ABSTRAK
LKMS merupakan lembaga keuangan yang
berorientasi pada upaya peningkatan kesejahteraan anggota dan masyarakat. Lahirnya lembaga keuangan mikro syariah di
Indonesia merupakan salah satu
jawaban melihat perkembangan perbankan syariah yang masih terpusat kepada masyarakat
menengah ke atas. Faktanya, LKMS telah tumbuh menjadi
alternatif pemulihan
kondisi perekonomian di Indonesia, khususnya sebagai partner
para pengusaha kecil dalam penyediaan modal.
Walaupun tumbuh dengan pesat, namun LKMS masih mengalami banyak kendala dalam
pengembangannya. Masih
banyak permasalahan yang dihadapi oleh institusi ini baik dari sisi internal maupun eksternal. Penelitian ini
mencoba untuk mengidentifikasi penyebab serta faktor-faktor yang dominan
menjadi hambatan dalam pengembangan LKMS di Indonesia, dengan pendekatan metode
BOCR Analytic Network Process (ANP), termasuk
solusi strategis yang diusulkan.
Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif
aspek menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas,
selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan menghasilkan
urutan prioritas 1) Pembinaan/ sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi
prioritas utama, selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi
strategis, 4) kerjasama dengan LKS lainnya, dan 5) menjadikan elemen eksternal
sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.
Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di
Indonesia terdiri dari:
1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi
dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah.
Keywords : Lembaga Keuangan Mikro
Syariah, BMT, ANP-BOCR
I.
PENDAHULUAN
Lembaga Keuangan
Mikro Syariah
merupakan kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang
berupaya mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar
prinsip syariah. Keberadaan LKMS dengan jumlah
yang signifikan pada beberapa daerah di Indonesia tidak didukung oleh
faktor-faktor pendukung yang memungkinkan LKMS
untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan
menunjukkan banyak LKMS yang tenggelam
dan bubar.
Dengan melihat fenomena di atas, perkembangan LKMS
dipandang belum sepenuhnya mampu menjawab problem real ekonomi yang ada di
kalangan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, belum
memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, menyangkut
manajemen sumber daya manusia dan pengembangan budaya serta jiwa wirausaha
(entrepreneurship) bangsa kita yang masih lemah, permodalan (dana) yang relatif
kecil dan terbatas, adanya ambivalensi antara konsep syariah pengelolaan LKMS dengan operasionalisasi di lapangan, tingkat
kepercayaan yang masih rendah dari umat Islam dan secara akademik belum
terumuskan dengan sempurna untuk mengembangkan lembaga keuangan syariah dengan
cara sistematis dan proporsional. Kompleksitas persoalan tersebut menimbulkan
dampak terhadap kepercayaan masyarakat tentang keberadaan LKMS diantara lembaga keuangan konvensional.
Padahal bila dilihat dari latar belakang berdirinya,
LKMS merupakan jawaban terhadap tuntutan dan kebutuhan
kalangan umat Muslim. Kehadiran LKMS muncul di saat
umat Islam mengharapkan adanya lembaga keuangan yeng berbasis syariah dan bebas
dari unsur riba yang dinyatakan haram. Jika melihat data, pertumbuhan LKMS di Indonesia (termasuk di dalamnya BMT) terus meningkat dengan pesat, Menurut Suharto, perkembangan BMT tahun
2010 tumbuh rata-rata dari sisi aset dalam kisaran 35% - 40%, financing to deposit ratio (dana yang
disalurkan) juga masih sekitar 100%[3]. Hal ini
membuktikan bahwa LKMS dapat diterima oleh masyarakat sebagai lembaga yang dapat memberdayakan
masyarakat kecil.
Eksistensi lembaga keuangan mikro syariah
jelas memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi berwawasan syariah
terutama dalam memberikan solusi bagi pemberdayaan usaha kecil dan menengah
serta menjadi inti kekuatan ekonomi yang berbasis kerakyatan dan sekaligus
menjadi penyangga utama sistem perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan
peranan LKMS sangat berarti bagi masyarakat karena ia merupakan suatu lembaga mikro syariah yang mampu
memecahkan permasalahan fundamental yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan
menengah khususnya di bidang permodalan. LKMS
tidak hanya befungsi dalam penyaluran modal tetapi juga berfungsi untuk
menangani kegiatan sosial.
Dilihat secara konsepsi, LKMS
merupakan suatu lembaga yang eksistensinya sangat dibutuhkan masyarakat
terutama kalangan mikro. Akan tetapi di sisi lain yaitu dalam bidang
operasionalnya masih memiliki banyak kelemahan. Maka
problematika tersebut harus dapat diatasi dengan baik agar mampu mewujudkan
terciptanya citra positif bagi lembaga keuangan mikro syariah yang bersih serta
dipercaya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang
telah diungkapkan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian
ini adalah: apa sajakah masalah-masalah yang dihadapi oleh institusi lembaga
keuangan mikro syariah di Indonesia? Apa saja
solusi yang tepat? Bagaimana strategi yang harus diterapkan dalam kerangka
strategis jangka panjang? Dengan pendekatan metode Analytic Network Process (ANP) jaringan Benefit Opportunity Cost Risk
(BOCR), beberapa pertanyaan tersebut akan coba dijawab dan dicarikan
solusinya.
II. LANDASAN TEORI
2.1. Konsep
Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga keuangan
yang bekerja menurut konsep syariah dengan prinsip profit lost sharing sebagai metode utama. Struktur
lembaga keuangan syariah dikelompokkan menjadi bank umum syariah, BPR syariah,
asuransi syariah dan Baitul mal wa tamwil. Adapun yang disebutkan di atas
mempunyai produk dan pangsa pasar yang berbeda. Namun dari segi prinsip dan
instrumen yang digunakan lembaga keuangan syariah yang telah disebutkan di atas
tidak mempunyai perbedaan yang cukup mendasar hanya pada area wilayah operasionalnya saja.
Prinsip keuangan syariah memiliki aplikasi yang luas
dalam suatu sitem perekonomian yang tidak hanya terfokus dalam sistem bagi
hasil (profit sharing), tetapi juga secara sempurna menanamkan suatu kode etik
(moral, sosial dan agama) dalam mempromosikan suatu keadilan dan kesejahtern
bagi masyarakat luas. Tidak ada perbedaan prinsip diantara lembaga-lembaga
keuangan syariah (Asuransi, Bank dan BMT), karena secara umum lembaga-lembaga
ini mengutamakan hubungan kemitraan (mutual investor relationship) yang berbasis
utama skim bagi hasil.
