengan skor 'TFP Change' lebih dari 1. Sementara PKPU menunjukkan tingkat produktivitas yang relatif menurun (0.864).
Pengukuran tingkat efisiensi dan produktivitas, tidak hanya perlu dilakukan oleh lembaga bisnis seperti perbankan dan LKS lain, tapi juga penting secara berkala dan konsisten dilakukan oleh lembaga social seperti OPZ. Hal ini bermanfaat dalam rangka evaluasi dan analisis yang lebih dalam sehingga penentuan arah kebijakan pengembangan zakat nasional lebih tepat dan konsisten.
Sabtu, 20 Agustus 2016
Riset Keuangan Mikro Syariah: Sebuah Studi atas 100 Literatur
Peran keuangan mikro syariah menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya pengentasan kemiskinan di negara-negara Islam yang notabene banyak berada dalam kategori negara berkembang. Beragam model institusi keuangan mikro syariah telah berkembang di berbagai negara, termasuk model BMT (Baytul Maal wat Tamwil) yang menjadi ciri khas Indonesia. SMART melalui desk khusus terkait riset keuangan mikro syariah yakni MicroThink, melakukan sebuah ‘literature study on islamic microfinance’.
Kajian dalam penelitian yang dilakukan memfokuskan pada eksplorasi terhadap 100 penelitian up to date terkait keuangan mikro syariah yang telah terpublikasi pada jurnal ilmiah. Ada beberapa isu yang hendak diketahui jawabannya. Umpamanya, berapa persentase riset terkait Islamic microfinance selama 5 tahun terakhir. Bagaimana jenis/tipe penelitian microfinance dan komposisinya. Bagaimana pendekatan penelitian tentang keuangan mikro syariah dikaitkan dengan penggunaan metode penelitian baik kuantitatif, kualitatif maupun mixed.
Penelitian ini menggunakan analisis statistika deskriptif berdasarkan 100 publikasi jurnal terkait Islamic microfinance, baik nasional maupun internasional. Seluruh sampel publikasi jurnal telah terpublikasi 5 tahun terakhir mulai tahun 2011 hingga 2015. Studi hanya memfokuskan secara spesifik terhadap tulisan jurnal bertema keuangan mikro.
Selanjutnya, setelah dilakukan review dan analisis, penelitian terkait keuangan mikro syariah ini dibagi ke dalam 4 (empat) kategori utama yaitu: 1).Manajemen, 2).Keuangan mikro syariah dan kemiskinan, 3).Institusional keuangan mikro serta 4).Syariah perspective. Termasuk ke dalam term institusional adalah kelembagaan, payung hukum dan regulasi tentang Islamic microfinance. Pengklasifikasian ini dibuat berdasarkan penelaahan isi, abstraksi dan keseluruhan penelitian secara umum. Meskipun tidak menutup kemungkinan terjadinya irisan-irisan kategori dan klasifikasi.
Dari publikasi jurnal 2011-2015 terpilih dalam pengamatan, subjek pembahasan terkait jurnal Islamic microfinance terbanyak yaitu mengenai institusi keuangan mikro syariah sebanyak 38%, kemudian diikuti oleh subjek pembahasan mengenai keuangan mikro syariah dan pengentasan kemiskinan 29%, manajemen Islamic microfinance sebesar 21% dan terakhir terkait Islamic microfinance dari perspektif syariah sejumlah 12%.
Selain itu, perbandingan metode penelitian kuantitatif masih lebih sedikit dibandingkan dengan pendekatan kualitatif. Hal ini menjadi potensi untuk meningkatkan penelitian tentang keuangan mikro syariah dengan menggunakan metode kuantitatif. Seperti kita ketahui, data-data penunjang terkait Islamic microfinance terutama di Indonesia, masih sangat minim. Misal, kita masih belum tahu secara presisif berapa jumlah BMT dan koperasi syariah saat ini yang masih eksis, berapa jumlah pembiayaan yang diberikannya, dan data-data penting lain yang terkait.
Selain riset terkait studi literatur ini, masih banyak hasil penelitian lain terkait keuangan mikro syariah yang telah dilakukan oleh MicroThink selama beberapa tahun ke belakang. Anda dapat mengaksesnya di alamat www.microthink-institute.b logspot.com.
Jumat, 19 Agustus 2016
Rasio FDR Bank Syariah Berdasarkan Wilayah
Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dengan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan.
Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank relatif illiquid Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya risiko yang harus ditanggung oleh bank yang bersangkutan. FDR yang tinggi relatif akan menekan CAR bank.
FDR yang terlampau tinggi berarti likuiditas bank kurang baik karena jumlah DPK tidak mampu menutup pembiayaan yang disalurkan sehingga bank harus menggunakan dana antarbank (call money) untuk menutup kekurangannya. Dana dari call money bersifat darurat, sehingga seyogianya bank tidak menggunakan dana semacam itu untuk membiayai kredit. Dana call money adalah untuk membiayai missmatch likuiditas jangka sangat pendek.
Sebaliknya, angka FDR yang rendah menunjukkan tingkat ekspansi pembiayaan yang rendah dibandingkan dengan dana yang diterimanya dan menunjukkan bahwa bank masih jauh dari maksimal dalam menjalankan fungsi intermediasi. FDR dapat juga digunakan untuk menilai strategi manajemen sebuah bank. Manajemen bank yang konservatif biasanya cenderung memiliki Financing to Deposit Ratio yang relatif rendah, sebaliknya manajemen bank yang agresif memiliki FDR yang tinggi atau melebihi batas toleransi.
