ABSTRAK
Zakat
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh muzakki yang tidak hanya
bertujuan menjalankan kewajiban kepada alloh swt tetapi bersifat keadilan
sosial di antara umat manusia. Oleh karena itu zakat harus dikelola dengan baik
oleh amilin terutama oleh lembaga guna penyaluran zakat yang tepat sasaran
khususnya pada lembaga zakat Baznas Kota Tasikmalaya.
Penelitian
ini mengkaji mengenai problematika perzakatan yang ada di Baznas Kota
Tasikmalaya. Alat analisis yang digunakan yaitu Analysis Network Process (ANP) merupakan metode kualitatif-kuantitatif menggunakan software super decision. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat masalah
internal yang terdiri dari minimnya kinerja pimpinan dan minimnya kinerja OPZ.
Sedangkan masalah eksternal terdiri dari tidak adanya Perda mengenai Penyaluran
zakat ke lembaga serta masyarakat yang kurang mengenal Baznas. Adapun
solusi internal terdiri dari maksimalisasi kinerja pimpinan serta transparansi dan distribusi,
sedangkan solusi eksternal terdiri dari sosialisasi Baznas dan dukungan ulama. Koefisien kendall (W)
berkisar antara 0,970 – 0,9975 artinya semua responden mempunyai jawaban yang
relatif sama.
Keywords: Zakat, ANP, Koefisien Kendall
1. Latar Belakang
Zakat merupakan kewajiban yang dikeluarkan oleh muzaki
atau orang yang berkewajiban mengeluarkan zakat. Hal ini dikarenakan dalam
harta kita terdapat hak orang lain yang harus dikembalikan kepada yang berhak
menerimanya sebagai wujud pensucian harta. Zakat merupakan Ibadan yang
mengandung dua dimensi yaitu dimensi hablumminalloh atau hubungan manusia
dengan alloh dan dimensi hablumminannas atau hubungan manusia dengan manusia.
Zakat juga berperan penting dalam mewujudkan terciptanya
keadilan dalam bidang ekonomi di mana seluruh anggota warga negara mempunyai
sumber pendapatan dan income untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam rangka menjalankan roda kehidupan dimuka
bumi ini. Oleh karena diperlukan lapangan pekerjaan yang cukup sebagai sumber
atau ladang pendapatan yang halal. Dengan zakat maka akan terkumpul dana baru (fresh
capital) yang bebas dari tekanan-tekanan apapun karena memang bersifat
sukarela dan merupakan hak para kaum miskin (Amma, 2004).
Menurut Ketua Baznas (Didin) dalam majalah Tempo (12
Juli 2013) mengungkapkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai angka
ratusan triliun rupiah. "Potensi zakat di Indonesia sebesar Rp 217 triliun
atau 1,8-4,34 persen dari gross domestic product (GDP). Namun kenyataan zakat
yang diterima pada tahun 2012 sebesar Rp2,3 triliun sedangkan pada tahun 2011
sebesar Rp1,73 triliun. Sungguh sangat mengecewakan. Padahal, secara matematis,
semestinya minimal yang kita dapatkan adalah sekitar angka Rp 19,3 trilyun per
tahun. Dari data di atas, terlihat bahwa potensi zakat yang berhasil digali di
Indonesia masih sangat kecil.
Jika
mengambil kasus Kota Tasikmalaya, kondisi yang ada tidak jauh berbeda. Menurut
data Badan Amil Zakat Nasional
(Baznas) Kota Tasikmalaya, pada sepanjang tahun 2011 penerimaan dana zakat hanya Rp. 2 Miliar. Sangat jauh jika dibandingkan dengan
potensi yang seharusnya melebihi Rp.10 Miliar (bisnis-jabar.com, Juli 2012).
Sumber utama dana yang terkumpul berasal dari zakat profesi PNS pemerintah dan
Kemenag. Sedangkan untuk perusahaan, baru sedikit yang menyalurkan melalui Baznas Kota Tasikmalaya.
Oleh karena itu ini merupakan
permasalahan yang kiranya penting untuk diteliti, apa yang menyebabkan
penerimaan zakat pada Baznas Kota Tasikmalaya sangat kecil jauh dari potensi
yang seharusnya diperoleh.
2. Tujuan Riset
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi
hal-hal yang menjadi masalah dalam pengelolaan zakat pada Baznas Kota Tasikmalaya, kemudian
untuk dapat dipakai sebagai landasan dalam memberikan berbagai alternatif
pemecahan dan strategi kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Tujuannya adalah untuk memberikan masukan-masukan kepada
stakeholder terkait seperti
organisasi pengelola zakat, ataupun bagi Kementerian Agama sebagai wakil pemerintah yang
mengurusi ihwal zakat untuk dapat mengambil policy action yang tepat
untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan.
Penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan
agar kita mampu mengidentifikasi hal-hal yang menjadi problem dalam pengelolaan
zakat khususnya Baznas Kota
Tasikmalaya, kemudian untuk dapat dipakai sebagai landasan
dalam memberikan alternatif pemecahan dan strategi kebijakan yang tepat.
Sehingga potensi zakat masyarakat Muslim Indonesia yang sangat besar mampu
direalisasikan untuk selanjutnya dioptimalkan sebagai instrumen solusi kemiskinan.
3. Kajian Pustaka
3.1 Pengertian Zakat
Zakat
merupakan salah satu rukun dalam Islam, sehingga sudah sangat dikenal oleh para
kaum muslimin. Zakat dikeluarkan hanya bagi mereka yang telah tercukupi
kebutuhan pokoknya. Orang yang membayar zakat dalam Islam disebut muzakki,
dan orang yang berhak menerimanya disebut dengan mustahik. Menurut Yusuf
Qardhawi (2007), ditinjau dari segi bahasa, dalam Mu’jam Wasith disebutkan
bahwa kata zakat merupakan kata dasar (mashdar) dari zaka yang berarti berkah,
tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka, berarti tumbuh dan
berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.
Secara
bahasa (lughat) berarti:
tumbuh, berkembang dan berkah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti
membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah: 103). Seorang yang membayar zakat
karena keimanannya nicaya akan memperoleh kebaikan yang banyak. Allah SWT
berfirman: Artinya : "Pungutlah zakat dari sebagian kekayaan mereka
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka....". (QS.
At-Taubah: 103). Ayat ini juga mengandung arti lain seperti yang diungkapkan
oleh Yusuf Qardhawi (2007) dalam bukunya Hukum Zakat ”..... ayat ini juga
berarti bahwa arti ”tumbuh” dan ”Suci” tidak dipakai hanya buat kekayaan,
tetapi lebih dari itu, tetapi juga buat jiwa yang menzakatkannya”.
Sedangkan
menurut terminologi syariah (istilah
syara'), zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-orang yang berhak dengan mengeluarkan jumlah tertentu
tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa zakat adalah
jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang Islam dan diberikan
kepada golongan yang berhak menerimanya -fakir miskin dan sebagainya menurut
yang telah ditetapkan oleh syara (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999).
Yusuf
Qardhawi (2007) menjelaskan bahwa kata zakat dalam bentuk ma’rifah (definisi)
disebut 30 kali di dalam Al-Qur’an. Semuanya disebutkan bersamaan dengan
penyebutan sholat dan hanya satu kali yang tidak bersamaan dengan kata shalat,
namun masih dalam konteks yang sama, yaitu firman-Nya; Artinya : ”Dan orang-orang
yang giat menunaikan zakat”, setelah ayat: ”orang-orang yang khusu’
dalam bershalat”. (QS.
Al-Mu’minun: 2 dan 4).
Di
samping sebagai kewajiban agama, zakat juga merupakan bentuk ibadah yang
memiliki dua dimensi sekaligus. Yaitu vertikal (bentuk ketaatan kepada Allah)
dan horizontal (sebagai income transfer bagi kaum dhu’afa). Dalam
perekonomian Islam, zakat merupakan ciri yang tidak terdapat pada sistem
ekonomi lainnya, karena zakat merupakan aturan yang berasal dari Al-Qur’an dan
telah ditetapkan kepada siapa harus didistribusikan. Dalam ekonomi Islam, zakat
merupakan implementasi dari sisi azas keadilan.
3.2. Karakteristik Zakat
Menurut
Rachmawati (2004), zakat memiliki beberapa karakteristik yang membedakannya
dari jenis pungutan lain, yaitu: Pertama, zakat merupakan kewajiban
religius yang dikenakan pada individual maupun korporasi atau perusahaan. Zakah
rate telah ditentukan pada flat basis. Berkaitan dengan hal ini
zakat tidak dapat digunakan sebagai alat politik layaknya pajak di
negara-negara maju. Kedua, pengumpulan zakat tidak begitu saja
diserahkan pada individu, pemerintah bertanggungjawab atas pengumpulannya.
Sehingga zakat bukanlah sedekah (charity), dan harus dikelola dengan
terorganisir.