Secara sederhana prinsip-prinsip lembaga keuangan
syariah dalam menjalankan usahanya terdiri atas :
1. Pelarangan terhadap (suku bunga)
2. Karena dilarangnya sistem bunga,
maka penyedia dana menjadi investor. Sehingga terdapat faktor uncertainty dalam
bisnis maka Penyedia dana dan pengusaha harus membagi resiko bisnis dan juga
tingkat pengembalian yang disepakati.
3. Uang bukan sebagai modal tetapi akan
menjadi modal jika sudah dipindahtangankan/tukar dengan sumberdaya untuk
melaksanakan aktivitas yang produktif sehingga uang disini diartikan sebagai
konsep yang mengalir (flow concept).
4. Pelarangan terhadap perilaku spekulasi
5. Prinsip ta’awun (tolong-menolong)
yaitu prinsip saling membantu sesama dalam meningkatkan taraf hidup melalui
mekanisme kerja sama ekonomi dan bisnis.
6. Prinsip tijaroh (bisnis) yaitu
prinsip mencari laba dengan cara yang dibenarkan oleh syariah. Lembaga keuangan
Islam harus dikelola secara profesional, sehingga dapat mencapai prinsip
efektif dan efisien[4].
7. Di samping sebagai lembaga bisnis,
lembaga keuangan syariah juga menjalankan fungsi sebagai lembaga sosial.
2.2. Konsep
Dasar Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan dan pembiayaan yang
didirikan dan dimiliki bersama oleh warga masyarakat baik yang terhimpun dalam
warga masyarakat, untuk memecahkan masalah/kendala permodalan dan kebutuhan
dana yang dihadapi para anggotanya. LKM secara umum
bertujuan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan usaha ekonomi ummat, dan
masyarakat pada umumnya.
Sedangkan secara khusus LKM bertujuan : 1). Memecahkan bersama kebutuhan modal yang
dihadapi warga, selaku pengusaha mikro/kecil sebagai bagian dari pelaku ekonomi
negeri ini. 2). Membantu
memecahkan kebutuhan modal bagi unit usaha unggulan yang dijalankan oleh
anggota dan masyarakat. 3). Membantu
memecahkan kebutuhan dana mendesak yang seringkali dihadapi warga, sehingga
dapat menghindarkan mereka dari rentenir yang menjerat dengan bunga tinggi.
Adapun LKMS adalah lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk
tabungan (simpanan) maupun deposito dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah melalui
mekanisme yang lazim dalam dunia perbankan[5].
Sehingga secara konsepsi LKMS adalah suatu
lembaga yang di dalamnya mencakup dua jenis kegiatan sekaligus
yaitu: 1) Kegiatan mengumpulkan dana dari berbagai sumber seperti: zakat, infaq
dan shodaqoh serta lainya yang dibagikan/disalurkan kepada yang berhak dalam rangka
mengatasi kemiskinan, dan 2) Kegiatan produktif dalam rangka nilai tambah baru
dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang bersumber daya manusia.
LKMS merupakan
kelompok swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dengan berdasar prinsip
syariah untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil dalam upaya
pengentasan kemiskinan. Berdasarkan
definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa LKMS adalah Suatu lembaga keuangan mikro yang
menggabungkan unsur profit motive dan unsur nirlaba (sosial) dalam kegiatan
usahanya yang dijalankan sesuai dengan ketentuan syariah.
Sifat usaha LKMS
yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan supaya pengelolaan LKMS dapat dijalankan secara profesional, sehingga
mencapai tingkat efisiensi tertinggi. Dari sinilah LKMS akan mampu memberikan bagi hasil yang kompetitif
kepada deposannya serta mampu meningkatkan kesejahteraan para pengelolahnya sejajar
dengan lembaga lainnya. Sedangkan aspek sosial LKMS
berorientasi pada peningkatan kehidupan anggota dan masyarakat sekitar yang membutuhkan[6].
2.3. Prinsip
Utama Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
Teori pelaksanaan usaha LKMS
berpegang teguh pada prinsip utama sebagai berikut :
1. Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT dengan mengimplementasikan pada prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah islam
ke dalam kehidupan nyata.
2. Keterpaduan, yakni nilai-nilai
spritual dan moral menggerakkan etika bisnis yang dinamis, proaktif, progresif,
adil dan berakhlaq mulia.
3. Kekeluargaan, yakni mengutamakan
kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Semua pengelolah pada setiap
tingkatan, pengurus dengan semua lininya serta anggota, dibangun rasa
kekeluargaan, sehingga akan tumbuh rasa saling melindungi dan menanggung.
4. Kebersamaan, yakni kesatuan pola
pikir, sikap dan cita-cita antar semua elemen LKMS. Antara pengelola dan
pengurus harus memiliki satu visi dan bersama-sama anggota untuk memperbaiki
kondisi ekonomi dan sosial.
5. Kemandirian, yakni mandiri di atas
semua golongan politik. Mandiri juga berarti tidak tergantung dengan dana-dana
pinjaman dan ”bantuan” tetapi senantiasa proaktif menggalang dana masyarakat
sebanyak-banyaknya.
6. Profesionalisme, yakni semangat
kerja yang tinggi, yakni dilandasi dengan dasar keimanan. Kerja yang tidak
hanya berorientasi pada kehidupan dunia saja, tetapi juga kenikmatan dan
kepuasan ruhani dan akhirat. Kerja keras dan cerdas yang dilandasi dengan bekal
pengetahuan yang cukup, keterampilan yang terus ditingkatkan serta niat dan
ghirah yang kuat. Semua itu dikenal dengan kecerdasan emosional, spritual dan
intelektual. Sikap profesionalisme dibangun dengan semangat untuk terus belajar
demi mencapai tingkat standar kerja yang tertinggi.
7. Istiqomah, konsisten, konsekuen,
kontinuitas/berkelanjutan tanpa henti dan tanpa pernah putus asa. Setelah
mencapai suatu tahap, maka maju lagi ke tahap berikutnya dan hanya kepada Allah
SWT kita berharap[7].
2.4. Manajemen LKMS
Sebagai lembaga keuangan yang dikelola secara professional, maka LKMS tidak bisa dikelola dengan bekal semangat saja. Aspek ekonomi dan
manajemen keuangannya harus dikuasai secara maksimal. Manajemen LKMS harus bisa mengikuti perkembangan teknologi yang ada di lingkungannya
sehingga tidak ketinggalan zaman yang menyebabkan berkurangnya minat nasabah untuk
bergabung. Inovasi produk terus ditingkatkan dalam rangka merebut pasar.