Berdasarkan data paling update yang didapat dari Statistik Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, berikut ini adalah komposisi nilai rasio FDR bank umum syariah dan unit usaha syariah menurut masing-masing provinsi. Data ini adalah data akhir bulan Mei 2016.
Lima daerah dengan rasio FDR bank syariah tertinggi adalah: Sulawesi Utara (208%), Jambi (203%), Bali (199%), NTT (197%) dan Kepulauan Riau (191%). Sementara itu provinsi dengan rasio FDR bank syariah terendah adalah: Maluku (30%), Maluku Utara (50%), Papua Barat (53%), DI Yogyakarta (72%) dan DKI Jakarta (75%). Adapun rata-rata rasio FDR bank syariah berada di angka 124%. Rasio yang tergolong terlampau tinggi dibanding batas yang ditentukan.
Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari FDR suatu bank adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau menurut Kasmir (2003), batas aman untuk FDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110-115 %. FDR berfungsi sebagai indikator intermediasi perbankan.
Rabu, 17 Agustus 2016
Analisis Sentimen Antarwaktu Bank Syariah
Konsep tentang perasaan konsumen merujuk pada perkiraan umum konsumen terhadap pemasaran dan pasar. Bagi para pembuat keputusan yang berkaitan dengan pemasaran, mengikuti sentimen konsumen dapat memberikan indikasi awal tentang perilaku dan kekuatan pasar. Sentimen konsumen akan sangat berguna untuk mengukur keadaan pasar secara umum dan juga sebagai latar belakang untuk mengetahui secara lebih mendalam dan terperinci mengenai kebutuhan, keinginan, dan kepuasan konsumen.
Produsen harus memahami sisi psikografik konsumennya. Psikografis (psychographyc) merupakan konsep menyangkut kepuasan konsumen terkait dengan gaya hidup. Psikografis merupakan instrumen untuk mengukur gaya hidup yang memberikan pengukuran kuantitatif. Konsumen membeli barang dan jasa dapat dilandasi karena tiga hal yaitu kegiatan (activities), minat (interest), dan opini (opinion) disingkat dengan AIO. AIO akan mengarahkan konsumen untuk memilih dan membeli produk mana yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya sehingga kebutuhan dan keinginannya terpuaskan.
Salah satu analisis dalam konsep psikografis adalah analisis sentimen. Analisis sentimen adalah proses mengidentifikasi dan mengkategori opini/pendapat yang diungkapkan berupa teks. Analisis ini terutama untuk menentukan bagaimana sikap atas topik maupun produk tertentu, apakah positif, negatif ataupun netral.
Bank syariah, dalam beberapa tahun terakhir menghadapi tantangan yang cukup banyak. Baik yang bersifat mikro maupun makro. Selain karena usia yang ‘baru’ 25 tahun dari masa kelahirannya, bank syariah di Indonesia juga relatif berbeda dengan negara jiran, Malaysia. Salah satu perbedaan misalnya, perspektif pengembangan bank syariah di Indonesia lebih bersifat ‘bottom up’ dibanding Malaysia yang ‘top down’.
Kali ini SMART mencoba melakukan analisis sentimen atas bank syariah dari waktu ke waktu. Sumber data teks adalah pemberitaan media terkait perkembangan bank syariah di Indonesia sejak 2012 hingga 2016. Setiap tahun diambil 35 dokumen pemberitaan sehingga total ada 175 dokumen.
Hasilnya terlihat seperti dalam gambar. Ada beberapa temuan menarik. Pertama, mulai 2012 hingga 2014, sentimen positif atas bank syariah mengalami kenaikan. Sebaliknya, sentimen negatif berangsur menurun. Demikian pula kategori sentimen yang netral. Periode ini menjadi masa yang baik dalam konteks peningkatan persepsi dan sentimen publik atas bank syariah.
Kedua, mulai tahun 2014 hingga 2016 ini, kondisi sentimen atas perbankan syariah justru mengalami penurunan. Jika pada tahun 2014 nilai sentimen positif adalah 83%, pada 2015 nilainya menjadi 54% dan 2016 menjadi hanya 49%. Berkebalikan dengan itu, sentimen negatif atas bank syariah malah meningkat. Jika pada 2014 nilainya hanya 3%, pada tahun selanjutnya meningkat menjadi 9% (2015) dan 26% (2016).
Saat ini, bank syariah menghadapi tantangan cukup berat. Bukan hanya dari eksternal, tapi juga kalangan ‘internal’. Imbas kelesuan kondisi bisnis-ekonomi tahun 2014-2015 direspon lebih lambat dan baru terasa saat ini oleh industri perbankan. Ada time lag. Selain itu, persepsi bahwa ‘bank syariah sama saja dengan bank konvensional’ menjadi alasan krusial lain. Edukasi terhadap publik memang belum sepenuhnya berhasil. Para stakeholder perbankan syariah perlu berpikir keras untuk menyusun strategi marketing dan sosialisasi agar lebih mampu direspon positif oleh pasar.
Langganan:
Postingan (Atom)