Ketiga, Zakat dikenakan secara luas terhadap seluruh aktivitas usaha mulai
dari peternakan, pertanian, aktivitas komersial, pertambangan, hingga aset
tidak bergerak. Zakah rate bagi setiap unit usaha berbeda sesuai dengan
tingkat kesulitan dalam proses produksi. Contohnya, 5% untuk produk pertanian
dengan sistem irigasi dan 10% untuk tadah hujan; 5% untuk madu dari lebah bukit
dan 10% untuk lebah peternakan. Termasuk perbedaan bagi aset diam dan aset yang
dipakai usaha, sehingga dalam ekspektasi rasional memberi motif agar tidak
melakukan penimbunan. Keempat, Penerima zakat (mustahik) telah
ditentukan dalam Al-Quran, yang berupa delapan golongan. Ini menegaskan fungsi
utama zakat adalah sebagai alat pengentasan kemiskinan, dan merupakan alasan
rasional bahwa zakat tidak dapat digunakan sebagai sumber pendapatan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran negara.
Kelima, Zakat dikenakan pada individu yang telah terkena nishab (batas)
atau minimum wealth. Individu yang berada di atas limit tersebut wajib
membayar zakat sedangkan yang berada di bawah limit tidak terkena kewajiban
bahkan mereka menjadi penerima (mustakhik) zakat. Ini merupakan konsep awal minimum exemption
limit dari pemikiran fiskal modern yang kemudian dikenal dengan nama negative
income taxes.
3.3 Prinsip Dasar
Manajemen Pengelola Zakat
Berikut ini dijelaskan beberapa hal mendasar tentang
manajemen organisasi pengelola zakat. Kemudian kita sebut dengan
prinsip-prinsip dasar manajemen organisasi pengelola zakat (OPZ) yang mencakup
tiga aspek yakni: (a) aspek kelembagaan, (b) aspek sumber daya manusia, dan (c)
aspek sistem pengelolaan.
a. Aspek
Kelembagaan
Dari aspek kelembagaan, sebuah OPZ seharusnya memperhatikan
berbagai faktor berikut: (a) Visi dan misi yang jelas. Hanya dengan visi dan
misi inilah maka aktivitas/kegiatan akan terarah dengan baik. Jangan sampai
program yang dibuat cenderung ‘sekedar bagi-bagi uang’. Apalagi tanpa disadari
dibuat program ‘pelestarian kemiskinan’, (b) Kedudukan dan Sifat Lembaga yang
independen, netral, tidak berpolitik dan tidak diskriminasi. Artinya, lembaga
ini tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembaga
lain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa untuk memberikan
pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur, dan (c) Legalitas dan Struktur
Organisasi. Khususnya untuk LAZ, badan hukum yang dianjurkan adalah Yayasan
yang terdaftar pada akta notaris dan pengadilan negeri. Struktur organisasi
seramping mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga organisasi akan
lincah dan efisien.
b. Aspek
Sumber Daya Manusia (SDM)
SDM merupakan asset yang paling berharga. Sehingga
pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati.
Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
(1) Merubah
Paradigma Amil Zakat
Begitu mendengar pengelolaan zakat, sering yang tergambar
dalam benak kita adalah pengelolaan yang tradisional, dikerjakan dengan waktu
sisa, SDM-nya paruh waktu, pengelolanya tidak boleh digaji, dan seterusnya.
Sudah saatnya kita merubah paradigma dan cara berpikir kita. Amil zakat adalah
sebuah profesi. Konsekuensinya dia harus professional. Untuk professional,
salah satunya harus bekerja purna waktu (full time). Untuk itu harus digaji
secara layak, sehingga dia bisa mencurahkan segala potensinya untuk mengelola
dana zakat secara baik. Jangan sampai si amil zakat masih harus mencari
tambahan penghasilan, yang pada akhirnya dapat mengganggu pekerjaannya selaku
amil zakat.
(2) Kualifikasi SDM
Jika kita mengacu di jaman Rasulullah SAW, yang dipilih dan
diangkat sebagai amil zakat merupakan orang-orang pilihan. Orang yang memiliki
kualifikasi tertentu. Secara umum kualifikasi yang harus dimiliki oleh amil
zakat adalah: muslim, amanah, dan paham fikih zakat.
c. Sistem
Pengelolaan
OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik.
Unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah: (a) Memiliki sistem,
prosedur dan aturan yang jelas, (b) Manajemen terbuka, (c)
Mempunyai rencana kerja (activity plan),
(d) Memiliki 9 Komite Penyaluran (lending
committee), (e) Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan,
(f) Bersedia diaudit, (g) Menjunjung transparansi, dan (h)
Senantiasa melakukan perbaikan terus-menerus (continous improvement).