Secara garis besar fungsi manajemen dibedakan menjadi empat yakni: planning (perencanaan), actuating
(pelaksanaan), organizing (pengorganisasian)
dan controlling (pengontrolan).
a. Perencanaan (planning)
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan, yaitu SMART. Specific: perencanaan yang dibuat
harus jelas maksud dan ruang lingkupnya. Measurable : program kerja atau
rencana harus dapat diukur tingkat keberhasilannya. Achievable artinya dapat
dicapai. Jadi bukan anggan-angan. Realistic : sesuai dengan kemampuan
dan sumber daya yang ada, tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sulit tapi
tetap ada tantangan. Time artinya ada batas waktu yang jelas sehingga mudah dinilai dan dievaluasi.
b. Pengorganisasian
(organizing)
Pengorganisasian dilakukan agar tujuan yang kita
inginkan dapat tercapai, pengorganisasian dalam perusahaan terlihat dari
struktur organisasi perusahaan, yang kemudian dipecah menjadi berbagai jabatan
yang kemudian menjalankan tugas masing-masing.
c. Pelaksanaan (actuating)
Perencanaan dan pengorganisasian yang baik tidak
akan berarti tanpa adanya pelaksanaan kerja. Oleh karena itu perencanaan dan
pengorganisasian harus diikuti oleh pelaksanaan dengan kerja keras, kecerdasan
dan kerjasama. Pelaksanaan harus seuai dengan perencanaan yang telah disusun
kecuali jika ada hal-hal yang perlu di sesuaikan.
d. Pengontrolan
(controlling)
Agar pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan
visi,misi dan program kerja maka harus dilakukan pengontrolan. Baik dalam
suvervisi, pengawasan, inpeksi dan audit. Sehingga penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dapat diawasi dengan baik, dan dapat dilakukan koreksi untuk masa
yang akan datang yang lebih baik.
Fungsi manajemen ini
bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, menjaga keseimbangan antara
tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai tingkat efektifitas
dan efisiensi. Manajemen secara umum merupakan bagian dari kegiatan ibadah jika
diniatkan untuk mencapai keridhaan Allah. Islam secara rinci mengatur kehidupan
manusia termasuk tentang aktivitas
manajemen, walaupun tidak seperti ilmu manajemen sekarang yang berkembang.
Namun islam memiliki aturan dasar yang dapat dijadikan pijakan dalam merumuskan
sistem manajemen yang disebut manajemen syariah atau islami. Beberapa prinsip
atau kaidah teknik manajemen yang ada relevansinya dengan kaidah islam adalah
prinsip amar ma’ruf dan nahi munkar, kewajiban menyampaikan amanah, kewajiban
menegakan kebenaran, dan kewajiban menegakan keadilan. Jika prinsip ini
diterapkan dengan baik oleh manajemen LKMS, maka tujuannya akan tercapai.
2.5. Penelitian
Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Bilqis[8]
tentang alternatif penyelesaian pembiayaan bermasalah pada Lembaga Keuangan
Mikro Syariah dalam hal ini adalah Baitul Maal wa Tamwil Maslahah Mursalah lil
Ummah (BMT MMU) cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur
dijelaskan bahwa ditemukan beberapa akar permasalahan mengenai pembiayaan pada
BMT tersebut sehingga diperlukan tindakan solutif yang harus diambil.
Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa
pembiayaan bermasalah adalah suatu kondisi ketika nasabah yang mendapatkan
pembiayaan dari BMT tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan kesepakatan yang
telah ditentukan. Persoalan lain muncul terkait dengan pembiayaan bermasalah
ini adalah tidak adanya hak bagi BMT untuk melakukan penyitaan atau perampasan
terhadap barang yang dijadikan agunan pada pembiayaan yang bermasalah, tanpa
persetujuan dari pemilik sebagaimana yang bisa diakukan oleh bank konvensional.
Hal ini dikarenakan penyitaan secara paksa bertentangan dengan tata cara
muamalah berdasarkan syirkah. Lebih lanjut penelitian tersebut menawarkan
solusi yaitu tata cara muamalah syirkah yang tidak diperbolehkan adalah
perampasan agunan tetapi pengamanan dan penjualan agunan diperbolehkan atas
kesepakatan bersama, sehingga harapannya akad lebih tegas dan jelas pada saat
pertama nasabah mengajukan pembiayaan.
Berbeda dengan
di atas, Susilo dalam penelitiannya[9] mencoba
merumuskan strategi yang dapat dilakukan oleh BPRS dalam pengembangan Usaha
Kredit bagi UMK. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman), merumuskan
strategi pengembangan berdasarkan faktor eksternal dan internal, serta
menentukan prioritas strategi pengembangan bagi PT. BPRS Amanah Ummah.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor utama yang menjadi kekuatan BPRS PT Amanah Ummah adalah posisi dan
strategi yaitu dekat dengan nasabah, sedangkan yang menjadi kelemahannya adalah
terbatasnya kualitas sumber daya insani, yang menjadi peluang adalah potensi
pangsa pasar umat islam yang terletak di lingkungan pesantren, sedangkan yang
menjadi ancaman bagi BPRS adalah banyaknya pesaing dalam usaha kecil menengah.
Dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa lokasi strategis, pangsa pasar,
kualitas sumber daya insani dan jumlah para pesaing menjadi faktor pengembangan BPRS. Hal ini dapat juga kita kaitkan dengan lembaga BMT yang
merupakan bagian dari lembaga keuangan mikro. Oleh karena itu, dalam
pengembangan BMT keempat hal tersebut harus diperhatikan dan ditangani dengan
baik.
Dalam tempat
lain, Muhar menganalisis peran lembaga keuangan mikro
bagi masyarakat kecil serta strategi yang dilakukan dalam pengembangan LKM[10]. Hasil
penelitian menunjukan bahwa lembaga keuangan mikro mampu memberikan pembiayaan
kepada usaha mikro, sehingga dapat meningkatkan permodalan usaha mikro
tersebut. Namun, potensi ini belum dapat dimanfaatkan dengan optimal karena
masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan mikro antara
lain aspek kelembagaan yang tumpang tindih, kekurangan sumber daya dalam
pengelolaan LKM serta kurangnya permodalan LKM sendiri. Dalam jurnal ini
peneliti memberikan solusi dengan upaya menguatkan RUU tentang kelembagaan LKM.
serta komitmen pemerintah terhadap keterkaitan UKM dengan pengembangan lembaga
keuangan mikro.
Penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada
tahun 2003 dengan judul Penerimaan Masyarakat atas keberadaan BMT MUI dilihat
dari perilaku anggotanya di Sleman Yogyakarta[11],
dengan jumlah respondennya 80 orang menyebutkan bahwa masyarakat mengenal BMT
(37 orang) berasal dari BMT langsung, 2 orang dari koran atau selebaran dan
promosi, 22 orang dari teman dan 4 orang dari saudara. Lebih dari Sekitar 47%
responden menyatakan setuju dengan visi dan Misi BMT, 38% yang lain menyatakan
setuju. Terhadap prinsip menghindari riba, 43,75% sangat setuju dan 45% setuju;
terhadap sistem jual beli dan bagi hasil, 45% menyatakan sangat setuju, 37,5%
menyatakan setuju. Terhadap produk BMT, 27,5% menyatakan sangat setuju, 48, 75%
setuju. Artinya rata-rata responden setuju.
Siswanto dalam penelitiannya yang berjudul “Strategi Pengembangan Baitul Maal Wattamwil (BMT)
Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah“ dengan tujuan penelitian untuk
mengidentifikasi dan menganalisis model BMT yang dapat memberdayakan usaha
kecil, serta dapat menemukan strategi dan upaya agar BMT mampu memberdayakan
Usaha Kecil Menengah[12].
Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Deskriptif dengan teknik analisis analisa isi tema dari data literatur dan penelitian sebelumnya terkait
penelitiannya. Penelitian ini mencoba menganalisa kelemahan dan pengembangan
kelebihan dari lembaga BMT dengan menggunakan teknik SWOT, kemudian dilanjutkan
dengan mengemukakan solusi dan strategi dalam pengembangan BMT. Diantara
kelemahan BMT adalah terdiri dari a) faktor eksternal (tingkat kompetisi dengan
pesaing, koloborasi atau kerja sama dengan lembaga keuangan, kebijakan
pemerintah serta faktor eksternal yang lain seperti LSM). b). faktor internal (produk
program pembiayaan dan tabungan, kompetensi manajemen serta pengelolaan
keuangan). Solusi yang ditawarkan terkait dengan permasalahan tersebut, a)
harus memfokuskan diri pada visi dan penciptaan image yang positif bagi masyarakat, prospek bisnis, kapasitas
manajemen, sistem teknologi, operasional dan resiko.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini,
data yang digunakan merupakan data primer yang didapat dari hasil wawancara (indepth
interview) dengan dengan pakar dan praktisi, yang memiliki pemahaman
tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada
pertemuan kedua dengan responden.
3.2. Populasi dan Sampel
Pemilihan responden pada penelitian dilakukan
dengan mempertimbangkan pemahaman responden terhadap permasalahan dalam
pengembangan LKMS di Indonesia. Jumlah responden dalam penelitian ini terdiri dari tiga orang pakar dan praktisi dengan pertimbangan berkompeten. Syarat
responden yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah orang-orang
yang menguasai atau ahli di bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih
dalam survey ini adalah para pakar/peneliti ekonomi Islam dan praktisi yang
berkecimpung dalam lembaga
keuangan mikro syariah.
3.3 Metodologi
Penelitian
ini merupakan penelitian analisis kualitatif-kuantitatif dimana bertujuan untuk
menangkap suatu nilai atau pandangan yang diwakili para pakar dan praktisi
syariah tentang LKMS di Indonesia. Alat analisis yang digunakan adalah metode ANP pendekatan jaringan
Benefit Opportunity Cost Risk (BOCR) dan diolah
dengan menggunakan software “Super
Decision” serta Ms Excel.
3.3.1 Gambaran
Umum Metode ANP
Analytic
Network Process (ANP) merupakan teori matematis yang mampu
menganalisa pengaruh dengan pendekatan asumsi-asumsi untuk menyelasaikan bentuk
permasalahan. Metode ini digunakan dalam bentuk penyelesaian dengan
pertimbangan atas penyesuaian kompleksitas masalah secara penguraian sintesis
disertai adanya skala prioritas yang menghasilkan pengaruh prioritas terbesar.
ANP juga mampu menjelaskan model faktor-faktor
dependence serta feedback nya secara
sistematik. Pengambilan keputusan dalam aplikasi ANP yaitu dengan melakukan
pertimbangan dan validasi atas pengalaman empirical. Struktur jaringan yang
digunakan yaitu benefit, opportunities,
cost and risk (BOCR) membuat metode ini memungkinkan untuk
mengidentifikasi, mengklasifikasi dan menyusun semua faktor yang mempengaruhi
output atau keputusan yang dihasilkan[13].
3.3.2 Landasan ANP
ANP memiliki empat aksioma yang menjadi landasan
teori, antara lain[14]:
1. Resiprokal; aksioma ini menyatakan bahwa jika PC (EA,EB) adalah
nilai pembandingan pasangan dari elemen A dan B, dilihat dari elemen induknya
C, yang menunjukkan berapa kali lebih banyak elemen A memiliki apa yang
dimiliki elemen B, maka PC (EB,EA) = 1/ Pc (EA,EB). Misalkan, jika A
lima kali lebih besar dari B, maka B besarnya 1/5 dari besar A.
2.
Homogenitas; menyatakan
bahwa elemen-elemen yang dibandingkan dalam struktur kerangka ANP sebaiknya
tidak memiliki perbedaan terlalu besar, yang dapat menyebabkan lebih besarnya
kesalahan dalam menentukan penilaian
elemen pendukung yang mempengaruhi keputusan.
Tabel 3.1 Definisi Skala Penilaian dan Skala
Numerik
Definition
|
Intensity of Importance
|
Equal
Importance
|
1
|
Weak
|
2
|
Moderate
importance
|
3
|
Moderate plus
|
4
|
Strong
importance
|
5
|
Strong Plus
|
6
|
Very strong
or demonstrated importance
|
7
|
Very,very strong
|
8
|
Extreme
importance
|
9
|
Sumber : Saaty, 2006
3. Prioritas; yaitu
pembobotan secara absolut dengan menggunakan skala interval [0.1] dan sebagai
ukuran dominasi relatif.
4. Dependence condition;
diasumsikan bahwa susunan dapat dikomposisikan ke dalam komponen-komponen yang
membentuk bagian berupa cluster.
3.3.3
Tahapan Penelitian
Tahapan
pada metode ANP antara lain:
Sumber: (Ascarya, 2010)
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
1. Konstruksi Model
Konstruksi model ANP disusun berdasarkan literature review secara teori maupun
empiris dan memberikan pertanyaan pada pakar dan praktisi LKMS serta melalui indepth
interview untuk mengkaji informasi secara lebih dalam untuk memperoleh
permasalahan yang sebenarnya.
2.
