Sejarah
perkembangan akuntansi telah berkembang pesat setelah diwarnai adanya revolusi
industri. Pada revolusi industri ini merupakan fase perkembangan akuntansi
manajemen (Belkaoui, 2000). Pada fase ini pembuat laporan keuangan akan melaporkan
informasi keuangannya kepada pemilik modal kaitannya dengan kepentingan
manajemen dalam mengelola perusahaan. Karena kepentingan manajemen inilah maka
laporan keuangan dibuat sebaik mungkin guna menggambarkan kondisi perusahaan
yang terus membaik dengan cara memaksimalkan profit. Profit yang maksimal mengakibatkan
manajemen mempunyai award dari
pemilik modal. Oleh karena itu segala upaya dilakukan agar profit terus
meningkat meskipun tanpa memperhatikan kondisi lingkungan kerja (internal
perusahaan) maupun lingkungan sekitar (eksternal perusahaan). Hal inilah yang
menjadi pangkal kesalahan menurut pandangan Islam dalam hal pengelolaan
perusahaan/berbisnis yang berorientasi finansial semata, karena dampak buruk
atas aktivitas perusahaan yang tidak memperhatikan sosial akan dirasakan oleh
masyarakat sekitar.
Namun,
saat ini orientasi perusahaan sudah mulai memasukkan tujuan lain yaitu
bagaimana membangun kesejahteraan sosial di lingkungan perusahaan atau disebut
membangun tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility). Secara umum corporate
social responsibility (CSR) dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab yang
dilakukan oleh perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis
dan memenuhi seluruh aspek ekonomi, sosial dan lingkungan dengan baik demi
pembangunan yang berkelanjutan (Wibisono, 2007). Dengan demikian informasi yang diungkapkan tidak hanya
informasi keuangan, tetapi informasi lain yaitu mengenai dampak sosial (externalities) dan lingkungan hidup yang
diakibatkan aktivitas perusahaan. Oleh karena itu perusahaan dapat memperoleh
legitimasi dengan memperlihatkan tanggung jawab sosial melalui pengungkapan CSR
dalam media termasuk dalam laporan tahunan perusahaan (Oliver, 1991; Haniffa dan
Coke, 2005). Kiroyan (2006) dalam Sayekti dan Wondabio (2007) menyatakan bahwa
dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial
dan memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang. Hal ini mengindikasikan
bahwa perusahaan yang menerapkan CSR mengharapkan akan direspon positif oleh
para pelaku pasar.
Sampai saat ini pengungkapan tanggung jawab sosial dalam
laporan keuangan masih belum ada pedoman pasti. Namun
pelaporan sosial perusahaan dapat mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 1 tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan,
khususnya paragraf kesembilan. Dalam PSAK tersebut tidak secara tegas
mengharuskan perusahaan untuk melaporkan tanggung jawab sosial mereka.
Pengelompokan, pengukuran dan pelaporan juga belum diatur, jadi untuk pelaporan
tanggung jawab sosial diserahkan pada masing-masing perusahaan. Hal ini
kemungkinan akan berdampak pada tidak seriusnya perusahaan dalam mengungkapkan
tanggung jawab sosialnya yang berakibat pula pada berbedanya tingkat
pengungkapan sosial antar bank.
Konsep CSR juga dibahas dalam ajaran Islam. Lembaga yang menjalankan
bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi dasar Alquran dan Assunnah, sehingga menjadikan dasar bagi pelakunya dalam
berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Oleh karenanya ikatan hubungan
antara institusi dengan lingkungannya dalam konsep syariah akan lebih kuat
ketimbang dalam konsep konvensional. Hal ini didasarkan pada lembaga bisnis
syariah didasarkan pada dasar-dasar religius.
Ahmad (2002) dalam Fitria dan Hartanti (2010) menjelaskan bahwa lembaga yang
menjalankan bisnisnya berdasarkan syariah pada hakekatnya mendasarkan pada filosofi
dasar Al-quran dan sunnah,
sehingga hal ini menjadikan dasar bagi pelakunya dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sesamanya. Dusuki dan Dar (2005) menyatakan bahwa pada perbankan
syariah tanggung jawab sosial sangat relevan untuk dibicarakan mengingat
beberapa faktor yaitu, perbankan syariah berlandaskan syariah yang beroperasi
dengan landasan moral, etika dan tanggung jawab sosial dan adanya prinsip atas
ketaatan pada perintah Allah dan khalifah.