4. Kajian Riset Sebelumnya
Terdapat beberapa masalah yang berhasil
diinventarisir dari riset-riset sebelumnya dalam hal pengelolaan zakat di
Indonesia sehingga berimplikasi tidak maksimalnya proses pengelolaan,
pengumpulan hingga penyaluran zakat. Sudewo (2004) umpamanya memaparkan hal-hal
yang secara umum menjadi problem dalam pengumpulan zakat yang maksimal yakni:
regulasi dan political wiil yang
kurang mendukung, ketidakpercayaan para muzakki terhadap lembaga pengelola
zakat yang ada baik swasta maupun terutama pemerintah, hingga masalah internal
organisasi pengelola zakat sendiri, seperti kurang akuntabel, lack of transparency, dan masalah
manajerial.
5. Metode Penelitian
5.1. Jenis dan Sumber Data
Dalam metodologi Analytic
Network Process (ANP), data yang digunakan merupakan data primer yang
didapat dari hasil wawancara (indepth
interview) dengan pakar, praktisi, dan regulator, yang memiliki pemahaman
tentang permasalahan yang dibahas. Dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pada
pertemuan kedua dengan responden. Data siap olah dalam ANP adalah
variabel-variabel penilaian responden terhadap masalah yang menjadi objek
penelitian dalam skala numerik (Jarkasih, 2008).
5.2. Populasi dan Sampel
Pemilihan responden pada penelitian ini dilakukan secara
purposive sample (sengaja) dengan
mempertimbangkan pemahaman responden tersebut terhadap permasalahan dalam pengelolaan
zakat di Indonesia khususnya di Tasikmalaya. Dalam analisis ANP jumlah
sampel/responden tidak digunakan sebagai patokan validitas. Syarat responden
yang valid dalam ANP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli di
bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survei ini adalah para
pakar/peneliti ekonomi Islam dan para praktisi/profesional yang berkecimpung
dalam masalah pengelolaan zakat.
Pertanyaan dalam kuesioner ANP berupa pairwise
comparison (pembandingan pasangan) antar elemen dalam cluster untuk mengetahui mana di antara keduanya yang lebih besar
pengaruhnya (lebih dominan) dan seberapa besar perbedaannya dilihat dari satu
sisi. Skala numerik 1-9 yang digunakan merupakan terjemahan dari penilaian
verbal.
Pengisian kuesioner oleh responden harus didampingi
peneliti untuk manjaga konsistensi dari jawaban yang diberikan. Pada umumnya,
pertanyaan pada kuesioner ANP sangat
banyak jumlahnya. Sehingga faktor-faktor non teknis dapat menyebabkan tingginya
tingkat inkonsistensi.
Tabel 1: Perbandingan Skala Verbal dan Skala
Numerik
SKALA VERBAL
|
SKALA NUMERIK
|
Amat
sangat lebih besar pengaruhnya
|
9
|
|
8
|
Sangat lebih besar pengaruhnya
|
7
|
|
6
|
Lebih besar pengaruhnya
|
5
|
|
4
|
Sedikit lebih besar pengaruhnya
|
3
|
|
2
|
Sama besar pengaruhnya
|
1
|
Sumber: Ascarya (2005)
5.3. Teknik
Analisis Data
Data yang didapatkan
dari penelitian akan dianalisa dengan metode ANP yang merupakan metode yang
dapat digunakan dalam berbagai studi kualitatif yang beragam, seperti pengambilan keputusan, forecasting,
evaluasi, mapping, strategizing, alokasi sumber daya, dan
lain sebagainya. Metodologi ANP memiliki tiga fungsi
utama sebagai berikut:
a. Melakukan
strukturisasi pada kompleksitas
Dalam penelitiannya, Saaty
(2006) menemukan adanya pola-pola yang sama dalam sejumlah contoh tentang
bagaimana manusia memecahkan sebuah kompleksitas dari masa ke masa. Dimana kompleksitas distruktur secara hierarkis ke dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor-faktor.
b. Pengukuran ke dalam skala rasio.
Metodologi
pengambilan keputusan yang terdahulu pada umumnya menggunakan pengukuran level
rendah (pengukuran ordinal atau interval), sedangkan metodologi ANP menggunakan
pengukuran skala rasio yang diyakini paling akurat dalam mengukur faktor-faktor
yang membentuk hierarki. Level pengukuran dari terendah ke tertinggi adalah
nominal, ordinal, interval, dan rasio. Setiap level pengukuran memiliki semua
arti yang dimiliki level yang lebih rendah dengan tambahan arti yang baru.