Kuantifikasi Model
Tahap kuantifikasi model menggunakan pertanyaan
dalam kuesioner ANP berupa pairwise comparison (pembandingan pasangan)
antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana diantara keduanya yang
lebih besar pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya melalui skala numerik 1-9. Data
hasil penilaian kemudian dikumpulkan dan diinput melalui software super
decision untuk diproses sehingga menghasilkan output berbentuk supermatriks.
Hasil dari setiap responden akan diinput pada jaringan ANP tersendiri[15].
IV. ANALISIS DAN
PEMBAHASAN
4.1 Dekomposisi
4.1.1 Identifikasi
Masalah
Permasalahan dalam
hal pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di Indonesia dapat
dibagi menjadi 4 aspek yang terdiri dari aspek sumber daya manusia (SDM),
Teknikal, Legal/Struktural dan aspek Pasar/Komunal. Cluster-cluster
secara keseluruhan dikelompokkan menjadi cluster problem, solusi dan strategi.
Permasalahan pada model ini juga menggunakan analisa Benefit, Opportunities,
Cost, dan Risk (BOCR) sebagai analisa strategis.
Berdasarkan
kondisi, permasalahan dan tujuan dari penguraian masalah pengembangan LKMS di
Indonesia maka ditentukan beberapa aspek, solusi, dan strategi pengembangan
LKMS di Indonesia, yaitu:
a. Aspek
Masalah
pengembangan LKMS di Indonesia berdasarkan hasil wawancara kepada para pakar
dan praktisi disertai dengan kajian literature maka diperoleh 4 aspek utama,
yaitu:
1)
Sumber Daya
Manusia (SDM):
banyak yang hal yang menjadi pertimbangan kenapa aspek SDM dijadikan salah satu
aspek utama dalam mengurai masalah pengembangan LKMS di Indonesia. Pertama
dapat terlihat masih lemahnya
pemahaman praktisi LKMS, baik sisi pengembangan bisnis (ke-LKMS-an) maupun sisi
syariah.
Pengurus LKMS masih banyak yang belum memahami tentang prinsip-prinsip syariah dan prinsip pengelolaan
usaha yang baik dan benar. Dengan kata lain
belum terpenuhinya sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi
syariah, sehingga dalam praktiknya LKMS seringkali menyimpang dari
prinsip syariah. Disamping itu masalah SDM juga dihadapi
oleh adanya Supply
oriented. Praktisi hanya bisa menjelaskan
apa yang mereka tahu tetapi tidak bisa menjawab apa yang ditanyakan oleh
masyarakat. Belum
memadainya sumber daya manusia yang terdidik dan profesional, terutama teknis
manajerial juga menjadi masalah SDM dalam kasus ini. Secara umum
sumber daya insani yang dimiliki LKMS di Indonesia relatif belum professional
layaknya lembaga keuangan seperti bank ataupun BPRS.
2)
Technical
Secara teknikal terdapat beberapa
masalah yang menjadi Kendala dalam pengembangan LKMS diantaranya validitas
data ke-BMT-an tidak ada data yang update
dan terstruktur. Padahal hal tersebut sangat penting untuk membuat proposal sponsorship
potensial dari pihak- pihak terkait. Kurang memadainya
fasilitas/infrastruktur Teknologi Informasi (IT), padahal hal tersebut
merupakan salah satu prasyarat penting sebuah lembaga keuangan.
3)
Legal/Struktural
Masalah
legalitas formal, LKMS
yang berkembang di Indonesia tidak didukung dengan ketentuan hukum dan sistem
pengawasan atau pembinaan yang memadai. Masalah dukungan hukum ini menjadi
penting mengingat bahwa LKMS adalah lembaga yang mengurus dan mengelola dana
masyarakat. LKMS juga dihadapkan dengan masalah
pengawasan dan pembinaan yang lemah, tidak seperti lembaga perbankan pada
umumnya (Bank Umum dan BPR yang disupervisi oleh Bank Indonesia).
4)
Pasar/Komunal
Salah satu
permasalahan yang masuk dalam bagian ini adalah masalah persaingan, baik persaingan
antar LKMS sendiri maupun dengan lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi pada
praktiknya, persaingan yang paling ketat adalah antara LKMS dengan perbankan
syariah yang juga menyediakan layanan mikro. Masalah pada tingkat kepercayaan
adalah kurangnya minat masyarakat dalam menyimpan dana di LKMS karena rasa
tidak percaya kepada LKMS. Bahkan, kebanyakan masyarakat masih belum mengenal LKMS,
mereka lebih mengenal Bank keliling, koperasi, atau lembaga keuangan konvensional
lainnya.
b. Solusi
Solusi
yang ditawarkan terhadap masalah yang diurai diatas diantaranya adalah:
1) Melakukan
inovasi produk. Agar LKMS mampu bersaing dengan lembaga keuangan mikro
konvensional yang telah ada lebih dahulu, maka tentunya LKMS mampu
menyeimbangkan produk-produk LKM konvensional. Penetapan produk tentunya
berdasarkan analisa akan kebutuhan pasar. LKMS harus mampu membaca kebutuhan
nasabah saat ini sehingga ada banyak alternatif yang dapat dipilih oleh nasabah
terkait produk simpanan maupun pembiayaan yang ditawarkan.
2) Kerjasama
dengan LKMS lainnya. Melakukan kerjasama dengan LKMS lainnya penting sekali
bagi LKMS terutama LKMS yang memiliki modal rendah. Hal ini tentunya dengan
tujuan agar LKMS dapat berkembang lebih cepat, mengingat kebutuhan pasar akan
lembaga keuangan sejenis juga semakin besar.
3) Lokasi
Strategis
Penempatan
lokasi yang tepat dan strategis merupakan salah satu faktor yang dapat
menentukan perkembangan LKMS. Sudah menjadi ketentuan baku dalam sebuah bisnis
bahwa semakin strategis tempat/lokasi maka akan semakin besar peluang pasar
tercipta. Tentunya penempatan lokasi ini juga perlu dipertimbangkan dengan
masak mengingat segmentasi untuk LKMS adalah para pengusaha mikro/kecil
menengah yang hanya sebagian kecil saja mampu menggapai akses kota dengan
mudah.
4) Menjadikan
elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi
LKMS
merupakan lembaga keuangan dengan segmen usaha kecil menengah sedianya
merangkul banyak kalangan terutama organisasi sosial dan pemerintahan setempat.
Wujud sinergi yang dibangun tidak hanya internal LKMS saja akan tetapi
organisasi eksternal pun perlu untuk mengembangkan LKMS di Indonesia. Salah
satu contoh kecil misalnya perkumpulan pengajian di masjid-masjid dapat
dijadikan sebagai media sosialisasi agar masyarakat semakin mengenal transaksi
syariah secara komprehensif dan baik.