Salah satu lembaga bisnis yang
operasionalisasinya berdasarkan syariah adalah perbankan syariah. Perkembangan
perbankan syariah baik di Indonesia maupun di dunia sangat pesat. Survey yang
dilakukan oleh Bahrain Monetary Agency
di tahun 2004 memperlihatkan bahwa jumlah institusi perbankan syariah melonjak
dengan cukup signifikan dari 176 di tahun 1997 menjadi 267 di tahun 2004 yang
beroperasi di 60 negara di dunia. Dengan tingkat pertumbuhan 15% pertahun
inilah beberapa pihak menyatakan bahwa industri perbankan syariah merupakan
sektor yang paling cepat berkembang di negara muslim (Zaher dan Hassan dalam Fitria dan
Hartanti, 2010). Begitu pun perkembangan bank umum syariah
di Indonesia dan Malaysia yang terus meningkat dari tahun 2004 sampai tahun
2011. Perkembangan ini menunjukkan bahwa perbankan syariah telah diterima oleh
masyarakat dan harus terus ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan sosial agar
legitimasi bank syariah di tengah-tengah masyarakat terus diakui. Salah satu cara
yang dilakukan oleh perusahaan untuk menyampaikan aktivitas sosialnya (CSR)
adalah dengan melakukan pengungkapan (disclosure)
pada laporan tahunan.
Sejauh
ini pengukuran CSR disclosure pada perbankan syariah masih mengacu
kepada Global Reporting Initiative Index (Indeks GRI) (Haniffa 2002). Pengukuran tersebut tentunya kurang tepat karena
Indeks GRI belum menggambarkan prinsip-prinsip Islam seperti belum mengungkapkan
terbebasnya dari unsur riba, gharar, dan transaksi-transaksi yang diharamkan oleh Islam.
Berbeda dengan Islamic
Social Reporting Index (ISR)
yang saat ini sedang marak diperbincangkan di
dunia. Indeks
ISR merupakan tolak
ukur pelaksanakaan tanggungjawab sosial perbankan syariah yang berisi
kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh
AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti
mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam (Othman
et al, 2009). Di dalam indeks ISR
telah diungkapkan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam seperti zakat,
status kepatuhan syariah (sharia
compliance) dan transaksi yang sudah terbebas dari unsur riba dan gharar serta aspek-aspek sosial seperti sodaqoh, waqof, qordul hasan, sampai dengan
pengungkapan peribadahan di lingkungan perusahaan.
Pemerintah di negara-negara
berpopulasi Muslim seperti Malaysia dan Indonesia serta institusi-institusi
regulator internasional seperti Accounting and Auditing Organization for
Islamic Financial Institutions (AAOIFI)
secara terus menerus menyuarakan dan mengupayakan adanya
pengembangan dan adopsi format pelaporan semacam laporan CSR untuk
diformulasikan bagi lembaga-lembaga keuangan Syariah (Sharani, 2004; Yunus,
2004). Oleh karena itu baik Indonesia maupun Malaysia berusaha untuk
menyeragamkan format pelaporan CSR sesuai dengan kaidah Islam melalui institusi
AAOIFI.
Sayangnya
penelitian mengenai Indeks ISR pada bank-bank syariah belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, mengingat industri
perbankan syariah di dunia termasuk di Indonesia dan Malaysia saat ini sedang tumbuh dengan cukup
pesat, ditambah dengan isu praktek dan pengungkapan CSR yang makin marak, maka penting
dilakukan penelitian mengenai praktek
pengungkapan tanggungjawab sosial (social disclosure)
pada bank syariah di Indonesia dan di Malaysia ditinjau dari perspektif
yang sesuai dengan kaidah Islam yaitu Islamic
Social Reporting (ISR). Alasan dipilihnya penelitian
di Indonesia dan
di Malaysia karena kedua negara ini terus mengupayakan untuk mengadopsi format
pelaporan CSR yang sama yang diambil dari AAOIFI.
Penelitian mengenai pengungkapan tanggungjawab
sosial (social disclosure) perusahaan telah banyak dilakukan, namun kebanyakan
bukan dengan ukuran pengungkapan syariah tetapi ukuran pengungkapan
konvensional seperti Global Reporting
Initiative (GRI). Contohnya penelitian
yang dilakukan oleh Basamalah dan Jermias (2005) yang menunjukkan bahwa salah
satu alasan manajemen melakukan pelaporan tanggungjawab sosial
adalah untuk alasan strategis. Sedangkan Sayekti (2006) menyatakan bahwa hampir
semua perusahaan yang
terdaftar di BEJ telah mengungkapkan informasi mengenai CSR dalam laporan
tahunannya dalam kadar yang beragam.
Pengungkapan
laporan tanggungjawab sosial dalam laporan tahunan bisa menjadi nilai tambah
buat perbankan syariah namun
pengungkapan tersebut masih berbeda satu dengan yang lainnya karena disebabkan
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti pada beberapa penelitian berikut yang dilakukan pada berbagai jenis
perusahaan:
Amalia
(2005) dan Novita dan Djakman (2008) menemukan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh positif terhadap
pengungkapan tanggung jawab sosial, dan didukung oleh Reverte (2008) dan Branco
dan Rodriguez (2008). Sedangkan
Anggraini (2006) dan Rosmasita (2007)
yang juga menemukan bahwa financial leverage,
ukuran perusahaan dan profitabilitas secara statistik tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan.
Othman, et al (2009) menyatakan bahwa
profitabilitas dan komposisi dewan komisaris mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap pengungkapan informasi sosial yang diukur oleh ISR dalam laporan
tahunan perusahaan di Malaysia. Penelitian Othman, et al (2009) didukung oleh Nurkhin (2009) yang menyatakan bahwa
komposisi dewan komisaris independen, profitabilitas (ROE) dan ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Kemudian Almilia (2007), Badjuri (2011) dan Roziani (2009)
menunjukkan bahwa rasio likuiditas mempunyai hubungan positif terhadap luas
pengungkapan pada laporan sosial perusahaan.
Penelitian
internasional pun telah banyak dilakukan mengenai faktor yang mempengaruhi
pengungkapan tanggungjawab
sosial perusahaan (sosial disclosure)
seperti ukuran
perusahaan (Mohamed
Zain, 1999; Romlah et al., 2003;
Ousama dan
Fatima, 2006; Hossain, 2008), profitabilitas (Inchausti, 1997; Janggu, 2004;
Hossain, 2008); likuiditas (Cooke, 1989), leverage
(Othman et al, 2009) dan komposisi
dewan komisaris (Chaganti et al., 1985; Hermalin dan Weisbach, 1991; Ahmed et al.,
2005; Hossain, 2008).
Buku
ini akan membahas mengenai bagaimana pengungkapan tanggungjawab sosial (CSR)
pada perbankan syariah di Indonesia dan Malaysia yang diukur dengan ISR
disertai dengan hasil penelitian yang telah penulis lakukan sehingga pembaca
akan mengetahui bagaimana praktik CSR yang dilakukan oleh perbankan syariah
yang diungkapkan pada media laporan tahunan masing-masing bank syariah. Selain
itu penulis
juga menjelaskan
hasil penelitian mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan tanggungjawab sosial tersebut di
antaranya ukuran perusahaan (size),
profitabilitas, leverage, likuiditas
dan komposisi dewan komisaris.
Share info aja mengenai csr perusahaan, barangkali bisa menambah sedikit bahan bacaan. Klik --> CSR Body Shop
BalasHapusAslkm
BalasHapusIngin tahu bagaimana bisa mendapatkan data ISR , kebetulan ingin melakukan penelitian mengenai ISR dan Keuangan Syariah
Assalamualaikum. Mas, dimanakah saya bisa mendapatkan buku atau ebooknya? Trimakasih..
BalasHapus