Pengukuran interval tidak memiliki arti rasio, namun memiliki arti interval,
ordinal, dan nominal. Pengukuran rasio diperlukan untuk mencerminkan proporsi.
Untuk menjaga kesederhanaan metodologi, Saaty (2006) mengusulkan penggunaan
penilaian rasio dari setiap pasang faktor dalam hierarki untuk mendapatkan
(tidak secara langsung memberikan nilai) pengukuran skala rasio. Setiap
metodologi dengan struktur hieraki harus menggunakan prioritas skala rasio
untuk elemen di atas level terendah dari hierarki. Hal ini penting karena
prioritas (atau bobot) dari elemen di level manapun dari hierarki ditentukan
dengan mengalikan prioritas dari elemen pada level dengan prioritas dari elemen
induknya. Karena hasil perkalian dari dua pengukuran level interval secara
matematis tidak memiliki arti, skala rasio diperlukan untuk perkalian ini. ANP
menggunakan skala rasio pada semua level terendah dari hierarki/jaringan,
termasuk level terendah (alternatif dalam model pilihan). Skala rasio ini menjadi semakin penting jika
prioritas tidak hanya digunakan untuk aplikasi pilihan, namun untuk
aplikasi-aplikasi lain, seperti untuk aplikasi alokasi sumber daya.
c. Sintesis
Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis berarti mengurai entitas
material atau abstrak ke dalam elemen-elemennya, maka sintesis berarti
menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Karena kompleksitas, situasi
keputusan penting, atau prakiraan, atau alokasi sumber daya, sering melibatkan
terlalu banyak dimensi bagi manusia untuk dapat melakukan sintesis secara
intuitif, kita memerlukan suatu cara untuk melakukan sintesis dari banyak
dimensi. Meskipun ANP memfasilitasi analisis, fungsi yang lebih penting lagi
dalam ANP adalah kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan pengukuran
dan sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.
6. Hasil
Penelitian
6.1 Dekomposisi
Atas
hasil penelitian yang telah dilakukan maka diketahui terdapat beberapa masalah
yang ada pada BAZNAS Kota Tasikmalaya yang penulis bagi menjadi dua kategori
yaitu masalah internal dan masalah eksternal. Berikut adalah masalah yang
terjadi yang menimbulkan problematika zakat pada Baznas Kota Tasikmalaya:
1.
Masalah Internal
Di antara
masalah internal yang ada yaitu: 1) masih kurangnya profesionalisme para
pegawai Baznas. Hal ini dikarenakan tidak adanya pelatihan khusus yang
dilakukan oleh para pegawai, pelatihan hanya dilakukan sesekali sehingga
pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai mengandalkan kreativitas sendiri, berfikir
dan berjalan tanpa adanya suatu standar pekerjaan sebagai seorang amilin (SOP);
2) masalah pendistribusian zakat yang dirasa sulit untuk tepat sasaran ditambah
dengan transparansi ke masyarakat yang masih kurang sehingga masyarakat masih
menganggap Baznas adalah organisasi yang jauh dari keinginan masyarakat
terutama muzakki; 3) minimnya kinerja OPZ yang tentunya belum dapat membantu
baik penerimaan maupun penyaluran zakat; 4) masih kurangnya tunjangan para
pegawai maupun struktural, bahkan biaya operasional untuk melakukan tugas.
Tunjangan pegawai seharusnya ikut diprioritaskan karena akan memacu pekerjaan;
dan 5) peran serta pimpinan yang masih belum maksimal dalam menjalankan
operasional Baznas. Hal ini membuat pegawai lambat bergerak (aksi) karena menunggu
keputusan pimpinan.
2.
Masalah Eksternal
Beberapa
masalah ekternal yaitu: 1) kepercayaan masyarakat (muzakki) terhadap Baznas
Kota Tasikmalaya masih kurang. Sehingga muzakki lebih memilih untuk menyalurkan
zakatnya langsung oleh diri sendiri; 2) masih kurangnya peran serta ulama dalam
memberikan dukungan kepada muzakki untuk menyalurkan zakatnya ke lembaga
terutama ke Baznas Kota Tasikmalaya; 3) secara keseluruhan mayoritas masyarakat
masih belum mengenal Baznas secara lebih dekat sehingga belum mengetahui peran
sertanya dalam membantu menyalurkan zakat; 4) belum adanya Perda yang mengatur
bahwa zakat harus disalurkan melalui lembaga khusunya Baznas Kota Tasikmalaya;
dan 5) kesadaran masyarakat masih kurang dalam mengeluarkan zakatnya.