5) Pembinaan/Sosialisasi/Pendampingan
masyarakat
Segmentasi
dari LKMS adalah usaha kecil menengah dimana mayoritas pengusaha tidak
mendapatkan pendidikan kewirausahaan yang baik. kemampuan nasabah pembiayaan
menjalankan usaha tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kredibilitas
nasabah terutama dalam hal pengembalian pinjaman. Jika nasabah didampingi dan
dibina terkait teknik dan trik menjalankan usaha yang baik, maka risiko kredit
macet sebagai akibat dari gagalnya usaha nasabah dapat diminimalisir. Tidak
hanya terbatas pada nasabah pembiayaan, juga perlu dilakukan sosialisasi kepada
masyarakat umum yang merupakan calon nasabah, dengan harapan masyarakat semakin
mengenal lembaga keuangan syariah dan beralih ke transaksi yang sesuai dengan
norma-norma agama Islam.
c. Strategi
Alternative
dalam model ANP yang terakhir ditawarkan adalah strategi-strategi yang dapat
dilakukan agar LKMS dapat dikembangkan secara maksimal. Strategi tersebut
diantaranya adalah:
1) Koordinasi
dengan PINBUK
2) Melakukan
Linkage program
3) Optimalisasi
peran pemerintah dalam hal pendanaan
Penelitian
ini juga merupakan penelitian dengan pendekatan BOCR, yang merupakan
analisa kondisi sekarang dan kondisi
yang akan datang, dan memungkinkan dapat terjadi. Oleh karena itu berikut juga
akan diurai definisi kriteria aspek/solusi/strategis berdasarkan analisis BOCR.
1) Benefit,
aspek/solusi/strategis yang dapat memberikan manfaat atau keunggulan bagi
masyarakat pada umumnya dan para pemangku kebijakan seperti pemerintahan dan
manajemen lembaga keuangan mikro syariah baik dari segi SDM, teknikal,
pasar/komunal, maupun legal/struktur organisasi.
2) Cost,
yang dimaksud dengan cost disini adalah pengeluaran manajemen LKMS atau
pemerintah berkenaan dengan diterapkannya solusi dan strategi pengembangan LKMS
di Indonesia baik dari segi SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur
organisasi.
3) Opportunity,
yang dimaksud dengan Opportunity disini adalah adanya peluang yang
menguntungkan dari aspek SDM, teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur
organisasi sebagai akibat adanya pengembangan LKMS di Indonesia.
4) Risk,
yang dimaksud risk disini adalah risiko kerugian yang harus ditanggung
oleh manajemen terkait (LKMS) dari aspek teknikal, pasar/komunal, maupun legal/struktur
organisasi.
4.1.2
Jaringan
ANP
Berdasarkan identifikasi masalah dan solusi di atas, selanjutnya
terbentuklah jaringan struktur ANP berdasarkan kriteria BOCR atas masalah
pengembangan LKMS di Indonesia seperti berikut ini:
4.1.3
Analisa
Benefit, Opportunities, Cost, Risk (BOCR)
Analisa
ini merupakan analisa penentuan prioritas berdasarkan hasil perhitungan
kriteria yang diinginkan sebagai keuntungan (benefit) dan kriteria yang
tidak diinginkan sebagai biaya (cost). Disamping itu pula terdapat
kriteria berdasarkan peristiwa-peristiwa yang mungkin dapat terjadi sebagai hal
yang positif (opportunities) dan hal yang negative (risk). Pada
penelitian ini hubungan antara benefit, opportunities, cost, dan risk
dipengaruhi oleh faktor-faktor umum (Saaty, 2001). Untuk melakukan analisa
tersebut maka perhitungan dilakukan dengan menggunakan metode pairwise
comparison. Keputusan yang dihasilkan terbagi menjadi tiga bagian, 1)
sistem penilaian, 2) merits dari keputusan BOCR sebagai pertimbangan membuat
keputusan, dan 3) hierarki atau jaringan keterkaitan, fakta (objektif) yang
membuat sebuah alternative keputusan lebih diinginkan dibanding yang lainnya
(Saaty, 2001).
a)
Aspek
Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian
ANP dilakukan maka hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison
BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1: Bobot Kriteria
NAMA
|
Benefit
|
Opportunity
|
Cost
|
Risk
|
Technical
|
0.4093
|
0.31171
|
0.102793
|
0.224843
|
Pasar/komunal
|
0.409773
|
0.113133
|
0.24689
|
0.37858
|
Legal/Structure
|
0.074737
|
0.13149
|
0.15084
|
0.12436
|
SDM
|
0.106187
|
0.443663
|
0.49947
|
0.272223
|
Tabel diatas menunjukkan
hasil penilaian BOCR untuk masing-masing aspek pengurai masalah pengembangan
LKMS di Indonesia. Kemudian berdasarkan hasil ini diperoleh hasil perhitungan
berdasarkan tiga kondisi umum: (1) standard condition (B/C), (2) pessimistic
(B/(CxR)), dan (3) Realistic (BxO)/(CxR) . Alternatif yang terbaik
dipilih dengan nilai realistic yang tinggi dan alternative terpilih
tersebut dipertimbangkan sebagai keputusan yang ditentukan dari alternative
lainnya (Asri, 2005). Nilai realistic ini juga serupa dengan teori Saaty
(2001) lainnya yaitu dimana terdapat dua jenis perhitungan
yang dihasilkan BOCR:
a) Additive
negative formula = rumus ini biasanya digunakan untuk menentukan
prioritas jangka panjang. _____ bB + oO – cC – rR
b) Multiplicative
formula
= setara dengan marginal cost/analisis benefit dan pada umumnya
digunakan untuk menentukan prioritas jangka pendek. BO/CR
Hasil perhitungan berdasarkan tabel 1 maka dapat
dilihat di tabel 2 berikut ini:
Tabel 2: Bobot Kriteria
NAMA
|
B
|
O
|
C
|
R
|
Standard
|
Pessimistic
|
Realistic
|
Technical
|
0.4093
|
0.31171
|
0.102793
|
0.224843
|
3.981775731
|
17.70911182
|
5.520107244
|
Pasar/komunal
|
0.409773
|
0.113133
|
0.24689
|
0.37858
|
1.659740505
|
4.384120939
|
0.495990216
|
Legal/Structure
|
0.074737
|
0.13149
|
0.15084
|
0.12436
|
0.495469813
|
3.984157394
|
0.523876856
|
SDM
|
0.106187
|
0.443663
|
0.49947
|
0.272223
|
0.212598688
|
0.780971584
|
0.346488456
|
Gambar 1: Criteria
Realistic Value
Berdasarkan tabel diatas hasil realistic
kriteria menunjukkan bahwa aspek penguraian masalah pengembangan LKMS di
Indonesia adalah aspek technical (5.52), selanjutnya diikuti oleh aspek legal/structure
(0.52), aspek pasar/komunal (0.49), dan aspek SDM (0.35).
b)
Solusi
Setelah tahapan penilaian ANP kriteria aspek
dilakukan maka perhitungan berikutnya adalah analisis solusi. Hasil nilai yang
diperoleh dari pairwise comparison BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 3: Bobot Solusi
NAME
|
SS1
|
SS2
|
SS3
|
SS4
|
SS5
|
Normalized
|
|
Benefit
|
0.084973
|
0.056768
|
0.082492
|
0.041263
|
0.202995
|
0.468491562
|
b
|
Cost
|
0.013024
|
0.008701
|
0.012644
|
0.006324
|
0.031114
|
0.071806906
|
o
|
Opportunity
|
0.068504
|
0.045766
|
0.066504
|
0.033266
|
0.163652
|
0.377691259
|
c
|
Risk
|
0.014875
|
0.009937
|
0.01444
|
0.007223
|
0.035535
|
0.082010273
|
r
|
Keterangan:
SS1: Inovasi produk
SS2: Kerjasama dengan LKS lainnya
SS3: Lokasi strategis
SS4: Menjadikan elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media
sosialisasi
SS5: Pembinaan/Sosialisasi/pendampingan masyarakat
Hasil sintesis menunjukkan solusi yang paling prioritas berdasarkan
analisis BOCR adalah solusi ke-lima yaitu pembinaan/sosialisasi/pendampingan
masyarakat (0.36) dan diikuti oleh solusi melakukan inovasi produk (0.31), sedangkan
solusi yang menempati prioritas terakhir adalah Menjadikan elemen eksternal
sebagai pusat informasi dan media sosialisasi (0.07). Maka berdasarkan tabel 3
diatas, perhitungan nilai BOCR solusi adalah sebagai berikut:
Tabel 4:
Sintesis Prioritas Solusi
Strategi
|
bB+oO-cC-rR
|
|
Priority
|
Rank
|
|
SS1
|
0.315051
|
2
|
SS2
|
0.101386
|
4
|
SS3
|
0.147327
|
3
|
SS4
|
0.073694
|
5
|
SS5
|
0.362542
|
1
|
c)
Strategi
Setelah tahapan pembuatan model dan penilaian
ANP dilakukan maka hasil nilai yang diperoleh dari pairwise comparison
BOCR kriteria dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5: Bobot Strategi
NAME
|
SG1
|
SG2
|
SG3
|
SUM
|
Normalized
|
|
Benefit
|
0.155918
|
0.07157278
|
0.240998
|
0.468488
|
0.468491562
|
b
|
Cost
|
0.023898
|
0.01097014
|
0.036938
|
0.071806
|
0.071806906
|
c
|
Opportunity
|
0.125699
|
0.05770096
|
0.194289
|
0.377689
|
0.377691259
|
o
|
Risk
|
0.027294
|
0.01252894
|
0.042187
|
0.08201
|
0.082010273
|
r
|
TOTAL
|
0.999993
|
1
|
|
Keterangan:
SG1: Koordinasi dengan PINBUK
SG2: Linkage Program
SG3: Optimalisasi peran pemerintah dalam pendanaan
Hasil sintesis menunjukkan strategi yang paling prioritas berdasarkan
analisis BOCR adalah strategi ke-tiga yaitu optimalisasi peran pemerintah dalam
pendanaan (0.51) dan diikuti oleh strategi lingkage program (0.15), dan
strategi yang menempati prioritas terakhir adalah melakukan koordinasi dengan
PINBUK (0.33). Maka berdasarkan tabel 5 diatas, perhitungan nilai BOCR strategi
adalah sebagai berikut:
Tabel 6:
Sintesis Prioritas Strategi
Strategi
|
bB+oO-cC-rR
|
|
Priority
|
Rank
|
|
SG1
|
0.332811
|
2
|
SG2
|
0.152774
|
3
|
SG3
|
0.514415
|
1
|
V.
PENUTUP
5.1.Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul dalam pengembangan LKMS di
Indonesia terdiri dari
4 aspek penting yaitu: SDM, teknikal, aspek legal/struktural, dan aspek pasar/komunal. Solusi yang diberikan terbagi menjadi lima solusi
utama yaitu 1) melakukan inovasi produk-produk pembiayaan dan pendanaan LKMS,
2) bekerjasama dengan LKS lainnya, 3) lokasi strategis, 4) menjadikan elemen eksternal
sebagai pusat informasi dan media sosialisasi, 5)
pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat. Sedangkan strategi yang
diberikan terbagi menjadi tiga strategi utama diantaranya adalah 1) koordinasi
dengan PINBUK, 2) linkage program, dan 3) optimalisasi peran pemerintah dalam
pendanaan.
Dikarenakan penelitian ini menggunakan analisa BOCR sebagai pendekatan
sintesis, maka output yang dihasilkan dihitung berdasarkan perhitungan realistic
dan additive. Berdasarkan urutan prioritas, maka alternatif aspek
menunjukkan bahwa aspek technical menjadi aspek prioritas, selanjutnya
diikuti oleh aspek legal/structure, pasar/komunal, dan SDM. Penguraian solusi secara keseluruhan
berdasarkan nilai BOCR maka menghasilkan urutan prioritas 1)
Pembinaan/sosialisasi/pendampingan masyarakat menjadi prioritas utama,
selanjutnya diikuti oleh 2) inovasi produk, 3) lokasi strategis, 4) kerjasama
dengan LKS lainnya, dan yang menempati prioritas terakhir adalah 5) menjadikan
elemen eksternal sebagai pusat informasi dan media sosialisasi.
Sedangkan prioritas strategi yang dianggap dapat meningkatkan pengembangan LKMS di Indonesia terdiri dari
1) mengoptimalkan peran pemerintah dalam pendanaan, 2) melakukan koordinasi
dengan PINBUK, dan 3) linkage program LKMS-BMT-BPRS-Bank Umum Syariah.
5.2. Rekomendasi
Sementara itu, beberapa saran dan rekomendasi
yang dapat diberikan penulis antara lain:
1. Diharapkan
adanya komitmen bersama dari pembuat kebijakan dalam menunjang dan mendorong
upaya pengembangan industri keuangan syariah khususnya dalam hal ini LKMS.
2. Melalui
penelitian ini, diharapkan dapat memperluas kajian penelitian akademik terkait lembaga
keuangan mikro syariah. Prioritisasi masalah dan solusi dalam pengembangan LKMS
ini layaknya mampu memberi masukan tepat kepada seluruh pihak terkait, masalah
apa yang seharusnya lebih dahulu diselesaikan dan solusi mana yang paling
tepat.
3. Penelitian
selanjutnya dengan pendekatan yang sama (ANP) disarankan agar dapat menambah
jumlah responden dari pihak-pihak terkait yang dipandang paham akan masalah
LKMS di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya,
2011,”The Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic
Banking: The Case of Indonesia”review of
Indonesian economic and business studies vol.1 LIPI economic research
center.
Ascarya
dan Yumanita, Diana, 2010,”Determinan dan Persistensi Margin Perbankan
Konvensional dan Syariah di Indonesia” working
paper series No.WP/10/04. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank
Indonesia.
Ascarya,
2005, “Analytic Network Process (ANP)
Pendekatan Baru Studi Kualitatif”. Makalah disampaikan pada
Seminar Intern Program Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi di Universitas
Trisakti, Jakarta
Bilqis,
Puspitasari. 2005. Alternatif Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Baitul
Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah lil Ummah (BMT MUU) Cabang Warung Dinoyo
Pasuruan Jawa Timur. Universitas Brawijaya.
Ilmi, Makhalul SM. 2002. Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta:
UII Press.
Mu’allim, Amir,
2003. “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga Keuangan Syariah”. Jurnal
Al-Mawarid Ed X, Tahun 2003.
Muhar, 2009. “Kebijakan dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”. Jurnal Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009.
Nursali, dkk. 2004. Strategi
Pengembangan Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dalam
Memberdayakan Potensi Usaha Kecil dan Menengah sebagai Lembaga Keuangan Mikro
Syariah. Universitas Brawijaya: Unpublished.
Rahman, Abdul. 2007. “Islamic Microfinance: A Missing Component in
Islamic Banking”. Kyoto Bulletin of Islamic Area Studies, 1-2 (2007).
Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta:
UII Press.
Rusydiana, Aam Slamet dan Abrista Devi. 2012. “Aplikasi Metode ANP untuk
Mengurai Problem Pengembangan BMT di Indonesia”. Mimeo.
Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision
Making with the Analitic Network Process. Economic, Political, Social and Technological
Applications with Benefits, Opportunities, Costs and Risks. Springer. RWS Publication, Pittsburgh.
Saaty, Thomas L. 2001. Theory and
Applications of the Analytic Network Process, Pittsburgh: University of Pittsburgh.
Siswanto. 2009, “Strategi
Pengembangan Baitull Maal Wattamwil (BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan
Menengah”. Tesis pada Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro.
Smolo, Edib. 2007, “Microcrediting in Islam:
Islamic Micro-financial Institutions”. Paper dipresentasikan pada International Conference on Islamic Banking and
Finance, IIUM Malaysia, April 2007.
Suharto, Saat. 2010, Outlook
BMT 2011.
Permodalan BMT Center: Jogjakarta.
Susilo, Joko. 2008. “Rumusan Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah Ummah
Dengan Pendekatan Analytic Network Process”. Tesis pada Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Wibowo, Hendro. 2006, “Peranan Perbankan Syariah dalam Menggerakkan Sektor
Riil.” Paper, presented at National Seminar and Colloquium;
“Perkembangan Sistem Keuangan Syariah di
Indonesia Kini dan Tantangan Hari Esok”, Bandung Institute of Technology,
September 30 (2006).
Widiyanto. 2008. “Strengthening Islamic
Micro-financing and Micro-enterprises Development
Program”. Paper dipresentasikan pada 1st International Workshop on
Islamic Economic, Jogjakarta Agustus 2008.
Wijono, Wiloejo W. 2005, “Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Sebagai Salah
Satu Pilar Sistem Keuangan Nasional: Upaya Konkrit Memutus Mata
Rantai Kemiskinan.” Kajian Ekonomi dan Keuangan, Edisi Khusus,
November (2005).
Zuhaili,
Wahbah, 1999, Fiqh Muamalah Perbankan Syariah, Jakarta.
[1] Staf pengajar dan peneliti pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI)
Tazkia. Email: tasik_pisan@yahoo.com
[2] Pengajar pada Universitas Ibn Khaldun (UIK) Bogor. Juga sebagai
konsultan riset pada SMART Consulting.
[3] Lihat Saat Suharto. Outlook
BMT 2011. Permodalan BMT Center. 2010
[4] Ridwan,
Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa
Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal 115
[5] Ilmi, Makhalul SM. 2002.
Teori dan Praktik Lembaga Keuangan Mikro Syariah. Yogyakarta: UII Press. Hal 13
[6] Ridwan, Muhammad. 2004. Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press. Hal
129
[7] Idem
[8] Bilqis, Puspitasari. 2005. Alternatif
Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah pada Baitul Maal Wa Tamwil Maslahah Mursalah
lil Ummah (BMT MUU) Cabang Warung Dinoyo Pasuruan Jawa Timur. Thesis pada
Universitas Brawijaya.
[9] Susilo,
Joko. 2008. “Rumusan
Strategi Pengembangan PT. BPRS Amanah Ummah Dengan Pendekatan Analytic Network
Process”. Tesis pada Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
[10] Muhar,
2009. “Kebijakan
dan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro”.
Jurnal
Inovasi Vol. 6 No. 4 Desember 2009.
[11] Lihat Mu’allim (2003). “Persepsi Masyarakat terhadap Lembaga
Keuangan Syariah”. Jurnal Al-Mawarid Ed X, Tahun 2003.
[12] Siswanto.
2009, Strategi Pengembangan Baitull Maal Wattamwil
(BMT) Dalam Memberdayakan Usaha Kecil dan Menengah.
Tesis pada Program Pascasarjana Universitas Diponegoro.
[13] Saaty, Thomas L and Vargas, Louis G. 2006, Decision Making with the
Analitic Network Process. Economic,
Political, Social and Technological Applications with Benefits, Opportunities,
Costs and Risks. Springer. RWS Publication, Pittsburgh.
[14] Idem
[15] Ascarya, 2011,”The
Persistence of Low Profit and Loss Sharing Financing in Islamic Banking: The
Case of Indonesia”review of Indonesian
economic and business studies vol.1 LIPI economic research center.
Bisa ngga paper nya di bagi ke adeasnunarsyad29@gmail.com
BalasHapusBisa ngga paper nya di bagi ke adeasnunarsyad29@gmail.com
BalasHapusApakah saya boleh memiliki paper nya ?
BalasHapus