Dari permasalahan di
atas, maka penulis pun menawarkan solusi yang terbaik untuk mengatasi
problematika zakat yang ada pada BAZNAZ Kota Tasikmalaya atas hasil indepth
interview para pakar di Kota Tasikmalaya. Solusi yang ditawarkan dibagi menjadi
dua kategori yaitu solusi internal dan solusi eksternal.
Berikut adalah solusi
yang ditawarkan:
1.
Solusi Internal
Terdapat lima solusi internal yaitu: 1) mengadakan pelatihan pengurus
terutama teknis pekerjaan yang sesuai dengan SOP yang seharusnya; 2)
meningkatkan kualitas distribusi guna meningkatkan kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga Baznas serta transparansi dalam melaporkan hasil penyaluran
kepada mustahik; 3) memaksimalkan kinerja organisasi perangkat zakat (OPZ) yang
selama ini terkesan kurang berperan maksimal dalam membantu Baznas; 4) memberi
tambahan tunjangan yang sesuai dengan tingkat pekerjaan disertai dengan target
pekerjaan yang ditetapkan oleh manajemen Baznas agar memiliki tanggungjawab
atas pekerjaannya; dan 5) meningkatkan kinerja pimpinan guna memaksimalkan
kinerja organisasi lembaga Baznas.
2.
Solusi Eksternal
Ada tiga solusi eksternal yaitu: 1) melakukan sosialisasi kepada
masyarakat mengenai keberadaan Baznas Kota Tasikmalaya sehingga masyarakat
mengetahui keberadaan dan fungsi lembaga pengelola (penyalur) zakat ini; 2)
dibutuhkan dukungan/peran serta ulama dalam memberikan arahan mengenai penyaluran
zakat melalui lembaga yang telah ditetapkan oleh pemerintah agar tepat sasaran;
dan 3) harus ada Perda yang mengatur penyaluran zakat melalui lembaga Baznas
Kota Tasikmalaya.
6.2 Jaringan
ANP
Berdasarkan
permasalahan dan solusi yang ditawarkan di atas, maka dibentuklan jaringan
(Model) ANP guna menganalisis hasil penelitian sehingga dibentuk kuesioner
sesuai masalah dan solusi yang telah dijelaskan sebelumnya.
Berikut adalah model
penelitiannya:
6.3 Geometrik Mean
Atas
hasil analisis menggunakan software super decision berdasarkan konsensus dari
para responden yaitu pakar zakat dan orang yang paling mengetahui kondisi
Baznas Kota Tasikmalaya baik dari kalangan akademisi, pemerintah maupun
pengurus, maka diketahui masalah yang paling besar di internal lembaga yaitu minimnya
kinerja pimpinan. Pimpinan lembaga saat ini kurang berperan aktif dan power
full dalam menjalankan roda operasi lembaga sehingga segala kebijakan menjadi
lambat untuk dikerjakan. Sedangkan masalah yang kedua yaitu minimnya kinerja
OPZ, terkesan OPZ tidak bekerja karena tidak ada rangsangan dari yang memberi
tugas terutama rangsangan sisi finansial, serta yang ketiga yaitu masalah
distribusi dan transparansi. Masalah ini menjadi sorotan muzakki karena
kepercayaan pengelolaan zakat terhadap lembaga adalah apakah zakat disampaikan
kepada pihak yang benar-benar tepat sasaran, serta bagaimana laporan
tanggungjawab atas kegiatannya kepada muzakki.
Nilai rater agreement yaitu sebesar W=0,99
atau 99% yang menunjukkan kesepakatan yang tinggi di antara responden dalam
menjawab masalah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2.
Gambar 2: Prioritas Masalah Internal
Prioritas
selanjutnya yaitu dari sisi masalah eksternal lembaga. Tabel 3 menunjukkan
priositas masalah eksternal dan terlihat ada 3 masalah yang pengaruhnya hampir
sama. Namun dari masalah tersebut, bahwa masalah utama dari sisi eksternal
yaitu tidak adanya Perda yang mengatur penyaluran zakat melalui lembaga Baznas
Kota Tasikmalaya, dan masalah yang kedua yaitu masyarakat yang kurang mengenal
Baznas dalam artian keberadaan dan fungsi Baznas masih belum diketahui oleh
banyak orang khususnya muzakki. Adapun nilai rater agreement aspek masalah eksternal yaitu sebesar W=0,989 atau
98,9%. Nilai ini hampir sama dengan aspek masalah internal yang menunjukkan
kesamaan jawaban di antara masing-masing responden.
Gambar 3: Prioritas Masalah Eksternal
Gambar 4: Prioritas Masalah
Dari kedua aspek
masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat kita lihat pada gambar 4
menunjukkan bahwa aspek masalah eksternal ternyata lebih besar pengaruhnya
terhadap problem zakat pada Baznas Kota Tasikmalaya mengingat pihak eksternal
terdiri dari muzakki yang akan menyalurkan zakatnya ke lembaga. Namun demikian
masalah eksternal belum tentu dapat diatasi dengan solusi eksternal pula hal
ini karena pihak pengelola lembaga lah yang sangat berperan aktif dalam
mengelola lembaga itu sendiri guna memberikan kepercayaan kepada masayarakat.
Untuk
melihat pengaruh tertinggi dalam cluster masalah
secara keseluruhan, maka dapat dilihat pada gambar 5:
Gambar 5: Prioritas Masalah Keseluruhan
Dari gambar di atas
dapat kita lihat ternyata minimnya kinerja pimpinan serta tidak adanya Perda tentang
bayar zakat ke lembaga menjadi masalah utama yang sama pengaruhnya terhadap
problem zakat pada lembaga Baznas Kota Tasikmalaya saat ini. Nilai rater agreement sebesar W=0,9975
menunjukkan semua jawaban dari responden sangat homogen.
Setelah
diketahui masalah yang ada, maka langkah selanjutnya yaitu membuat solusi untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi. Aspek solusi dibagi menjadi dua yaitu
solusi internal dan solusi eksternal.
Hasil
kuesioner responden yang dianalisis menggunakan software super decision dapat
dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Prioritas Solusi Internal
Berdasarkan
gambar 6 di atas, ada dua solusi internal yang paling tinggi yaitu
maksimalisasi kinerja pimpinan, hal ini menunjukkan bahwa jika pimpinan dapat
lebih fokus terhadap pekerjaannya maka masalah internal cenderung dapat
teratasi mengingat saat ini para pekerja (staf) cenderung menunggu keputusan
atau kebijakan pimpinan dalam melakukan aksi. Sedangkan solusi yang kedua yaitu
masalah transparansi dan distribusi. Masalah transparansi yang sudah dilakukan
mungkin belum maksimal dapat diterima oleh masyarakat sehingga Baznas harus
lebih meningkatkan lagi transparansi laporan keuangan dan distribusi yang
diketahui oleh masyarakat agar masyarakat lebih mempercayai penyaluran zakat
melalui lembaga. Nilai rater agreement
prioritas aspek solusi internal sebesar W=0,989 sehingga koefisien yang sangat
besar ini menunjukkan kesamaan jawaban dari tiap responden.
Selanjutnya
priositas aspek solusi eksternal yang ditunjukkan pada gambar 7. Dari tiga
solusi yang ditawarkan, ternyata solusi yang paling tinggi yaitu harus
meningkatkan lagi sosialisasi Baznas ke masyarakat. Ini membuktikan bahwa
sosialisasi yang telah dilakukan saat ini cendeung masih sangat kurang karena
sosialisasi hanya melalui media cetak tidak menunjukkan kedekatan dengan para
muzakki, sehingga dapat dilakukan salah satunya dengan pendekatan ke
masyarakat. Kemudian solusi kedua yaitu dukungan ulama kepada masyarakat
mengenai pentingnya penyaluran zakat melalui lembaga khususnya Baznas yang
merupakan lembaga di bawah pemerintah. Kepentingan tersebut dikarenakan zakat
yang dikeluarkan oleh muzakki harus tepat sasaran guna kemajuan bersama. Nilai rater agreement aspek solusi eksternal
sebesar W=0,97. Sehingga koefisien yang sangat besar ini menunjukkan
kesepakatan di antara responden.
Gambar 7. Prioritas Solusi Eksternal
Dari
solusi-solusi yang ditawarkan di atas yang terdiri dari solusi internal dan
solusi eksternal maka hasil analisis menunjukkan bahwa prioritas solusi
internal menunjukkan solusi yang paling tinggi atau paling utama pengaruhnya dalam
menyelesaikan masalah yang ada di Baznas Kota Tasikmalaya baru diikuti dengan
solusi eksternal. Hasil dapat dilihat pada gambar 8 bahwa solusi internal menunjukkan
grafik lebih tinggi. Ini menunjukkan
bahwa penyelesaian atas masalah internal harus didahulukan mengingat
pengelolaan lembaga yang baik akan menunjukkan nilai yang baik pula dari
pandangan masyarakat khususnya muzakki.
Gambar 8. Prioritas Solusi
Untuk mengetahui solusi yang paling tinggi di
antara semua solusi baik internal maupun eksternal dapat dilihat pada gambar 9.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari keseluruhan solusi yang ada, sosialisasi
Baznas adalah solusi yang paling tinggi pengaruhnya terhadap problem Baznas
Kota Tasikmalaya yang selanjutnya diikuti dengan maksimalisasi kinerja pimpinan
dan transparansi dan distribusi. Koefisien Kendal sebesar W=0,996 sehingga
menunjukan kesamaan/kesepakatan jawaban di antara para responden. Adapun hasil
analisis dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 9. Prioritas Solusi Keseluruhan
7. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil analisis diketahui bahwa masalah penyebab terjadinya problematika zakat
pada Baznas Kota Tasikmalaya dibagi dua yaitu masalah internal dan masalah
eksternal. Masalah tertinggi pada cluster
internal yaitu Minimnya kinerja pimpinan yang diikuti dengan minimnya
kinerja OPZ. Sedangkan masalah eksternal tertinggi yaitu tidak adanya Perda
mengenai penyaluran zakat ke lembaga yang diikuti dengan kurang mengenalnya
masyarakat terhadap Baznas.
Sedangkan
solusi untuk menyelesaikan problematika zakat pada Baznas Kota Tasikmalaya
terdiri dari solusi internal dan solusi eksternal. Adapun solusi internal yang
paling berpengaruh yaitu maksimalisasi kinerja pimpinan dilanjutkan dengan transparansi dan distribusi.
Sedangkan solusi eksternal terdiri dari sosialisasi Baznas dan dukungan ulama. Koefisien kendal antara
para responden sekitar 0,970 – 0,9975 yaitu nilai yang menandakan kesamaan di
antara jawaban para responden.
8. Saran
Terdapat beberapa saran
yang penulis sampaikan di antaranya:
1.
Atas hasil penelitian ini, diharapkan menjadi bahan
pengambilan kebijakan pengembangan zakat khususnya di Kota Tasikmalaya, baik
bagi pemerintah sebagai pemilik regulasi di Indonesia maupun bagi pihak lembaga
dan pihak lainnya
2.
Pengembangan penelitian dapat dilakukan pada lingkup
objek yang lebih luas bukan pada objek lembaha zakat daerah guna menjeneralisir
hasil penelitian
Referensi
Abidin, Hamid (Ed), 2004, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS, Menuju
Efektivitas Pemanfaatan Zakat Infak Sedekah, Jakarta: Piramedia.
Amma, Faris, dkk, 2004, ”Zakat Pilar
Islamisasi Ekonomi di Indonesia”, Makalah.
Ascarya, 2005, Analytic Network Process (ANP): Pendekatan Baru Studi Kualitatif, Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
Dalimunthe, Ritha F., 2007, ”Sejarah
Perkembangan Ilmu Manajemen”, Makalah.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1999), Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta
Hafidhuddin, Didin, 2006, ”Zakat sebagai
Tiang Utama Ekonomi Syariah”, Makalah pada Seminar Bulanan Masyarakat Ekonomi
Syariah (MES), Jakarta, Aula Bank Mandiri Tower, 20 Nopember 2006.
Jarkasih, Muhamad, 2008, ”Analisis Masalah
dalam Pengembangan Sukuk Korporasi di Indonesia dengan Metode Analytic Network Process (ANP)”, Skripsi
pada Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia, tidak diterbitkan.
Prianita, Anita, 2005, ”Peran Lembaga
Zakat dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat”, Makalah pada Lomba Karya Tulis Ekonomi
Islam (LKTEI), Temilnas IV FoSSEI 2005, Mataram.
Rachmawati, Erna (2004), Analisis Fiskal dan Performa Zakat di
Indonesia. Paper
Saaty, Thomas L. dan Vargas, L.G. 2006. Decision Making with the Analytic Network
Process. Springer. USA
Sudewo, Eri, 2004, Manajemen Zakat: Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar,
Jakarta: Spora Internusa Prima.
Suharto, Edi, 2008, ”Islam dan Negara
Kesejahteraan”, Makalah pada Perkaderan Darul Arqam Paripurna (DAP) Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Jakarta 18 Januari 2008.
Yusuf Qardhawi. 2007. Hukum Zakat. Pustaka Litera Antar Nusa.
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar