.: SELAMAT DATANG DI BLOG EKONOMI ISLAM SUBSTANTIF -- Blog dengan konten riset ekonomi dan keuangan syariah terdepan. :.

Minggu, 17 Juni 2012

ANALISA PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP STABILITAS PERBANKAN GANDA DI INDONESIA

ABSTRACT

Nurul Anisak. Analysis of Macroeconomic Variables Influence on Dual Banking Stability in Indonesia.

Financial instability phenomenon that happened such financial crises influenced on banking stability directly or indirectly through macroeconomic shocks.

The aim of this research is to observe which bank is more stable on dual banking system in Indonesia and the influence of macroeconomic shock on their stability using VAR/VECM method.

The result from the average of z-score shows that shariah bank is more stable than conventional bank in Indonesia (15,49% for shariah bank dan 11,75% for conventional one). FEVD shows accordingly, macroeconomic shocks influence 50.73% for the variability of conventional bank and only 6.24% for shariah bank variability. Nevertheless, it can be argued that the 2,8% of shariah bank’s market share made itself easily influenced by macroconomic shocks than conventional bank  as the result from IRF quantity of shariah bank which is bigger (1.19% by conventional bank stability and -2.12% from inflation) than conventional bank (0.29% by income and 1.43% from interest rate/SBI). The research suggested that one of the best way to increase shariah bank’s stability is to accelerate shariah bank’s market share development in Indonesia.


JEL Classification : A22, G20, G28.

Keywords: Banking Stability, Dual Banking System




BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Keberhasilan suatu sistem keuangan dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain dilihat dari kinerjanya dalam mengalokasikan sumber daya perekonomian secara optimal sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, serta dilihat dari stabilitas sistem keuangan tersebut dalam menghadapi berbagai guncangan (Ascarya dan Yumanita, 2009). Sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan makin berkembang luas ditandai dengan bermunculannya lembaga-lembaga keuangan serta instrumen keuangan yang ada di dalamnya. Kompleksitas dan keragaman pun berkembang ditandai dengan perkembangan lembaga keuangan syariah yang terdiri dari Lembaga Keuangan Bank (LKB) maupun Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) serta instrumen-instrumen di dalamnya yang dinilai lebih aman dan stabil karena sistem bagi hasil (profit and loss sharing) dan kepastian akad di dalamnya.
Ekonomi Islam diyakini memberikan solusi untuk membangun sistem keuangan syariah yang lebih stabil dan aman karena terbebas dari riba, maysir, dan gharar yang selama ini terdapat dalam sistem keuangan konvensional. Terbukti dengan banyak penelitian empiris yang membuktikan bahwa sistem keuangan dan perbankan Islam secara Internasional lebih stabil jika dibandingkan sistem keuangan konvensional seperti Iqbal (2001), Iqbal dan Molyneux (2006), Čihák, et al. (2008), Ascarya (2009a), Ascarya, et al. (2009). Instabilitas keuangan tersebut dapat dieksplorasi dengan melihat bagaimana guncangan ekonomi yang biasa terjadi saat krisis direspon oleh stabilitas perbankan konvensional dan syariah, sehingga diketahui sistem manakah yang lebih stabil.
Krisis telah terjadi di berbagai belahan dunia secara berulang dari masa ke masa sehingga menurut Laeven dan Valencia (2008), sepanjang tahun 1970-2007 terdapat 447 krisis yang terbagi menjadi 395 krisis keuangan (krisis perbankan, krisis mata uang dan krisis pembayaran hutang pemerintah), 42 twin crisis[1] dan 10 triple crisis[2]. Adapun krisis yang melanda Indonesia dan berdampak signifikan adalah seperti yang terjadi pada krisis multidimensi 1997-1998 dan krisis keuangan global pada 2007-2008 baru-baru ini.
Krisis keuangan 1997-1998 di Indonesia merupakan krisis yang memberikan beberapa dampak signifikan bagi stabilitas perbankan Indonesia. Diantara dampak yang ditimbulkan adalah inflasi yang melonjak menjadi 77,6%, pertumbuhan ekonomi yang merosot hingga -13,2% (Hatta dalam Ascarya, 2008) dan juga depresiasi nilai tukar rupiah yang mencapai angka Rp 10.000 / dolar AS menyebabkan terjadinya krisis perbankan karena kolapsnya beberapa bank swasta yang gagal membayar pinjamannya dalam bentuk mata uang asing (US Dollar). Pada saat itulah Bank Indonesia memutuskan untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan bank-bank swasta. Sehingga pada 1 Nopember 1997 sebanyak 16 bank dilikuidasi, 7 bank dibekukan operasinya pada April 1998 dan pada 13 Maret 1999 terdapat 38 bank yang dilikuidasi (Surifah,2002). Berbeda dengan bank umum konvensional yang mengalami instabilitas, bank umum syariah justru memperlihatkan kestabilannya yang ditunjukkan dengan dikategorikan Bank Muamalat Indonesia sebagai bank sehat yang tidak berpotensi untuk kolaps atau bangkrut pada krisis 1997-1998 (berdasarkan pada hasil pengumuman Badan Pengawas Perbankan Nasional (BPPN) 13 Maret 1999). 
Krisis baru-baru ini yang terjadi adalah krisis yang terjadi pada tahun 2007-2008 yang dikenal dengan subprime mortgage crises. Berawal dari krisis macet perumahan di Amerika pada semester akhir 2007, dalam hitungan bulan krisis tersebut menyebar kepada sektor keuangan dan juga sektor riil di berbagai Negara kawasan Eropa dan Amerika. Akibat lebih lanjut dari krisis finansial global ini adalah ekonomi dunia yang mengalami perlambatan sangat tajam pada triwulan terakhir 2008. AS, inggris, jepang serta negara maju lainnya mengalami fase resesi yang cukup serius pada tahun 2009 (Subekti, 2009). Banyaknya perusahaan investasi perumahan yang bangkrut mulai April 2007 seperti  New Century Financial dan Shancae Landesbank Jerman dan Lembaga Keuangan Jerman (IKB) kehilangan investasi subprime mortgage dan dalam bentuk sekuritas sebesar USD 1 Miliar (Tempo dalam Depkominfo, 2010). Bukti dampak negatif krisis keuangan global 2008 pun bertambah dengan bangkrutnya beberapa perusahaan investasi raksasa seperti Bear Stearns, Fannie Mae, Freddie Mac, dan sekaliber Lehman Brothers (September 2008). Kejadian inilah yang mengakibatkan bank-bank Internasional di luar AS terkena dampak serius karena menginvestasikan dana nasabahnya pada sekuritas investasi perumahan di AS. Sehingga kebijakan bail out dan biaya stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi pun tidak bisa dielakkan.
Dampak krisis keuangan 2008 yang dialami Indonesia secara langsung terhadap variabel makroekonomi adalah indikator IHSG yang terus menurun akibat terjadinya capital outflow besar-besaran di pasar saham dan kenaikan nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS. Salah satu penyebabnya anjloknya IHSG adalah kebijakan negara maju yang terkena imbas krisis dengan menarik dana-dana investasi yang ada di negara berkembang untuk bisa menciptakan gairah investasi dalam negeri yang sebelumnya lesu akibat krisis.  Hal itu dibuktikan dengan pergerakan IHSG yang terus menurun dari titik puncak 2.830,26 pada Januari 2008  menjadi  1.111,39 pada 28 Oktober 2008 walaupun pemerintah telah melakukan suspen perdagangan selama 2 hari, yaitu 9 dan 10 Oktober 2008 ( lihat Grafik 1.1). Capital outflow yang ditunjukkan adalah penurunan nilai kapitalisasi saham BEI dari sebelumnya Rp. 1.995 triliun pada Februari 2008 menjadi Rp. 993 triliun pada November 2008, atau terjadi penurunan modal sebesar Rp. 1.002 triliun.




Grafik 1.1 Pergerakan IHSG dan Kurs Rupiah
   Sumber : Statistik Pasar Modal, 2008 dan  Bank Indonesia (diolah)
Sementara itu, gejolak instabilitas luar negeri pun terlihat dengan anjloknya nilai tukar rupiah yang mencapai angka Rp12.900 per dolar AS pada 24-25 Nopember 2008. Hal ini tidak jauh berbeda dengan dampak yang ditimbulkan oleh krisis multidimensi 1998 di Indonesia yang menyebabkan terjadinya krisis mata uang domestik.
Berbagai gejolak makroekonomi di atas menunjukkan bahwa instabilitas keuangan yang ditunjukkan oleh krisis keuangan semakin sering dan semakin besar intensitasnya sehingga pembelajaran untuk memahami stabilitas keuangan yang didominasi oleh sektor perbankan sebesar 47% menjadi sangat penting walaupun pangsa perbankan syariah hanya sebesar 2% saja (Ascarya dan Yumanita, 2009).
Fenomena instabilitas keuangan inilah yang memunculkan berbagai analisis tentang stabilitas sistem keuangan dan juga perbankan. Stabilitas perbankan secara umum, bisa diketahui melalui rasio ekuitas yang dimiliki serta rasio kredit macet yang dimilikinya. Hal ini dikarenakan bank-bank yang ada di suatu negara lebih peka dan sensitif terkena dampak akibat instabilitas keuangan tersebut selain daripada nilai indeks saham yang ada. Untuk itu, stabilitas perbankan perlu dikaji lebih jauh berkenaan dengan pengaruh yang dialaminya akibat gejolak variabel makroekonomi ketika instabilitas terjadi.
Indonesia yang menganut sistem perbankan ganda sejak tahun 1998, menjadikan ide pokok pemikiran peneliti untuk membandingkan objek penelitian ini ke dalam dua jenis perbankan, yaitu konvensional dan syariah. Sehingga atas dasar gejolak makroekonomi yang perlu diimplementasikan pengaruhnya terhadap stabilitas perbankan, peneliti mencoba meneliti seberapa jauh pengaruh yang diberikan variabel makroekonomi terhadap stabilitas perbankan yang penulis klasifikasikan menjadi dua, yaitu Bank Konvensional dan Bank Syariah. Penelitian tersebut disusun dengan judul “Analisa Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Stabilitas Perbankan Indonesia : Konvensional dan Syariah.







1.2     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini merumuskan permasalahan berkaitan dengan pengaruh variabel makroekonomi terhadap stabilitas Perbankan Indonesia baik konvensional maupun syariah. Secara khusus penelitian ini akan mencoba menjawab:
1)   Apakah secara konseptual perbankan syariah lebih stabil dibandingkan perbankan konvensional?
2)   Apakah terdapat pengaruh dan sejauhmana pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel-variabel makroekonomi terhadap stabilitas bank konvensional maupun syariah di Indonesia?
3)   Apakah sama pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel makroekonomi terhadap stabilitas pada Bank Konvensional maupun Syariah di Indonesia ?
1.3     Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini mencakup :
1.        Indikator makroekonomi yang dipilih penulis terhadap stabilitas perbankan Indonesia dengan memfokuskan penelitian kepada indikator pengukuran stabilitas perbankan yaitu z-score (Cihak, 2007, 2008 ; Boyd, Nicolò, dan Jalal, 2007).

2.        Indikator makroekonomi dan mikroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Produk Industri (IPI) sebagai proksi dari produk domestik bruto (PDB) yang memiliki satuan data bulanan, suku bunga bulanan Sertifikat Bank Indonesia (SBI), nilai tukar (exchange rate), dan inflasi (Cihak, 2007, 2008 ; Boyd, Nicolò, dan Jalal, 2007; Ascarya, et al., 2009).
1.4     Tujuan Penelitian
Secara rinci, studi/penelitian ini memiliki beberapa tujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian, sebagai berikut :
1.      Mengetahui kestabilan perbankan syariah jika dibandingkan dengan perbankan konvensional
2.      Mengidentifikasi ada atau tidaknya serta sejauhmana pengaruh variabel makroekonomi terhadap stabilitas perbankan di Indonesia baik untuk bank konvensional dan syariah.
3.      Mengetahui sama atau tidaknya pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel makroekonomi terhadap stabilitas pada Bank Konvensional maupun Syariah di Indonesia


1.5     Metodologi Penelitian dan Data
Data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder runtut waktu (time series) bulanan dari periode Januari 2005 sampai dengan Juni 2010, yang diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia dan Syariah BI (SPI-BI dan SPS-BI), Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia BI (SEKI-BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Sedangkan metodologi dalam studi penelitian ini akan dianalisis dengan memakai Vector Auto Regression (VAR) /Vector Error Correction Model (VECM).
1.6     Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat antara lain:
1.    Dapat menjadi bahan masukan bagi para pembuat kebijakan baik bank sentral maupun instansi lain yang terkait dalam membuat keputusan dan menyediakan perangkat-perangkat hukum yang membantu untuk perbaikan dan pengembangan stabilitas sistem perbankan Indonesia khususnya sistem perbankan syariah.
2.    Menjadi bahan pertimbangan bagi para praktisi yang terkait dengan perbankan syariah khususnya untuk merumuskan strategi yang dapat meningkatkan stabilitas perbankan syariah sehingga terjadi sinkronisasi teori dan praktiknya.
3.    Penelitian ini diharapkan juga dapat dijadikan referensi bagi studi selanjutnya yang berkaitan dengan stabilitas perbankan syariah.

1.7     Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan ini berisi uraian tentang isi bab demi bab yang akan ditulis dalam penelitian ini. Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
1.      BAB I  PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang dari masalah yang akan diteliti, rumusan     masalah, batasan masalah, tujuan dari penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
2.      BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini terdiri dari landasan teori, penelitian terdahulu dari masalah yang akan diteliti sebagai pijakan penulis dalam menganalisa masalah yang menjadi objek penelitian. Selain itu, terdapat posisi penelitian dan kerangka pemikiran penelitian.
3.      BAB III  METODOLOGI
Bab ini menjelaskan jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel yang digunakan, metodologi penelitian serta model penelitian.
4.      BAB IV  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANNYA
Dalam bab ini dilaporkan hasil pengolahan data sesuai dengan metodologi serta analisis secara ekonomi untuk menjawab rumusan masalah pada bab satu dapat terjawab dengan baik sesuai dengan teori yang telah ada pada bab dua.
5.      BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bagian akhir dari skripsi, di dalamnya penulis memaparkan kesimpulan dan jawaban atas rumusan masalah dari penelitian yang telah dilakukan. Selain itu, penulis memberikan rekomendasi apa-apa saja yang bisa ditindak lanjuti dari masalah yang mungkin belum bisa terselesaikan dalam penelitian ini dan menjadi kekurangan yang bisa diperbaiki untuk penelitian berikutnya.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, akan di bahas tinjauan pustaka untuk mendasari dan memperkuat penelitian ini. Tinjauan pustaka diklasifikasikan menjadi tinjauan pustaka yang berasal dari teori baku dan penelitian terdahulu yang bersifat empiris bersumber dari jurnal internasional, nasional dan karya ilmiah universitas.
2.1 Stabilitas Sistem Keuangan dan Perbankan
Belum ada teori baku yang menyatukan definisi dari stabilitas keuangan secara satu kesatuan. Terdapat begitu banyak definisi stabilitas keuangan yang dikemukakan oleh para ekonom dan praktisi. Seperti Mishkin (1991) mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai keadaan yang lazim dari sebuah sistem keuangan yang mampu mengalokasikan secara efisien sumber daya dan memanfaatkan kesempatan untuk menginvestasikannya sebak-baiknya bahkan ketika terjadi gangguan ekonomi. Definisi ini yang diamini oleh Lai (2002) dalam mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai kemampuan sebuah system keuangan dalam menghadapi dan menanggulangi krisis yang memberikan guncangan terhadap system perekonomian. Krisis yang dimaksud adalah seperti yang suatu kejadian sistemik yang yang menyebabkan kerugian (loss) dalam perekonomian dalam ukuran yang substansial di dalam suatu sistem keuangan dan memiliki dampak serius yang sangat merugikan bagi ekonomi. Di Indonesia, pengertian stabilitas keuangan didefinisikan oleh Bank Indonesia sebagai sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.
Dari definisi yang didapatkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kestabilan suatu sistem keuangan didapatkan ketika ia dapat bertahan dalam menghadapi goncangan yang dihadapi ketika krisis terjadi. Ketahanan tersebut bisa diperoleh dari optimalisasi penggunaan fungsi yang dimiliki oleh semua institusi dan lembaga keuangan yang ada di dalam suatu negara baik lembaga keuangan bank maupun non bank. Hal ini secara empiris dibuktikan oleh Lai (2002) yang menyebutkan bahwa beberapa literatur tentang ketidakstabilan keuangan antara lain menggarisbawahi sumbersumber ketidakstabilan keuangan tersebut disebabkan oleh inisiasi dan propagasi krisis keuangan yang diawali dengan kegagalan bank dalam mempertahankan kepercayaan depositor sehingga terjadi penarikan dana besar-besaran dan inefisiensi likuiditas perbankan yang menyebabkan banyak bank mengalami kegagalan akibat credit exposures dan asymmetric information akibat pembiayaan utang (debt financing).
Karena belum dibakukan dalam sebuah teori, stabilitas sistem keuangan pun banyak dikaji dalam penelitian-penelitian empiris untuk melihat factor-faktor yang menyebabkan instabilitas sistem keuangan. Hal ini dikarenakan umumnya penyebab instabilitas sistem keuangan merupakan kombinasi dari faktor struktural maupun perilaku yang bersumber dari internal maupun eksternal. Adapun risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
Sebagaimana disebutkan dalam Sorge (2004), salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengetahui kepekaan vulnerabilitas suatu sistem keuangan dari goncangan makroekonomi adalah stress testing seperti FSAP (Financial Sector Assessment Program) Macro Stress Testing yang digagas oleh IMF (Internasional Monetary Fund) dan Bank Dunia. Adapun guncangan yang sering berdampak pada instabilitas sistem keuangan antara lain perubahan tingkat suku bunga yang mendadak dan tidak likuidnya pasar tertentu.
Metode lain dalam mengukur stabilitas dikemukakan oleh Aspachs et al. (2006) yang mengukur stabilitas dari keseluruhan sistem perbankan menggunakan model dua faktor, yaitu berdasarkan default rate dan profitabilitasnya. Beberapa variabel yang digunakan yaitu probability to default, pertumbuhan GDP riil, pertumbuhan indeks ekuitas bank, dan tingkat inflasi. Di samping itu dianalisis pula pengaruhnya dengan mengakomodasi variabel harga properti dan tingkat suku bunga jangka pendek. Hasil studinya menunjukkan bahwa ketika default risk bank naik dan tingkat profitabilitas bank turun, GDP akan turun.

Secara umum, sistem keuangan di Indonesia didominasi oleh perbankan, pasar modal, dan pasar obligasi. Ketika krisis terjadi pada September 2008, terjadi respons yang beragam seperti penurunan aset pada pasar modal sebesar Rp 912 triliun, stagnasi pasar obligasi yang berkisar pada Rp 608 triliun sedangkan perbankan mengalami peningkatan aset mencapai Rp 2172 triliun (Ascarya, et al., 2009). Data terakhir pada Juni 2010 menunjukkan bahwa total aset sistem keuangan di Indonesia mencapai Rp.5928 triliun, terdiri dari Rp. 2.797 triliun aset perbankan (sekitar %), Rp. 2.401 triliun aset pasar modal, dan Rp. 730 triliun aset pasar obligasi.
Beberapa penelitian pun telah merumuskan variable yang digunakan untuk mengukur stabilitas keuangan, penelitian Irawan dalam Ascarya, et al.(2009) menggunakan variable NPL dan nilai tukar rupiah yang digabungkan menjadi satu indeks sebagai proxy stabilitas keuangan. Kemudian diestimasi dengan VAR menggunakan variable pertumbuhan GDP riil, inflasi, tingkat suku bunga BI, volume kredit perbankan dan financial stability index untuk melihat pengaruh  kebijakan moneter terhadap stabilitas harga dan stabilitas. Sedangkan Ascarya, et al.(2009) begitu jelas mengklasifikasikan indeks stabilitas keuangan untuk sistem keuangan ganda di Indonesia baik sistem konvensional maupun syariah. Indeks Stabilitas Keuangan (FSI) yang dihasilkan dalam penelitian ini untuk sistem konvensional adalah NPL, ROE, IHSG, Indeks Harga Obligasi, dan PUAS, sedangkan untuk sistem syariah adalah NPF, ROE, JII, Indeks Harga Sukuk, dan PUAB.
Stabilitas perbankan yang menjadi bagian yang mendominasi stabilitas sistem keuangan sudah banyak diteliti. mayoritas penelitian secara empiris melihat stabilitas perbankan dari sisi credit risk  atau kualitas portofolio . seperti halnya sistem keuangan, banyak penelitian dilakukan untuk melihat stabilitas perbankan konvensional, diantaranya menggunakan NPL seperti Barajas, et al. (2008),  Zeman, et al. (2008), Babouček, et  al. (2005), lainnya menggunakan Expected Default Frequency (EDF) oleh Åsberg, et al. (2008), corporate sector default rate oleh Virolainen (2004) dan write-off ratio on aggregate loans oleh Hoggarth, et al. (2005).

2.2 Variabel Makroekonomi
Terdapat banyak variabel yang diklasifikasikan sebagai variable makroekonomi sehingga menurut Zeman, et al(2008), variable makroekonomi dibagi menjadi empat kategori : indikator siklikal, stabilitas harga, pasar keuangan dan indikator sektor eksternal (lihat Tabel 2.1)
Tabel 2.1 Klasifikasi Variabel Makroekonomi
Group
Variabel
Indikator Siklikal
GDP riil, Industrial Production, Output Gap
Stabilitas Harga 
Inflasi,pertumbuhan M1 secara agregat
Pasar Finansial
Interbank Offered Rate periode 3 bulan nominal dan riil dan Indeks Pasar Saham
Indikator Sektor Eksternal
Ekspor , Harga minyak , Tingkat nilai tukar
Akan tetapi, variabel makroekonomi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penjelasan teori dan hubungan antar variabel-variabel makro yang berkaitan dengan judul penelitian diatas. Antara lain pendapatan domestik bruto (PDB) yang diwakili oleh industrial product index (IPI), tingkat suku bunga riil jangka panjang (long term real interest rate), nilai tukar rupiah, dan inflasi.
2.2.1  Industrial Product Index
Febianto dan Kasri (2009) menyebutkan bahwa Industrial Production Index digunakan sebagai proxy untuk pendapatan, indikator makroekonomi sedikit banyak mempengaruhi perkembangan dan juga stabilitas perbankan jika ia mengalami gejolak. Indeks ini biasanya digunakan sebagai proxy dari aktifitas ekonomi atau pendapatan nasional karena ketiadaan perhitungan GDP maupun GNP riil secara bulanan. (Kassim, et al. 2009). Berdasarkan keterangan di ataslah penulis menggunakan variable IPI sebagai variabel independen pengganti GDP riil yang berbasis data bulanan. Diharapkan dalam penelitian ini, hubungan yang terjadi antara IPI dan stabilitas perbankan adalah positif, dimana ketika pendapatan nasional naik maka akan dibarengi dengan peningkatan stabilitas karena tidak adanya peningkatan kredit macet yang mengahambat perkembangan perbankan (teori siklus keuangan).
2.2.2 Tingkat Suku Bunga
Menurut Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem bunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak Juli 2005, Bank Indonesia menggunakan mekanisme ”BI rate” (suku bunga BI) yaitu Bank Indonesia mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Tingkat suku bunga BI yang dipakai dalam berbagai penelitian adalah suku bunga BI dengan jangka satu bulan. Tingkat suku bunga BI yang meningkat akan meningkatkan potensi instabilitas keuangan. Hal ini diasumsikan karena kredit maupun pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan akan terganggu karena peminjam / debitur mengalami kesulitan pembayaran kembali karena bunga yang harus ia bayarkan saat itu lebih besar daripada periode sebelumnya. Sehingga asumsi penulis untuk hubungan yang dihasilkan antara suku bunga dan stabilitas adalah negatif seperti pada penelitian Cihak, et al. (2007). Dengan alasan ketika suku bunga naik akan mengurangi stabilitas perbankan yang ditandai salah satunya oleh peningkatan kredit macet baik dalam bentuk NPL ataupun Expected Default Frequency (EDF) sehingga hubungan tingkat suku bunga menjadi sangat signifikan seperti dalam penelitian Åsberg et al. (2008), Barajas et al. (2008), Zeman et al. (2008), Endrész et al.  (2008), Virolai-nen (2004), Hoggarth et al. (2005) dan Ascarya et al. (2009) yang dijelaskan bahwa presentase pengaruh yang dimilikinya sebesar 20,39%.
Indonesia yang menggunakan sistem perbankan ganda, saat ini memiliki dua instrumen moneter untuk suku bunga moneternya, yaitu Suku bunga BI yang menjadi acuan dan imbal hasil SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah) untuk perbankan syariah. Sehingga dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua instrumen tersebut (mengacu pada penelitian Ascarya et al., 2009) untuk melihat seberapa jauh pengaruh yang dihasilkan terhadap stabilitas perbankan konvensional dan syariah.


2.2.3 Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu Negara terhadap mata uang Negara lain. Oleh karena itu, nilai tukar merupakan salah satu alat pengukur kondisi makroekonomi suatu negara, sebab menunjukkan kemampuan relatif perekonomian suatu negara terhadap negara lainnya. Pada saat ini, barometer untuk mengukur kekuatan mata uang di dunia adalah dolar Amerika (US Dollar), sehingga yang digunakan sebagai pengukur nilai tukar dalam penelitian ni adalah nilai tukar US Dollar terhadap rupiah di Indonesia.
Pengaruh nilai tukar terhadap kondisi makroekonomi berhubungan dengan tingkat harga berlaku, yang mempengaruhi perilaku nasabah dalam menabung dan permintaan terhadap pembiayaan dalam menyikapi fluktuasi bilai kurs. Mankiw (2001) menyatakan : ”jika kurs riil tinggi, barang-barang dari luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik lebih mahal. Jika kurs riil rendah, barang-barang dari luar negeri relatif lebih mahal dan barang-barang domestik lebih murah.”
Penggunaan variabel nilai tukar mata uang (exchange rate) dalam penelitian ini karena dalam banyak penelitian disimpulkan bahwa nilai tukar uang terhadap mata uang asing berpengaruh secara signifikan dan berhubungan positif terhadap stabilitas perbankan dalam Čihák et al. (2007;2008), bahkan berpengaruh terhadap FSI konvensional secara gabungan sebesar 8.04% serta mempengaruhi FSI syariah secara terpisah sebesar 8.53% dan secara gabungan sebesar 7.22% (Ascarya et al.,2009).  Sedangkan dalam penelitian stabilitas lainnya, walaupun tidak dinyatakan dalam angka, dinyatakan bahwa tingkat nilai tukar mata uang pada memberikan pengaruh negatif terhadap stabilitas bank di Slovakia (Zeman, et al., 2008)
2.2.4 Inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana harga atas barang dan jasa yang naik secara keseluruhan pada satu periode waktu tertentu. Karateristiknya yang mencerminkan kenaikan harga yang menyeluruh menjadikannya termasuk ke  dalam klasifikasi seperti yang dikatakan Zeman, et al.(2008) yang diukur menggunakan Indeks Harga Konsumen di suatu Negara. Inflasi dijadikan indicator stabilitas harga karena hubungannya yang selalu dikaitkan dengan moneter agregat. Secara teori, kemunculan inflasi disebabkan oleh tingkat suku bunga yang dinaikkan dan menyebabkan kenaikan biaya produksi dari sisi output serta kebatalan beberapa rencana investasi akibat kenaikan ingkat bunga tersebut yang menjadikan masyarakat lebih memili menabung daripada menginvestasikan dananya. Inflasi yang berkelanjutan pada akhirnya akan menurunkan stabilitas ekonomi sehingga dalam hal ini bank sentral akan menurunkan tingkat suku bunga untuk menggairahkan investasi dan kegiatan ekonomi (Rahardja, et.al, 2004).
Tidak hanya teori, penelitian empiris pun menunjukkan bahwa inflasi digunakan sebagai variable makroekonomi wajib  yang memang digunakan untuk melihat seberapa jauh pengaruhnya terhadap stabilitas perbankan seperti Baboucek, et al.(2005), Asberg, et al.(2008), dan Ascarya, et al.(2009). Lebih jauh dalam Ascarya, et al.(2009) dijelaskan bahwasanya inflasi memiliki pengaruh terbesar kedua yang mempengaruhi stabilitas keuangan syariah (yang didominasi perbankan sebesar 47%) secara umum sebesar 5,54%. Akan tetapi, penelitian lainnya menyatakan hal yang berbeda seperti Čihák, et al. (2007, 2008) yang meneliti stabilitas perbankan secara cross country, menyatakan bahwa inflasi termasuk variabel makroekonomi yang kurang berpengaruh secara siginifikan terhadap stabilitas perbankan. Sedangkan beberapa penelitian stabilitas perbankan tidak memasukkan variabel inflasi ke dalam penelitiannya seperti Endrész, et al.(2008) di Hungaria oleh Zeman, et al.(2008) di Chile, dan Barajas, et al.(2008) yang meneliti stabilitas perbankan dengan menggunakan metode macro stress test.
2.3 Perbankan Syariah                                                                         
2.3.1 Definisi Bank Syariah
Sejak dikeluarannya UU no. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU no. 7 tahun 1992 tentang perbankan, Indonesia sudah mulai menerapkan system perbankan ganda, yaitu bank konvensional dan bank syariah. Bank syariah dapet didefinisikan sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sehingga perbankan syariah atau perbankan islam dapat didefinsikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll). Pelarangan riba sebenarnya sudah dilarang secara jelas oleh beberapa ajaran agama dalam kitab suci mereka. Ajaran kristen menyebutkan dalam Lucas 6:34-35 dan Yahudi menerangkannya dalam kitab Exodus 22:25, Deuteronomy 23: 19 dan Levicitus 35:7(Antonio, 2001). Islam pun telah menerangkan secara komprehensif tentang pengharaman dan akibat yang ditimbulkan oleh riba (bunga). Hal tersebut tercantum dalam Al-qur’an seperti di bawah ini :
1.    QS. Ar-Rum, ayat 39 tentang ketiadaan manfaat riba di sisi Allah :
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷ŽzÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# Ÿxsù (#qç/ötƒ yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y šcr߃̍è? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ  
Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”
2.    QS. An-Nisaa, ayat 160-161 tentang siksa yang akan diterima bagi pemakan riba :
5Où=ÝàÎ6sù z`ÏiB šúïÏ%©!$# (#rߊ$yd $oYøB§ym öNÍköŽn=tã BM»t7ÍhŠsÛ ôM¯=Ïmé& öNçlm; öNÏdÏd|ÁÎ/ur `tã È@Î6y «!$# #ZŽÏWx. ÇÊÏÉÈ   ãNÏdÉ÷{r&ur (#4qt/Ìh9$# ôs%ur (#qåkçX çm÷Ztã öNÎgÎ=ø.r&ur tAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# È@ÏÜ»t7ø9$$Î/ 4 $tRôtGôãr&ur tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 öNåk÷]ÏB $¹/#xtã $VJŠÏ9r& ÇÊÏÊÈ  
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah (160). Dan disebabkan mereka memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih (161).
3.     QS. Ali Imran, ayat 130-132 tentang pengharaman untuk memakan riba[3] yang berlipat ganda :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=à2ù's? (##qt/Ìh9$# $Zÿ»yèôÊr& Zpxÿy軟ÒB ( (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÌÉÈ   (#qà)¨?$#ur u$¨Z9$# ûÓÉL©9$# ôN£Ïãé& tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 ÇÊÌÊÈ   (#qãèÏÛr&ur ©!$# tAqߧ9$#ur öNà6¯=yès9 šcqßJymöè? ÇÊÌËÈ  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat gandadan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (130). Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir (131). Dan taatilah Allah dan rasul, supaya kamu diberi rahmat (132).
4.    QS. Al-Baqarah, ayat 278-279 untuk meninggalkan riba sepenuhnya dan akibat jika tidak meninggalkannya.
bÎ) (#rßö6è? ÏM»s%y¢Á9$# $£JÏèÏZsù }Ïd ( bÎ)ur $ydqàÿ÷è? $ydqè?÷sè?ur uä!#ts)àÿø9$# uqßgsù ׎öyz öNà6©9 4 ãÏeÿs3ãƒur Nà6Ztã `ÏiB öNà6Ï?$t«Íhy 3 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î6yz ÇËÐÊÈ   * }§øŠ©9 šøn=tã óOßg1yèd £`Å6»s9ur ©!$# Ïôgtƒ ÆtB âä!$t±o 3 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz öNà6Å¡àÿRL|sù 4 $tBur šcqà)ÏÿZè? žwÎ) uä!$tóÏFö/$# Ïmô_ur «!$# 4 $tBur (#qà)ÏÿZè? ô`ÏB 9Žöyz ¤$uqムöNà6ös9Î) ÷LäêRr&ur Ÿw šcqãKn=ôàè? ÇËÐËÈ  
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa Riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278). Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” (279)
Bank syariah yang memiliki sistem bagi hasil ini diyakini memiliki keadilan dan peranan penting dala memajukan kesejahteraan rakyatnya. Pembiayaan yang disalurkan bank syariah pun memang lebih hati-hati dan bagi hasil yang disepakati sesuai dengan prinsip syariah yang berasaskan keadilan bagi semua pihak yang terlibat. Sehingga ini menjadikan asumsi bahwasanya kegaitan transaksi bank syariah lebih disalurkan kepada sektor riil daripada sektor pasar uang maupun modal yang bersifat spekulatif dan rentan terhadap gejolak makroekonomi yang terjadi. Keterangan inilah yang menjadi sangat menarik untuk mengkaji asumsi manakah yang lebih stabil antara perbankan konvensional dan perbankan syariah yang kemudian akan dijawab dalam penelitian ini. Diharapkan, perbankan syariah lah yang menjadi lebih stabil daripada perbankan konvensional. Meskipun dalam studi literatur terdahulu (Choong dan Liu, 2006) dinyatakan bahwa bank syariah di malaysia dalam prakteknya tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Akan tetapi, pendapat tersebut tidak dapat diamini secara langsung karena bersifat minoritas (hanya berdasarkan pada satu negara saja).
2.3.2 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional di Indonesia
Bank Islam atau yang biasa disebut dengan bank syariah melakukan segala aktifitasnya berdasarkan pada prinsip dan nilai-nilai syariah yang membatasinya. Nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikrolah yang menjadikannya berbeda dari perbankan konvensional. Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dar hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sedangkan nilai-nilai mikro yang harus ada ialah sifat-sifat mulia yang dimiliki Rasulullah SAW, yaitu shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh yang kemudian diimplementasikan dalam budaya dan perilaku kerja para pengelola bank syariah (Ascarya, 2007).
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, terdapat pula banyak perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah di antaranya menyangkut konsep operasi, aspek legalitas, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja (Antonio, 2001).
Tidak hanya sistem bagi hasil (profit loss sharing) sebagai substitusi bunga bank, perbedaan yang mendasar dan menjadi perbedaan besar bagi bank syariah dari bank konvensional adalah nilai-nilai ekonomi yang menjadi dasar pembentukan bank syariah dari Al-qur’an dan As-sunnah yang merupakan nilai mutlak. Adanya akad, rukun, dan syarat wajib ketika pelaksanaan akad adalah bukti kesempurnaan dari nilai-nilai keadilan yang terintegrasi dalam sistem perbankan syariah. Kemandirian  sistem perbankan syariah pun ditunjukkan dengan keseriusan bank sentral Indonesia untuk menjalankan sistem perbankan ganda yang mengokomodasi dan memfasilitasi perkembangan bank syariah. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan Dewan Syariah Nasional dan Dewan Pengawas Syariah yang mengawasi perkembangan dan perjalanan bank syariah agar sesuai dengan nilai-nilai syariat Islam. Hal ini disempurnakan dengan keberadaan BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) yang menyelesaikan masalah atau sengketa yang terjadi pada bank syariah sehingga bank syariah dapat berdiri sendiri tanpa menginduk pada bank konvensional yang terlebih dahulu eksis.
Perbedaan lainnya adalah jenis produk pendanaan dan pembiayaan yang ada di bank syariah tetap mengikuti ketentuan serta hukum syariah Islam, maka bisnis dan usaha yang dibiayai pun tidak terlepas dari nilai-nilai tersebut. Tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah (Antonio, 2001) :
  Secara garis besar, perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional dapat dilihat pada tabel rangkuman berikut:
Tabel 2.2  Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Pembeda
Bank Konvensional
Bank Syariah
Fungsi dan Kegiatan Bank
Intermediasi, Jasa Keuangan
Intermediasi, Manajer Investasi, Investor, Sosial, Jasa Keuangan
Mekanisme dan Objek Usaha
Tidak antiriba dan antimaysir
Antiriba dan antimaysir
Prinsip Dasar Operasi
· Bebas nilai (prinsip materialis)
· Uang sebagai komoditi
· Bunga
· Tidak bebas nilai (prinsip syariah Islam)
· Uang sebagai alat tukar dan bukan komoditi
· Bagi hasil, jual beli, sewa
Prioritas Pelayanan
Kepentingan pribadi
Kepentingan publik
Orientasi
Keuntungan
Tujuan sosial-ekonomi Islam, keuntungan
Bentuk
Bank Komersial
Bank Komersial, bank pembangunan, bank universal atau multi-purpose
Evaluasi Nasabah
Kepastian pengembalian pokok dan bungan (creditworthliness dan collateral)
Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko
Hubungan Nasabah
Terbatas debitor-kreditor
Erat sebagai mitra usaha
Sumber Likuiditas Jangka Pendek
Pasar Uang, Bank Sentral
Pasar Uang Syariah, Bank Sentral
Pinjaman yang diberikan
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba
Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba dan nirlaba.
Lembaga Penyelesai Sengketa
Pengadilan, Arbitrase
Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Risiko Usaha
· Risiko bank dengan debitur tidak terkait langsung, begitu pula antara debitur dan bank
· Kemungkinan terjadi negative spread.
· Risiko yang ada dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran.
· Tidak mungkin terjadi negative spread.
Struktur Organisasi Pengawas
Investasi
Dewan Komisaris


Halal atau haram
Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah (DPS), dan Dewan Syariah Nasional (DSN)
Halal
 Sumber : Ascarya (2007)
2.3.3 Perkembangan Perbankan Syariah
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, telah merintis usaha pendirian bank islam guna memenuhi permintaan masyarakat yang membutuhkan alternatif jasa perbankan yang sesuai dengan syariah Islam. Dimulai dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada 1992, kemudian berkembang hingga menjadi 10 BUS (Bank Umum Syariah) dan 23 UUS (Unit Usaha Syariah)  pada Agustus 2010 (lihat Tabel 1.1).
Tabel 2.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)

2005
2006
2007
2008
2009
Agustus
2010
Bank Umum Syariah
·     Jumlah bank
·     Jumlah kantor
Unit Usaha Syariah
·     Jumlah bank umum konvensional yang memiliki UUS
·     Jumlah kantor
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
·     Jumlah bank
·     Jumlah kantor

    3
304


  19
154

  92
  92

    3
349


  20
183

105
105

    3
401


  26
196

114
185

    5
581


  27
241

131
202

    6
711


  25
287

139
225

     10
1.111


     23
   236

   146
   277
Total kantor
550
637
782
1.024
1.223
1.624
Sumber : Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia
Tentunya  perkembangan perbankan syariah mengacu pada demand masyarakat terhadap produk dan jasa perbankan syariah. Dan tidak dipungkiri masyarakat pada umumnya masih membandingkan rate of return (equivalent rate/nisbah) yang mampu diberikan perbankan syariah dengan tingkat bunga yang diberikan perbankan konvensional. Dalam sistem perbankan, sebenarnya rate of return yang diberikan kepada nasabah merupakan hasil dari penyaluran dana kepada peminjam dana yang tentunya terpengaruhi oleh kondisi makro ekonomi.
Sehingga pertumbuhan aset perbankan syariah tidak dapat dipungkiri juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian secara makro. Seperti yang dikemukakan Cahyono (2009) bahwasanya inflasi, kurs, IHSG dan PDB memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan pembiayaan yang disalurkan.
2.4 Pengukuran Stabilitas Perbankan
Terdapat beberapa metode penelitian yang dilakukan untuk mengukur stabilitas perbankan. Pengukuran stabilitas yang paling banyak digunakan dalah dengan menggunakan variabel NLP (Non-Performing Loan) atau LLP (Loss Loan Provision), hal ini dikarenakan NLP atau LLP adalah variabel yang dianggap bisa mencerminkan akibat langsung dari goncangan makroekonomi yang ada. Anggapan ini didasarkan pada acuan IMF yang menjadikan NPL/LLP sebagai Financial Soundness Indicator (FSI). Variabel inilah yang digunakan oleh Vilorainen (2004) dalam mengukur potensi kebangkrutan yang dialami oleh lembaga keuangan di Finlandia dari pengaruh guncangan makroekonomi yang terjadi dengan menggunakan simulasi macro stress test. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara default rate (yang diwakili oleh NLP) dengan variabel makroekonomi yang diuji, yaitu GDP, tingkat suku bunga dan coorporate indebtness. Hal ini pula yang dilakukan secara empiris oleh beberapa peneliti lainnya untuk melihat pengaruh stabilitas dengan satu ukuran seperti NLP, LLP ataupun EDF (Expected Default Rate) dengan metode yang berbeda yaitu VAR maupun VECM (Baboucek, et al.,2005 di Czech ; Zeman et al.,2008 di Slovakia ; Asberg, et al.,2008 di Swedia dan Endrész et al.,2008 di Hongaria).
Metode lainnya yang lebih  kompleks untuk mengukur stabilitas dilakukan oleh Barajas, et al. (2008) di Chile yang menggunakan metode VAR untuk melihat pengaruh variable makroekonomi terhadap kestabilan perbankan dengan menggunakan beberapa variabel seperti berbagai tipe loan (total, consumer, dan mortgage loan), NPL (non-performing loan) sebagai indikator resiko, ROE (Return On Assets) sebagai indikator profitabilitas, dan CAR (Capital Adequacy Ratio) sebagai indikator solvency. Berbeda dengan Barajas, et al.(2008) yang melakukan penelitiannya secara agregat dalam melihat perilaku perbankan suatu negara, di Indonesia, Deni (2006) melakukan penelitian dengan cara yang berbeda.  Dalam penelitiannya ia membandingkan kinerja keuangan bank syariah dengan bank umum konvensional secara individual sebelum dan sesudah deregulasi finansial dan krisis moneter menggunakan pendekatan rasio keuangan CAREL ( CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, DAN LDR). Temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwasanya bank syariah memiliki kinerja yang lebih baik dari semua bank konvensional yang diteliti dan memiliki nilai terbaik untuk NPL dan LDR.
Metode pengukuran ini semakin berkembang hingga  mucullah perhitungan stabilitas yang diukur secara komposit dengan merumuskan Financial Stability Index (FSI)  untuk melihat stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Hal ini yang dilakukan oleh Ascarya, et al. (2009) yang menghitung komposit FSI dengan pembobotan factor analysis berdasarkan pada pendekatan Bordo, et al. (2001) untuk Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) konvensional dan syariah di Indonesia dan kemudian diukur stabilitasnya terhadap guncangan makroekonomi menggunakan VAR/VECM. Variabel yang digunakan sebagai komposit FSI dalam penelitian ini adalah NPL dan ROE (indikator perbankan), IHSG dan JII (indikator pasar modal), dan BONDYIELD serta SUKUKYIELD (indikator pasar obligasi). Hasil dari penelitian ini bahwa FSI Syariah lebih stabil daripada FSI konvensional dan dalam sistem keuangan ganda, sistem keuangan konvensional dan sistem keuangan Syariah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh varibel makroekonomi. Variabel makroekonomi yang mempengaruhi ketidakstabilan FSI tersebut adalah BI rate atau suku bunga (20.39%) untuk Konvensional, dan nilai tukar (8.53%) dan inflasi (5.54%) untuk Syariah.
Dari beberapa metode di atas, terdapat satu metode moderat yang peneliti anggap bisa melengkapi hasil penelitian sebelumnya. Metode penelitian tersebut adalah mengukur stabilitas perbankan dengan menggunakan nilai z-score. Metode ini digagas oleh Altman (1984) tentang pengukuran kebangkrutan di berbagai lembaga keuangan dengan kategori penilaian stabilitas melalui rentang nilai z-score, yaitu jika skor diatas 2,90 dikategorikan “solvent[4]” skor antara 2,90-1,20 dikategorikan “grey area” dan jika skor dibawah 1,20 masuk kategori “insolvent.”
Z-score banyak digunakan dengan berdasarkan fakta bahwa ia terkait secara nyata terhadap kemungkinan kebangkrutan bank, dimana pada z-score bisa terlihat jika presentase aset lebih rendah daripada nilai pinjaman (Čihák et al.,2008). Dalam penelitian ini, z-score yang digunakan mengacu pada penelitian Čihák et al. (2007; 2008), Maechler et al. 2005 dan Boyd et al. (2007) yang telah dimodifikasi dan disimpulkan sebagai z≡(k+μ)/σ, yang dijelaskan secara rinci oleh Boyd et al(2007) sebagai Z=(ROA+EA)/σROA, dimana ROA adalah tingkat Return on Asset, EA adalah rasio Equity to Asset, dan σ ROA adalah standar deviasi dari ROA yang diproxykan sebagai return volatility, yang kesemuanya menggunakan data akuntansi.   
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunakan z-score untuk mengukur stabilitas bank konvensional dan syariah di Indonesia, pertama karena menurut Čihák et al. (2008) z-score memiliki karakteristik sifat yang fair ,objektif dan fokus dalam mengukur  resiko insolvency. Kedua, dikarenakan z-score menjadi alat yang relevan untuk mengukur stabilitas lembaga keuangan yang menganut prinsip high risk-high return walaupun menganut sistem yang berbeda (konvensional dan syariah). Ketiga, adanya perbedaan yang signifikan dimana bank syariah yang tidak mengakui sistem riba, kegiatan spekulatif dan haram dalam berinvestasi sesuai dengan nilai-nilai syariah yang diyakini.
Hasil z-score yang didapatkan nantinya akan dijadikan dasar peneliti untuk menjawab pertanyaan apakah bank syariah lebih stabil dari bank konvensional, dilihat dari nilai z-score yang lebih besar dari yang lainnya karena nilai z-score yang tinggi menunjukkan kecilnya kemungkinan bank untuk mengalami kebangkrutan. Selain itu, nilai z-score yang didapatkan akan digunakan sebagai variable dependen yang diuji melalui VAR/VECM untuk melihat sejauh mana pengaruh yang diberikan oleh variabel makroekonomi yang digunakan penenliti terhadap z-score sebagai indikator stabilitas.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang menggunakan dampak atau pengaruh melalui variabel makroekonomi indonesia sebagai indikator pengukur terhadap stabilitas perbankan telah banyak dilakukan, antara lain :
1.        Virolainen (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Macro stress testing with a macroeconomic credit risk model for Finland” yang menggunakan metode Monte Carlo Simulation  menggunakan data dari 1986-2003. Adapun variabel independen GDP, suku bunga nominal dan the corporate indebtedness yang digunakan adalah, sedangkan variabel dependennya adalah corporate sector default rate. Hasil penelitian ini menyimpulkan :
a.       Terdapat hubungan yang signifikan antara default rate dengan semua variabel makroekonomi yang diuji (GDP, suku bunga, dan corporate indebtness)
b.      Variabel GDP berpengaruh meningkatkan corporate sector default rate, sedangkan suku bunga nominal dan corporate indebtbess berpengaruh menurunkan terhadap variabel dependen.
2.        Hoggarth et al. (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Stress tests of UK banks using a VAR approach” menggunakan metode VAR menggunakan data dari 1988-2004. Adapun variable independen yang digunakan adalah Inflasi, suku bunga nominal jangka pendek, dan output gap, sedangkan variable dependennya adalah write-off ratio on aggregate loans. Kesimpulan dari penelitian adalah :
a.       Sensitivitas dari aggregate write-offs terhadap output shocks dua kali lipat lebih besar ketika model diestimasikan pada periode 1993-2004 daripada 1988-2004
b.      Perubahan output secara signifikan berpengaruh menurunkan tingkat write-off ratio on aggregate loans.
c.       Sedangkan annual rate of retail price inflation and suku bunga nominal jangka pendek berpengaruh meningkatkan tingkat write-off ratio.
3.        Babouček, et al.(2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Effects Of Macroeconomic Shocks To The Quality Of The Aggregate Loan Portfolio” yang menggunakan metode VAR menggunakan data bulanan dari Februari 1993 – November 2004. Adapun variable independen yang digunakan adalah Real Exchange Rate, nilai ekspor, impor, aggregate bank loan to clients, tingkat pengangguran, CPI (inflasi), Domestic 3 Months Interest Rate, dan Real Money M2, sedangkan variable dependennya adalah NPL (Non-Performing Loan). Hasil penelitian ini menyimpulkan :
a.       Inflasi adalah variabel yang berpengaruh meningkatkan rasio NPL yang menunjukkan penolakan hipotesis bahwa suku bunga rendah ketika inflasi terjadi membantu meningkatkan kemampuan peminjam untuk melunasi pinjaman bank.
b.      Peningkatan GDP berpengaruh untuk menurunkan tingkat pengangguran, sedangkan rasio NPL berpengaruh menaikkan pertumbuhan pengangguran.
4.        Misina, et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Stress Testing the Corporate Loans Portfolio of the Canadian Banking Sector” yang menggunakan metode VAR dan VaR-based stress-testing models menggunakan data tahunan dari 1987:1- 2005:4 (kuartal). Adapun variable independen yang digunakan adalah pertumbuhan GDP  dan tingkat suku bunga riil di Kanada sebagai endogen, sedangkan CPI/ inflasi Kanada, pertumbuhan GDP dan tingkat suku bunga Amerika Serikat sebagai eksogen, sedangkan variable dependennya adalah Corporate Loans Portfolio (industries default rate). Hasil penelitian ini menyimpulkan :
a.       Hasil VaR: Variabel yang berpengaruh signifikan dalam penelitian ini adalah GDP growth, sedangkan kedua variabel lain yaitu suku bunga riil dan inflasi tidak terlalu sensitif dalam meberikan pengaruh terhadap Corporate Loans Portfolio.
b.      Hasil VAR : Pengaruh GDP berpengaruh menurunkan default rate di semua industri, terutama dalam industri manufaktur sedangkan suku bunga dan inflasi berpengaruh meningkatkan default rate terutama untuk industri ritel dan konstruksi.
5.        Zeman, et al.(2008) dalam penelitiannya berjudul ”Macro Testing Of The Slovak Banking Sector” dengan menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) selama 1995 – 2006 (data kuartal). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua variabel indikator makro ekonomi yang diklasifikasikan menjadi indikator siklikal, indikator stabilitas harga, indikator pasar keuangan dan indikator eksternal, sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah nilai Non-Performing Loan (NPL). Kesimpulan yang dihasilkan adalah :
a.       Variabel makro ekonomi yang paling berpengaruh secara signifikan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan GDP, tingkat suku bunga dan tingkat nilai tukar mata uang skk/eur.
b.      Variabel GDP riil dan tingkat nilai tukar mata uang SKK/EUR berpengaruh menurunkan tingkat NPL, sedangkan suku bunga nominal berpengaruh meningkatkan tingkat NPL.

6.        Åsberg, et al.(2008) dalam penelitiannya berjudul “Macroeconomic Impact On Expected Default Frequency” yang menggunakan Vector Error Correction Model (VECM) untuk melihat pengaruh jangka panjang dari frekuensi kredit macet secara aregat dari bulan november 1997 sampai maret 2006. Variabel makroekonomi yang digunakan sebagai independen, diantaranya : inflasi, indeks produk industri and suku bunga jangka pendek, sedangkan variable dependen dalam penelitian ini adalah  Expected Default Frequency (EDF) dari sektor korporasi. Hasil penelitian ini adalah :
a.    Variable tingkat suku bunga jangka pendek merupakan variable yang memiliki pengaruh yang paling kuat. Makin tingginya tingkat suku bunga berpengaruh meningkatkan EDF.
b.    Dua variabel lainnya, yaitu output manufaktur dan inflasi yang tinggi berpengaruh menurunkan tingkat EDF korporasi.
7.        Barajas, et al. (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Macroeconomic Fluctuations And Bank Behaviour In Chile” menggunakan analisis Vector Auto Regressions (VAR) dengan data kuartal selama 18 tahun (1989-2006). Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat GDP dan tingkat suku bunga, sedangkan variabel dependennya adalah berbagai tipe kredit (total, consumer, dan mortgage loan), NPL, ROE and Capital Adequacy Ratio (CAR) dari perbankan komersial di Chile. Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
  1. Tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap beberapa variable independen dan dependen, misalnya goncangan tingkat suku bunga berpengaruh menurunkan GDP dan juga total kredit konsumen akan tetapi meningkatkan ROE, NPL dan CAR.
  2. Goncangan positif pertumbuhan GDP berpengaruh positif meningkatkan tingkat suku bunga, kredit, dan ROE. Sebaliknya, goncangan ini berimbas menurunkan pada ekonomi, NPL dan CAR.
8.        Ascarya et al. (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Formulasi Stabilitas Sistem Keuangan Ganda di Indonesia” menggunakan data bulanan dari 2004-2008 dan tiga metode penelitian, antara lain Kalman Filter, pendekatan Bordo, dan VECM. Variabel independen yang dipilih adalah indikator perbankan (NPL, NPF, ROE bank konvensional dan bank syariah, PUAS, PUAB), indikator pasar modal (IHSG dan JII), indikator pasar obligasi (Sukukyield, Bondyield, PDB Riil), dan indikator makroekonomi (inflasi, nilai tukar mata uang, tingkat bunga BI, dan imbal bagi hasil SBIS). Sedangkan variabel dependennya adalah financial stability index yang telah terbentuk melalui metode Kalman Filter (FSI konvensional dan FSI syariah). Hasil penelitian tersebut disimpulkan sebagai berikut :
a.       FSI Syariah lebih stabil daripada FSI Konvensional dalam pelaksanaan teknis dan dalam mengahadapi goncangan variable makro
b.      Variabel yang mempengaruhi FSI konvensional secara terpisah adalah SBI (20,39%), secara gabungan adalah FSI  syariah (23,07%), inflasi (20,58%), SBI (15,09%), dan nilai tukar (8,04%).
c.       Variabel yang mempengaruhi FSI syariah secara terpisah adalah nilai tukar (8,53%) dan inflasi (5,54%), secara gabungan adalah inflasi (16,91%), SBIS (11,1%), dan nilai tukar (7,22%).
9.        Aspachs, et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Searching for a Metric for Financial Stability” menggunakan model Goodhart, et al. (2004) dan VAR menggunakan data dari 1990-2004 (kuartal). Beberapa variabel yang digunakan sebagai independen adalah GDP, inflasi (CPI), harga properti dan tingkat suku bunga jangka pendek. Sedangkan variabel independen yang digunakan adalah rasio profitabilitas bank (% ekuitas) dan bank default rate. Hasil kesimpulan penelitian ini adalah :
a.    GDP berpengaruh signifikan terhadap kedua variabel dependen. Secara negatif (menurunkan) probabilitas default perbankan (kecuali UK dan Jerman) dan secara positif (meningkatkan) ekuitas bank (kecuali Norwegia dan Jepang).
b.    Suku bunga jangka pendek berpengaruh meningkatkan tingkat kegagalan perbankan (banking sector's probability of default), sedangkan harga properti berpengaruh meningkatkan probabilitas default perbankan.
10.    Čihák, et al.(2008) dalam penelitiannya berjudul “Islamic Banks And Financial Stability: An Empirical Analysis” menggunakan analisis regresi (OLS) terhadap nilai z-score sebagai dependen untuk mengukur stabilitas perbankan dengan menggunakan data dari 1993-2004. Dengan beberapa variabel independen seperti  variabel makroekonomi (GDP, inflasi, exchange rate depreciation), indeks herfindahl (melihat stabilitas finansial dari total aset perbankan suatu negara), dan indikator governance (GCG). Variabel dependen yang digunakan adalah nilai z-score yang merupakan fungsi dari modal, reserve bank, dan rata-rata return of aset yang dibagi dengan standard deviasi dari ROA (z = (k + µ) /σ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a.       Hasil keseluruhan secara cross country menunjukkan bahwa Bank Islam lebih stabil dan berpotensi besar untuk lebih solvent daripada Bank Konvensional. Rata-rata z-score terbesar secara berurutan adalah Bank Islam kecil, Bank Konvensional besar, Bank Konvensional kecil, dan Bank Islam besar.
b.      Depresiasi nilai tukar merupakan variabel makroekonomi yang memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap stabilitas sedangkan GDP dan inflasi tidak.
11.    Heiko Hesse Dan Martin Čihák (2007) dalam penelitiannya berjudul “Cooperative Banks And Financial Stability” menggunakan analisis regresi (OLS) terhadap nilai z-score sebagai dependen untuk mengukur stabilitas perbankan dengan menggunakan data dari 1994-2004. Dengan beberapa variabel independen seperti  variabel makroekonomi (GDP, inflasi, exchange rate depreciation, tingkat suku bunga) dan herfindahl indeks (melihat stabilitas finansial dari total aset perbankan suatu negara). Variabel dependen yang digunakan adalah nilai z-score yang merupakan fungsi dari modal, reserve bank, dan rata-rata return of aset yang dibagi dengan standard deviasi dari ROA (z=(k+ µ)/σ). Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
a.       Bank kooperatif memiliki stabilitas lebih tinggi dari suatu bank rata-rata dalam sistem perbankan yang sama.
b.      Bank-bank kooperatif lebih stabil daripada komersial bank.
c.       Temuan ini kemungkinan besar karena bank koperasi kemampuan untuk menggunakan surplus pelanggan sebagai bantalan dalam periode lebih lemah.
12.    John H. Boyd, Gianni De Nicolò, And Abu M. Jalal (2007) dalam penelitiannya yang berjudul ”Bank Competition, Risk, And Asset Allocations: New Theory And New Evidence” menggunakan analisis regresi (OLS) terhadap nilai z-score sebagai dependen untuk mengukur stabilitas perbankan dengan menggunakan data dari 1993-2004. Dengan beberapa variabel independen seperti  variabel makroekonomi (GDP, inflasi, exchange rate depreciation, dan tingkat suku bunga), Hierscman-Herfindahl Index (HHI), total aset dan rasio non-interest operating costs to total income. Variabel dependen yang digunakan ada tiga, yaitu z-score yang merupakan rasio ekuitas terhadap aset ditambah ROA dan dibagi standar deviasi ROA (ROA) sebagai pengukur resiko (stabilitas) perbankan, alokasi asset yang dihitung menggunakan rasio utang terhadap asset, dan kompetisi bank menggunakan HHI (Hierschman-Herfindahl Index). Kesimpulan dari penenlitian ini adalah :
a.    Kompetisi perbankan yang lebih besar (HHI rendah) berdampak pada rendahnya kemungkinan bangkrut perbankan (z-score tinggi).
b.   Kompetisi bank berpengaruh maningkatkan komposisi aset yang direpresentasikan oleh rasio hutang terhadap total aset (loan-to-assets ratio).
c.    Penemuan empiris ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stabilitas perbankan menurun dengan meningkatnya kompetisi antar bank.
Berikut ini tabel penelitan terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitan diatas guna memperkuat kerangka berpikir penulis. 
Tabel 2.4 Ringkasan penelitian terdahulu
No
Peneliti
Judul tulisan
Data observasi, variabel & model
Kesimpulan
1
Virolai-nen
(2004)
Macro stress testing with a macroeconomic credit risk
model for Finland

Data : 1986:1 - 2003:2

Variable independen :
GDP growth rate, nominal  interest rate and the corporate indebtedness.

Variable dependen :
Corporate sector default rate

Model : Monte Carlo
Methods
ü Terdapat hubungan yang signifikan antara default rate dengan semua variable makroekonomi yang diuji (GDP, interest rate, dan corporate indebtness)

ü Variabel GDP berpengaruh meningkatkan corporate sector default rate, sedangkan suku bunga nominal dan corporate indebtbess berpengaruh menurunkan terhadap variabel dependen.
2
Hoggarth et al. (2005)

Stress tests of UK banks using a VAR approach

Data : 1988-2004

Variable independen :
Inflasi, suku bunga nominal jangka pendek, output gap,

Variable dependen :
write-off ratio on aggregate loans

Model : VAR
ü Sensitivitas dari aggregate write-offs terhadap output shocks dua kali lipat lebih besar ketika model diestimasikan pada periode 1993-2004 daripada 1988-2004
ü Perubahan output secara signifikan berpengaruh menurunkan tingkat write-off ratio on aggregate loans.
ü Sedangkan annual rate of retail price inflation and suku bunga nominal jangka pendek berpengaruh meningkatkan tingkat write-off ratio.
3
Babou-
Ček
et  al. (2005)
Effects Of Macroeconomic Shocks To The Quality
Of The Aggregate Loan Portfolio
Data : 1993:2 - 2004:11

Variable independen :
Real exchange rate, ekspor, impor ,aggregate bank loan to clients, tingkat pengangguran, inflasi, domestic 3months IR, dan real money M2.

Variable dependen : NPL

Model :  VAR
ü Inflasi adalah variabel yang berpengaruh meningkatkan rasio NPL yang menunjukkan penolakan hipotesis bahwa suku bunga rendah ketika inflasi terjadi membantu meningkatkan kemampuan peminjam untuk melunasi pinjaman bank.
ü Peningkatan GDP berpengaruh untuk menurunkan tingkat pengangguran, sedangkan rasio NPL berpengaruh menaikkan pertumbuhan pengangguran.
4
Misina, et al. (2006)
Stress Testing the Corporate Loans Portfolio of the Canadian Banking Sector
Data :1987:1- 2005:4 (kuartal)

Variable independen :
GDP growth dan real interest rate di Kanada (endogen), CPI/ inflasi Kanada, GDP growth rate dan US interest rate (eksogen).

Variable dependen :
Corporate Loans Portfolio (industries default rate)

Model : VAR dan VaR-based stress-testing models
ü Hasil VaR: Variabel yang berpengaruh signifikan dalam penelitian ini adalah GDP growth, sedangkan kedua variabel lain yaitu suku bunga riil dan inflasi tidak terlalu sensitif dalam meberikan pengaruh terhadap Corporate Loans Portfolio.

ü Hasil VAR : Pengaruh GDP berpengaruh menurunkan default rate di semua industri, terutama dalam industri manufaktur sedangkan suku bunga dan inflasi berpengaruh meningkatkan default rate terutama untuk industri ritel dan konstruksi.
5
Zeman et al. (2008)
Macro Stress Testing Of The Slovak Banking Sector
Data : 1995:1 – 2006 :3

Variabel  independen:
indikator siklikal, indikator stabilitas harga, indikator pasar keuangan dan indikator eksternal

Variable dependen : NPL

Model : VECM
ü Variabel makro ekonomi yang paling berpengaruh secara signifikan dalam penelitian ini adalah pertumbuhan GDP, tingkat suku bunga dan tingkat nilai tukar mata uang skk/eur.
ü Variabel GDP riil dan tingkat nilai tukar mata uang SKK/EUR berpengaruh menurunkan tingkat NPL, sedangkan suku bunga nominal berpengaruh meningkatkan tingkat NPL.
6
Åsberg et al. (2008)
Macro-
Economic impact on Expected Default Frequency
Data sekunder :
1997:11 - 2006 :3

Variable independen :
Inflasi, indeks produk industri and short-term interest rate

Variabel dependen : EDF

Model : VECM
ü Variable tingkat suku bunga jangka pendek merupakan variable yang memiliki pengaruh yang paling kuat. Makin tingginya tingkat suku bunga berpengaruh meningkatkan EDF.

ü Dua variabel lainnya, yaitu output manufaktur dan inflasi yang tinggi berpengaruh menurunkan tingkat EDF korporasi
7
Barajas et al. (2008)
Macro-
Economic Fluctua-Tions And Bank Behaviour In Chile
Data : 1989-2006 (kuartal)

Variabel  independen:
Pertumbuhan GDP dan tingkat suku bunga

Variable dependen :
Different types of loans (total, consumer, and mortgage), NPl, ROE dan CAR

Model : VAR
ü Tingkat suku bunga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap beberapa variable independen dan dependen, misalnya goncangan tingkat suku bunga berpengaruh menurunkan GDP dan juga total kredit konsumen akan tetapi meningkatkan ROE, NPL dan CAR.
ü Goncangan positif pertumbuhan GDP berpengaruh positif meningkatkan tingkat suku bunga, kredit, dan ROE. Sebaliknya, goncangan ini berimbas menurunkan pada ekonomi, NPL dan CAR.
8
Ascarya et al. (2009)
Formulasi stabilitas sistem keuangan ganda di
Indonesia

Data : 2004:1 – 2008 : 12

Variable independen : NPL, NPF, SROE, KROE, PUAS, PUAB, IHSG, JII, Sukukyield, Bondyield, PDB Riil, inflasi, nilai tukar mata uang, SBI, dan SBIS

Variable dependen :
FSI konvensional dan FSI syariah.

Model : Kalman Filter, pendekatan Bordo, VAR/VECM
ü FSI Syariah lebih stabil daripada FSI Konvensional dalam pelaksanaan teknis dan dalam mengahadapi goncangan variable makro
ü Variabel  yang mempengaruhi FSI konvensional secara terpisah adalah SBI (20,39%), secara gabungan adalah FSI  syariah (23,07%), inflasi (20,58%), SBI (15,09%), dan nilai tukar (8,04%).
ü Variabel  yang mempengaruhi FSI syariah secara terpisah adalah nilai tukar (8,53%) dan inflasi (5,54%), secara gabungan adalah inflasi (16,91%), SBIS (11,1%), dan nilai tukar (7,22%).
9
Aspachs, et al. (2006)
Searching for a Metric for Financial Stability
Data : 1990-2004

Variabel independen :GDP, CPI index, harga property  dan tingkat suku bunga jangka pendek.

Variabel dependen :bank profitability (% ekuitas) dan bank default rate.

Model : model Goodhart,et al. (2004) dan VAR
ü GDP berpengaruh signifikan terhadap kedua variabel dependen. Secara negatif (menurunkan) probabilitas default perbankan (kecuali UK dan Jerman) dan secara positif (meningkatkan) ekuitas bank (kecuali Norwegia dan Jepang).
ü Suku bunga jangka pendek berpengaruh meningkatkan tingkat kegagalan perbankan (banking sector's probability of default), sedangkan harga properti berpengaruh meningkatkan probabilitas default perbankan.
10
Čihák
et al. (2008)
Islamic banks and financial stability: an empirical analysis
Data : 1993-2004

Variable independen : variabel makro (GDP, inflasi, exchange rate depreciation), herfindahl indeks, dan indikator governance (GCG)

Variabel dependen :
Z-score merupakan fungsi dari (z≡(E_A+ROA)/ σROA

Model : regresi linier (OLS)
ü Hasil keseluruhan secara cross country menunjukkan bahwa Bank Islam lebih stabil dan berpotensi besar untuk lebih solvent daripada Bank Konvensional. Rata-rata z-score terbesar secara berurutan adalah Bank Islam kecil, Bank Konvensional besar, Bank Konvensional kecil, dan Bank Islam besar.
ü Depresiasi nilai tukar merupakan variabel makroekonomi yang memiliki pengaruh yang paling signifikan terhadap stabilitas sedangkan GDP dan inflasi tidak.
11
Čihák
et al. (2007)
Cooperati-ve banks and financial stability
Data : 1994-2004

Variable independen : variabel

 makroekonomi (GDP growth, inflasi, exchange rate depreciation, long-term real interest rate), indeks herfindahl dan governance indicator.

 variabel dependen : z-score

Model : regresi linier (OLS)
ü Bank-bank kooperatif lebih stabil daripada komersial bank.
ü Share bank kooperatif yang meningkat
bisa meningkatkan  stabilitas perbankan secara keseluruhan tapi peningkatan jumlahnya bisa melemahkan bank komersial.
ü Governance indicator tidak memiliki dampak signifikan terhadap z-score.
ü Pertumbuhan GDP dan real long term interest rate berdampak negatif pada stabilitas perbankan keseluruhan sedangkan inflasi dan nilai tukar berdampak positif.
12
Boyd
et al. (2007)
Bank Competition, Risk, And Asset Allocations: New Theory And New Evidence
Data : 1993-2004

Variabel independen :  GDP, inflasi, exchange rate depreciation, interest rate, Hierscman-Herfindahl Index (HHI), total aset dan rasio non-interest operating costs to total income.

Variabel dependen : z-score, total rasio utang/aset dan  HHI (kompetisi).

Model : OLS
ü Kompetisi perbankan yang lebih besar (HHI rendah) berdampak pada rendahnya kemungkinan bangkrut perbankan (z-score tinggi).

ü Kompetisi bank berpengaruh maningkatkan komposisi aset yang direpresentasikan oleh rasio hutang terhadap total aset (loan-to-assets ratio).

ü Penemuan empiris ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stabilitas perbankan menurun dengan meningkatnya kompetisi antar bank.
2.4 Posisi Penelitian
Penelitan tentang stabilitas ini sebelumnya pernah dilakukan secara cross country oleh Čihák et al(2008) yang berjudul Islamic Banks And Financial Stability: An Empirical Analysis menggunakan variable makro ekonomi (GDP, inflasi, exchange rate depreciation), herfindahl indeks (melihat stabilitas finansial dari total aset perbankan suatu negara), dan indikator governance (GCG). Metodologi penelitan menggunakan analisis regresi (OLS) dari periode 1993-2004. Juga dilakukan oleh Ascarya, et al. (2009) secara lebih kompleks dengan menggunakan variabel makroekonomi GDP riil, inflasi, exchange rate, SBI, dan SBIS serta metode VECM dari periode Januari 2003 – Desember 2008.
Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah penggunaan beberapa variable makro ekonomi yang terkait di penelitian Čihák et al(2008) dan Ascarya, et al. (2009) seperti (GDP, inflasi, nilai tukar, SBI dan SBIS) dan penggunaan nilai z-score (Čihák, et al., 2008) sebagai variable dependen yang merupakan fungsi dari dari modal, reserve bank, dan rata-rata return of aset yang dibagi dengan standard deviasi dari ROA dalam bentuk persamaan (z≡(k+μ)/). Persamaan lainnya adalah penggunaan metode VAR/VECM seperti yang dilakukan Ascarya, et al. (2009) sebagai metode yang digunakan dalam penelitian ini.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (Čihák, et al., 2008) adalah tidak menggunakan variable herfindahl indeks dan indikator governance (GCG) karena penulis tidak melakukan penelitian yang bersifat cross country akan tetapi hanya dalam satu negara saja, yaitu Indonesia. Perbedaan dengan  penelitian Ascarya, et al. (2009) adalah bahwasanya peneliti hanya ingin melihat pengaruh bvariabel makroekonomi terhadap stabilitas perbankan saja bukan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan yang terlalu kompleks.



2.6 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian







BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai Metodologi dan Data Model yang akan digunakan peneliti. Metodologi mencakup keterangan model ekonometrik yang akan digunakan serta (syarat) langkah-langkah yang berkaitan dengan model sebelum atau sesudah model digunakan. Selanjutnya permodelan menjelaskan mengenai sumber data, penjelasan variabel yang akan diteliti, serta bentuk model yang telah disusun dalam sebuah persamaan model.
3.1  Jenis dan Sumber data
Data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data sekunder yang penulis ambil dari sumber resmi dalam bentuk bulanan pada periode waktu Januari 2005 sampai dengan bulan Desember 2009. Untuk data suku bunga SBI, SBIS, inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS didapatkan dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia (SEKI-BI). Untuk data z-score diperoleh dari perhitungan peneliti berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia Bank Indonesia (SPI-BI) dan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPS-BI). Sedangkan data nominal income yang diproxy dengan data Industrial Product Index (IPI) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Keseluruhan data tersebut dapat diakses di situs resmi masing-masing instansi, untuk Bank Indonesia (www.bi.go.id) dan Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id).
3.2   Variabel dan Definisi operasional
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:
1)      Suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) : tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia atas SBI dengan satuan persen dari SEKI – BI dari bulan Januari 2005 – Desember 2009.
2)      Imbal bagi hasil SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah) : tingkat bagi hasil yang ditentukan oleh Bank Indonesia atas SBIS dengan satuan persen untuk perbankan syariah dari SEKI – BI dari bulan Januari 2005 – Desember 2009.
3)      Inflasi : Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Besarnya nilai inflasi ini dapat terlihat melalui data presentase inflasi yang diperoleh dari SEKI-BI sejak Januari 2005-Desember 2009 )year on year).
4)      Nilai Tukar Rupiah terhadap dolar AS (exchange rate) : digunakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dari data bulan Januari 2005 – Desember 2009. Diukur dalam satuan Rupiah (Rp/$) dan bersumber dari SEKI – BI.
5)      Indeks Produk Industri (IPI) : merupakan proxy dari pendapatan nasional yang dipilih karena memiliki satuan bulanan dari bulanan Januari 2005 - Desember 2009. Dinyatakan dalam satuan indeks yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).
6)      Z-score (indikator pengukuran stabilitas perbankan) : merupakan fungsi dari total ekuitas/total aset ditambah rata-rata return of aset yang dibagi dengan standard deviasi dari ROA dalam bentuk persamaan (z≡(k+μ)/σ). Dinyatakan dalam bentuk persen dan bersumber dari perhitungan peneliti berdasarkan data ekuitas/aset dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI-BI) dan Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia (SPS-BI) dalam data bulanan Januari 2005 – Desember 2009. Sedangkan data bulanan ROA bank syariah didapatkan dari data triwulanan yang diinterpolasi menggunakan Cubic Spline Method.
Variabel operasional di atas, dirangkum dalam tabel sebagai berikut :
Variabel
Satuan data
Waktu
Sumber data
Z-score
Persen
Januari 2005 – Desember 2009.
Perhitungan peneliti berdasarkan data SPI-BI dan SPS-BI
SBI
Persen
Januari 2005 – Desember 2009.
SEKI - BI
SBIS
Persen
Januari 2005 – Desember 2009.
SEKI - BI
Inflasi
Persen
Januari 2005 – Desember 2009.
SEKI - BI
ER
Rupiah
Januari 2005 – Desember 2009.
SEKI - BI
IPI
Indeks
Januari 2005 – Desember 2009.
BPS
3.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah Vector Autoregression (VAR). VAR didefinisikan sebagai “Pendekatan nonstruktural (lawan dari pendekatan struktural, seperti pada persamaan simultan) yang menggambarkan hubungan yang “saling menyebabkan” (kausalistis) antarvariabel dalam sistem”. Dalam metode ini, diasumsikan bahwa semua variabel yang terdapat dalam model bersifat endogen (ditentukan di dalam model). Oleh karena itu, metode VAR disebut sebagai model yang a-teoritis (tidak berlandaskan teori). Metode ini digunakan karena sering kita jumpai keadaan dimana teori ekonomi saja ternyata tidak mampu menangkap (tidak cukup kaya menyediakan spesifikasi) secara tepat dan lengkap hubungan dinamis antar variabel (Ascarya, 2009).
Sebelum diolah, data dalam penelitian ini yang memiliki satuan bukan persen akan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural, seperti Indeks Harga Konsumen (inflasi), nilai tukar (ER), Industrial Product Index (IPI), dan jumlah aset bank agar hasil estimasi menjadi lebih valid karena variabel-variabel di dalamnya konsisten. Selanjutnya dalam pengolahannya, data bisa diolah jika stasioner pada salah satu dari tiga keadaan. Jika data stasioner pada level, maka digunakan VAR level, sedangkan jika data stasioner pada first difference, akan digunakan VAR first difference. Keadaan terakhir jika data stasioner pada first difference dan terdapat kointegrasi, maka dilanjutkan dengan menggunakan Vector Error Correction Model (VECM).
Dalam analisis data penelitian ini, jika metode yang digunakan adalah VECM, analisis utama akan ditujukan dengan melihat Impulse Respon Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). Fungsi dari IRF adalah untuk melihat jejak interaksi dinamik antara variabel saat ini dan akan datang terhadap guncangan dari variabel tertentu di dalamnya. Sedangkan fungsi FEVD adalah untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap guncangan atau perubahan variabel tertentu (Ascarya, 2009).
3.4 Analisis Vector Autoregression (VAR)
Metode VAR digagas dan dikembangkan oleh Christopher Sims pada tahun 1980 untuk memberikan jalan keluar atas permasalahan ekonomi yang dinamis melalui pendekatan non-struktural. Metode VAR ini lebih jauh dikembangkan oleh Leeper, Sims and Zha (1996) untuk mempelajari transmisi kebijakan moneter di Amerika Serikat. Pada model VAR, semua variabel dianggap endogen utnk memberikan informasi yang jelas paa setiap hubungan antar variabel. Dalam analisis VAR, data yang dipakai harus bersifat stasioner atau tidak mengandung unit root dilanjutkan dengan pemilihan lag optimum yang stabil.
Menurut Achsani dalam Ascarya (2009), model VAR dapat kita tulis secara matematis sebagai berikut:
Di mana:
 xt    :  Vektor dari variabel-variabel endogen berdimensi (n x 1)
  μt : Vektor dari variabel-variabel eksogen termasuk di dalamnya konstanta (intercept) dan tren
 Ai   :   Matriks-matriks koefisien berdimensi (n x n), dan
 ut    : Vektor dari residual-residual yang secara kontemporer berkorelasi tetapi tidak berkorelasi dengan nilainilai lag mereka sendiri dan juga tidak berkorelasi dengan seluruh variabel yang ada dalam sisi kanan persamaan di atas.
Dengan keunggulannya yang dapat menjelaskan kausalitas anta variabel, model VAR masih mempunyai beberapa kekurangan (Gujarati, 2003) :
1.    tidak menjelaskan variabel eksogen secara akurat karena model VAR bersifat a-teoritis sehingga ada beberapa informasi yang hilang
2.    karena terbebas dari teori-teori, sehingga kurang tepat untuk meramalkan evaluasi analisa kebijakan yang diterapkan.
3.    tidak ada ketentuan jumlah maksimal panjang lag, jika idgunakan tiga variabel dengan panjang lag delapan, akan didapat dua puluh empat parameter lag ditambah dengan konstanta pada masing-masing persamaan. Jadi, apabila semakin banyak persamaan yang digunakan, akan memperbesar derajat bebas dengan semua masalah yang bersangkutan.
4.    Pada model VAR, jika model terdiri dari gabungan I(0) dan I(1) maka tidak mudah mentransformasikan data tersebut.
5.    Walaupun koefisien secara individu pada estimasi model VAR sulit diinterpretasikan, akan tetapi praktisi menginterpretasikannya dengan Impulse Response Function (IRF), yaitu untuk memprediksi respon dependen variabel pada model VAR terhadap guncangan akibat term error.
3.5  Analisis Vector Error Correction Model (VECM)
Ketika data masih mengandung akar unit pada level, maka data akan ditransformasikan ke dalam bentuk first difference yang berakibat hilangnya informasi jangka panjang. Untuk menghindari hal tersebut, digunakanlah VECM yang secara standar didapat dari model VAR dikurangi X t-1. secara matematis, dirumuskan sebagai berikut (Achsani, et al., 2005) :
Secara garis besar proses analisis analisis VAR/VECM dapat diilustrasikan sebagai berikut (Ascarya: 2009):
Data dasar yang telah siap harus ditransformasikan terlebih dahulu dalam bentuk logaritma natural (ln), kecuali untuk data yang sudah dalam bentuk persen atau indeks. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang konsisten dan valid. Adapun Uji yang pertama dilakukan adalah uji unit root, untuk mengetahui apakah dat stasioner atau masih mengandung tren. Jika data stasioner pada levelnya, maka VAR dapat dilakukan pada level. VAR level dapat mengestimasi hubungan jangka panjang antar variabel. Namun, jika data tidak stasioner pada levelnya, maka data harus diturunkan pada tingkat pertama (first difference) yang mencerminkan data selisih atau perubahan. Jika data stasioner pada turunan pertama, maka data akan diuji untuk keberadaan kointegrasi antar variabel. Jika tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya. Akan tetapi dalam kondisi seperti ini VAR hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel. Innovation accounting tidak akan bermakna untuk hubungan jangka panjang antar variabel. Jika ada kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data level untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antar variabel. VECM dapat mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting untuk VAR level dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang. Secara sederhana proses analisis VAR/VECM dapat dilihat pada diagram flow chart di bawah ini:
Sumber : Ascarya (2009)


3.6  Pengujian Model
3.6.1         Uji Stasioneritas atau Uji Unit Root
Data yang dipilih adalah data yang tidak mengandung unit root karena menurut (Gujarati, 2003), jika data yang digunakan mengandung unsur akar unit, maka akan sulit untuk mengestimasi suatu  model karena tren data tersebut cenderung berfluktuasi tidak di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu, dilakukan uji stasioneritas data oleh peneliti dengan menggunakan tes Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillip Peron (PP). Unit root ADF akan terlihat pada saat nilai t-statistik dibandingkan dengan McKinnon Critical Value.
3.6.2        Uji Penentuan Lag Optimum
Uji ini dilakukan untuk membentuk model VAR yang baik dengan penenuan panjang lag optimum. Penentuan jumlah lag (ordo) yang akan digunakan dalam model VAR dapat ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) ataupun Hannan Quinnon Criterion (HQ). Lag yang akan dipilih dalam model penelitian ini adalah model dengan nilai yang paling kecil. Terlalu banyak panjang lag akan meningkatkan derajat bebas, sehingga lag yang lebih kecil disarankan untuk memperkecil spesifikasi error (Gujarati, 2003).
Dari ketiga kriteria di atas, AIC biasanya memilih pada lag optimum terkecil atau memiliki bias bawah, SC memilih lag optimum terbesar atau bias atas, sedangkan HQ memilih di antara AIC dan SC atau moderat. Adapun dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan ketiga kriteria tersebut yang menunjukkan pada urutan lag terkecil.
3.6.3        Uji Kointegrasi
Uji ketiga adalah menentukan keberadaan kointegrasi antar variabel. Jika tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya, dan ia hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel. Innovation accounting tidak akan bermakna untuk hubungan jangka panjang antar variabel. Jika ada kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data level untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antar variabel. VECM dapat mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting untuk VAR level dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang. Uji kointegrasi berdasarkan trace statistics yang dibandingkan dengan  critical value pada pendekatan Johansen yang digunakan untuk menentukan banyaknya sistem persamaan yang dapat menjelaskan hubungan jangka panjang (Ascarya, 2009).
3.7  Impulse Response Function (IRF)
Salah satu instrumen VECM yang digunakan untuk melihat hasil analisis adalah Impulse Response Function (IRF). IRF bertujuan untuk melihat jejak respon saat ini dan kedepan suatu variabel terhadap guncangan dari variabel tertentu (Ascarya, 2009). IRF merupakan aplikasi vector moving average yang bertujuan melihat seberapa lama goncangan dari satu variabel berpengaruh tehadap variabel lain. IRF dalam penelitian ini dilakukan untuk mengatahui respon variabel stabilitas perbankan (z-score) baik konvensional maupun syariah terhadap guncangan variabel nilai tukar (ER), pendapatan nasional (IPI), inflasi, tingkat suku bunga SBI dan SBIS.
3.8  Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Instrumen kedua dari VECM adalah analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD). FEVD berfungsi untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap guncangan atau  perubahan variabel tertentu (Ascarya, 2009). Dalam penelitian ini, FEVD digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi variabel nilai tukar (ER), pendapatan nasional (IPI), inflasi, tingkat suku bunga SBI dan SBIS dalam menjelaskan tingkat stabilitas perbankan yang diwakili oleh nilai z-score bank konvensional dan syariah.
3.9  Model Penelitian
Dalam penelitian ini akan menggunakan beberapa data untuk melihat pengaruh goncangan makroekonomi atas variable indicator pengukur stabilitas bank konvensional dan bank syariah yang diproksikan dengan z-score yang merupakan fungsi dari modal, reserve bank, dan rata-rata return of aset yang dibagi dengan standard deviasi dari ROA (z=(k+µ)/σ). Sedangkan variable independen yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) ER = nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, 2) IPI = Indeks Produk Industri, 3) INF = inflasi, 4) SBI = tingkat suku bunga SBI, 5) SBIS = imbal bagi hasil SBIS
Model persamaan untuk melihat pengaruh variabel makroekonomi terhadap stabilitas perbankan adalah sebagai berikut:
ZSCORE_BKt = α0 + α1 ZSCORE_BSt + α2LNERt + α3LNIPIt + α4INFt + α5SBIt +  α6 SBISt  + εt
ZSCORE_BSt = α0 + α1 ZSCORE_BKt + α2LNERt + α3LNIPIt + α4INFt + α5SBIt + α6 SBISt + εt
Persamaan model VAR untuk z-score perbankan konvensional menjadi sebagai berikut:












Double Bracket: β11β12β13β14β15β16β17
β21β22β23β24β25β26β27
β31β32β33β34β35β36β37
β41β42β43β44β45β46β47
β51β52β53β54β55β56β57
β61β62β63β64β65β66β67
Double Bracket: lnZSCORE_BK t-1
lnZSCORE_BS t-1
lnER t-1
lnIPI t-1
lnINF t-1
SBI  t-1
SBIS  t-1

Double Bracket: lnZSCORE_BKt
lnZSCORE_BSt
lnERt
lnIPIt 
lnINFt 
SBIt
SBISt
Double Bracket: β10
β20
β30                    
β40
β50
β60


Double Bracket: µ1t
µ2t
µ3t
µ4t
µ5t
µ6t

 
                        =             +                                                                                     +
      
Variabel            Konstanta               Parameter                          Lag                    Error



Double Bracket: µ1t
µ2t
µ3t
µ4t
µ5t
µ6t

Double Bracket: ΔlnZSCORE_BK t-1
ΔlnZSCORE_BSt-1
ΔlnER t-1
ΔlnIPI t-1
ΔlnINF t-1 
ΔSBI  t-1
ΔSBIS  t-1


Double Bracket: β11β12β13β14β15β16β17
β21β22β23β24β25β26β27
β31β32β33β34β35β36β37
β41β42β43β44β45β46β47
β51β52β53β54β55β56β57
β61β62β63β64β65β66β67




Sementara itu, persamaan VECM untuk z-score bank konvensional menjadi sebagai berikut:





Double Bracket: ΔlnZSCORE_BKt
ΔlnZSCORE_BSt
Δ lnERt
Δ lnIPIt 
Δ lnINFt 
Δ SBIt
Δ SBISt
Double Bracket: β10
β20
β30                    
β40
β50
β60
 
                        =             +                                                                                     -λ

Variabel             Konstanta            Parameter                         Lag                        Error

Persamaan model VAR untuk z-score bank syariah menjadi sebagai berikut:












Double Bracket: β11β12β13β14β15β16β17
β21β22β23β24β25β26β27
β31β32β33β34β35β36β37
β41β42β43β44β45β46β47
β51β52β53β54β55β56β57
β61β62β63β64β65β66β67

Double Bracket: lnZSCORE_BSt
lnZSCORE_BKt
lnERt
lnIPIt 
lnINFt 
 SBIt
SBISt
Double Bracket: β10
β20
β30                    
β40
β50
β60

Double Bracket: lnZSCORE_BS t-1
lnZSCORE_BK t-1
lnER t-1
lnIPI t-1 
lnINF  t-1
SBI  t-1
SBIS  t-1
Double Bracket: µ1t
µ2t
µ3t
µ4t
µ5t
µ6t

 


                         =             +                                                                                  +

Variabel         Konstanta                         Parameter                         Lag                        Error




Sementara itu, persamaan VECM untuk z-score bank syariah menjadi sebagai berikut:












Double Bracket: β11β12β13β14β15β16β17
β21β22β23β24β25β26β27
β31β32β33β34β35β36β37
β41β42β43β44β45β46β47
β51β52β53β54β55β56β57
β61β62β63β64β65β66β67

Double Bracket: ΔlnZSCORE_BSt
ΔlnZSCORE_BKt
Δ lnERt
Δ lnIPIt 
Δ lnINFt 
Δ SBIt
Δ SBISt


Double Bracket: β10
β20
β30                    
β40
β50
β60




Double Bracket: ΔlnZSCORE_BSt-1
ΔlnZSCORE_BK t-1
ΔlnER t-1
ΔlnIPI t-1
ΔlnINF t-1
ΔSBI  t-1
ΔSBIS  t-1
Double Bracket: µ1t
µ2t
µ3t
µ4t
µ5t
µ6t

 
                            =           +                                                                                     -λ

Variabel             Konstanta              Parameter                        Lag                  Error




























BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil pengolahan data atas variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini serta pembahasannya sebagai upaya untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah VAR yang akan ditindaklanjuti oleh VECM ketika terdapat kointegrasi dalam persamaan model. Adapun software yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah EVIEWS 4.1. Urutan  pembahasan dalam bab ini dimulai dengan serangkaian pengujian untuk model VAR dan VECM, analisis VECM dengan menggunakan IRF dan FEVD yang dilengkapi dengan grafik, tabel, dan gambar sebagai visualisasi hasil penelitian. 
4.1 Profil Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai z-score bank konvensional (ZSCORE_BK) dan bank syariah (ZSCORE_BS), nilai tukar mata uang (LNER), pendapatan nasional yang diproxy dengan Industrial Product Index (LNIPI), inflasi (INF), tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tingkat bagi hasil Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dari bulan Januari 2004 hingga Desember 2009 (72 bulan) seperti dapat dilihat pada Grafik 4.1 dan Grafik 4.2.
Pada grafik 4.1 dapat dilihat rata-rata z-score yang dimiliki bank syariah lebih besar daripada z-score bank konvensional dengan rata-rata zscore yang dimiliki bank syariah sebesar 15,49, sedangkan z-score bank konvensional sebesar 11,75. Dijelaskan dalam Čihák et al.(2008) bahwa semakin besar nilai z-score yang dimiliki suatu bank bisa disebabkan karena peningkatan asset bank, rendahnya asset to loan ratio dan cost-to-income ratio yang dimiliki,serta meningkatnya income diversity[5] yang didapatkan. Hasil rata-rata z-score dalam penelitian ini sejalan seperti yang diperoleh Čihák et al.(2008) yang melakukannya secara cross country bahwa rata-rata z-score bank Islam lebih besar dari bank komersial (konvensional) walaupun besarnya rata-rata z-score tersebut didominasi oleh small islamic bank memiliki rata-rata z-score yang lebih tinggi dari large islamic bank[6]. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stabilitas bank syariah di Indonesia secara teori dan empiris terbukti lebih stabil dari stabilitas bank konvensional. Hal ini pun secara langsung menunjukkan bahwasanya sistem PLS (Profit Loss Sharing) yang dilaksanakan oleh bank syariah ternyata membuatnya lebih stabil karena dilakukan berdasarkan asas keadilan bagi kedua belak pihak, dalam hal ini bank dan nasabah.
Grafik 4.1 Rata-rata Z-score Bank Konvensional dan Z-score Bank Syariah

Sumber : Lampiran 1

Grafik 4.2 Inflasi (INF),  Suku Bunga SBI (SBI), Imbal Bagi Hasil SBIS (SBIS), 
Pendapatan (IPI), dan Nilai Tukar Mata Uang (ER)
   Sumber : Lampiran 1
Pergerakan pola data lainnya yang dapat kita lihat dari grafik 4.2 di atas bahwasanya pola data tingkat suku bunga SBI (SBI) dan imbal bagi hasil SBIS (SBIS) berfluktuasi mengikuti pola yang searah dengan inflasi (INF). Jika pergerakan data SBI mengikuti pergerakan inflasi mulai periode Januari 2008, SBIS yang awalnya berfluktuasi secara independen kemudian pada periode Januari 2009 bergerak mengikuti pergerakan SBI dan inflasi. Variabel pendapatan (IPI) memiliki pergerakan yang  cenderung fluktuatif disepanjang periode penelitian, yaitu dari tahun  2005-2009. Variabel nilai tukar (ER) pada periode 2005 hingga pertengahan 2008 berfluktuasi di kisaran Rp 9000 hingga Rp 10.000, akan tetapi melonjak tajam hingga menembus angka Rp 12.000 pada November 2008 hingga Februari 2009  (Lampiran 1.1).

4.2 Hasil Uji Stasioneritas Data
Metode pengujian yang diaplikasikan dalam tahap pertama uji penelitian ini (unit root test) adalah uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-statistik ADF lebih kecil dari nilai kritis McKinnon lima persen, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut memiliki selang kepercayaan 95% dan sudah stasioner karena tidak mengandung akar unit. Pengujian ini dilakukan dari tingkat level sampai tingkat first difference yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwasanya dari data yang telah diuji, terdapat satu data yang sudah stasiner pada tingkat level yaitu LNIPI, sedangkan enam data lainnya baru stasioner pada tingkat first difference.
Variabel
Nilai ADF
Nilai Kritis McKinnon 5%
Level
1st difference
Level
1st difference
ZSCORE_BK
-3.015747
-8.195574
-3.487845
-1.946549
ZSCORE_BS
-3.059442
-4.402608
-3.492149
-1.946878
LNER
-1.938444
-6.358028
-3.487845
-1.946654
LNIPI
-4.184723
-10.51986
-3.487845
-1.946549
INF
-1.932992
-6.359628
-3.487845
-1.946549
SBI
-3.043310
-3.142398
-3.489228
-1.946549
SBIS
-2.207330
-8.315187
-3.487845
-1.946549
Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Data

Sumber : Lampiran 2
Catatan : cetak tebal menunjukkan data stasioner pada taraf McKinnon 5%

Pada pengujian di tingkat first difference, data semua variabel dalam penelitian ini sudah stasioner pada taraf nyata lima persen (5%) atau memiliki selang kepercayaan 95%. Menurut Sims dalam Ascarya (2009b), stasioneritas data pada tingkat first difference akan menghilangkan informasi jangka panjang. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, model VAR yang digunakan dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model (VECM) jika terdapat minimal satu kointegrasi di pengujian kointegrasi dalam penelitian ini.
4.3 Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Dari kedua model penelitian yang ada, hasil uji stabilitas model VAR yang didapatkan berbeda. Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.2, hasil pemilihan lag maksimal yang stabil untuk model z-score bank konvensional terletak di lag 1_2 dengan nilai modulus 0.075692 - 0.731641, sedangkan untuk model z-score bank syariah terletak pada lag 1_2 dengan nilai modulus. Lag 1_2 pada bank konvensional dan lag 1_2 pada bank syariah dikatakan stabil karena memiliki nilai modulus yang lebih kecil dari nilai satu (nilai modulus < 1).
Tabel 4.2 Hasil Uji Stabilitas Model VAR
Model
Kisaran Modulus
Lag
ZSCORE_BK
 0.075692 - 0.731641
2
ZSCORE_BS
 0.075692 - 0.731641
2
Sumber : Lampiran 3
4.4 Hasil Uji Lag Optimum
Penentuan lag optimum dalam penelitian ini menggunakan beberapa kriteria informasi yang tersedia, yaitu Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (PFE), Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Dari hasil pengujian dalam penelitian ini, lag optimum yang dipilih berdasarkan lag terkecil yang dimiliki oleh Akaike Information Criterion (AIC) yang mengalami titik optimum di lag satu pada model bank konvensional  (ZSCORE_BK) dan bank syariah (ZSCORE_BS) (lihat Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Hasil Uji Lag Optimum
Lag
Model ZSCORE_BK
Model ZSCORE_BS
AIC
SC
HQ
AIC
SC
HQ
0
 13.42289
  13.68072*
  13.52233*
 13.42289
  13.68072*
  13.52233*
1
  13.15123*
 15.21388
 13.94672
  13.15123*
 15.21388
 13.94672
2
 13.63926
 17.50673
 15.13079
 13.63926
 17.50673
 15.13079
3
 13.26845
 18.94074
 15.45603
 13.26845
 18.94074
 15.45603
4
 13.32494
 20.80205
 16.20857
 13.32494
 20.80205
 16.20857
5
 13.27511
 22.55704
 16.85479
 13.27511
 22.55704
 16.85479








Sumber : Lampiran 4
Catatan : Tanda asterik dan cetak tebal menunjukkan tingkat lag optimum

4.5 Hasil Uji Kointegrasi
Hasil uji ini adalah menentukan keberadaan kointegrasi antar variabel. Jika tidak ada kointegrasi antar variabel, maka VAR hanya dapat dilakukan pada turunan pertamanya, dan ia hanya dapat mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel. Jika ada kointegrasi antar variabel, maka VECM dapat dilakukan menggunakan data level untuk mendapatkan hubungan jangka panjang antar variabel. VECM dapat mengestimasi hubungan jangka pendek maupun jangka panjang antar variabel. Innovation accounting untuk VAR level dan VECM akan bermakna untuk hubungan jangka panjang. Kriteria untuk pengujian kointegrasi ini berdasarkan trace statistic yang dibandingkan dengan nilai taraf nyata yang dipilih, yaitu lima persen. Jika nilai trace-statistics lebih besar dari nilai taraf nyata lima persen, maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah rank kointegrasi dapat diterima.
Dari hasil uji kointegrasi yang ditunjukkan pada Tabel 4.4, terdapat dua rank kointegrasi pada nilai kritis 5% dan satu rank kointegrasi pada nilai kritis 10% untuk model bank konvensional (ZSCORE_BK) dan juga model bank syariah (ZSCORE_BS).
Tabel 4.4 Hasil Uji Kointegrasi
MODEL ZSCORE_BK
MODEL ZSCORE_BS
Hypothesized No. of CE(s)
Trace Statistic
5 % Critical Value
1 % Critical Value
Hypothesized No. of CE(s)
Trace Statistic
5 % Critical Value
1 % Critical Value
None **
 158.8553
124.24
133.57
None **
158.8553
124.24
133.57
At most 1 *
 95.22088
 94.15
103.18
At most 1 *
95.22088
 94.15
103.18
At most 2
 55.24649
 68.52
 76.07
At most 2
55.24649
 68.52
 76.07
At most 3
 36.24681
 47.21
 54.46
At most 3
36.24681
 47.21
 54.46
At most 4
 19.00579
 29.68
 35.65
At most 4
19.00579
 29.68
 35.65
At most 5
 7.455409
 15.41
 20.04
At most 5
7.455409
 15.41
 20.04
At most 6
 2.360096
  3.76
  6.65
At most 6
2.360096
  3.76
  6.65
Sumber: Lampiran 5
Catatan: Tanda asterisk (*) menunjukkan jumlah kointegrasi

4.6 Hasil Uji Korelasi
Menurut Arsana (2004), jika nilai hasil uji korelasi antar variabel di dalam model secara mayoritas (lebih dari 50%) melebihi 0,2, maka spesifikasi urutan variabel harus dilakukan sesuai dengan teori ekonomi atau perlu dilakukan uji kausalitas. Jika hasil sebaliknya yang ditemukan maka bentuk urutan yang tepat tidak perlu dipermasalahkan.
Hasil uji korelasi untuk kedua model bank konvensional dan bank syariah dapat dilihat pada lampiran 6. Untuk model bank konvensional, angka yang berada diatas 0,2 melebihi 50% (lampiran 6). Sedangkan untuk model bank syariah pun hasil uji korelasi menunjukkan angka yang berada diatas 0,2 melebihi 50. Berdasarkan hasil tersebut,  peneliti harus mengurutkan variabel (oredering) sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Dalam hal ini, peneliti mengacu pada penelitian terdahulu yang telah lebih dahulu membahas tentang stabilitas perbankan. Seperti Čihák, et al. (2008) yang mengurutkan variable makroekonomi dalam penelitiannya dengan urutan depresiasi nilai tukar (exchange rate depreciation), inflasi dan tingkat pertumbuhan GDP. Hal serupa dilakukan oleh Ascarya, et al. (2009) yang mengurutkan variabel makro ekonomi dalam penelitiannya menjadi nilai tukar (LN_ER), tingkat GDP riil (GDPR), inflasi (INF), tingkat suku bunga BI (SBI) dan imbal bagi hasil SBIS (SBIS) untuk model konvensional. Sedangkan untuk model syariah, Ascarya, et al. (2009) mengurutkan dengan urutan nilai tukar (LN_ER), tingkat GDP riil (GDPR), inflasi (INF), tingkat suku bunga (SBI) dan imbal bagi hasil SBIS (SBIS). Dengan landasan inilah peneliti mengurutkan variabel penelitian ini sesuai dengan yang telah diurutkan peneliti terdahulu seperti yang disebutkan di atas dan melakukan uji kausalitas Granger.
4.7 Hasil Uji Granger-Causality
Berdasarkan hasil uji korelasi yang menghasilkan nilai korelasi yang melebihi 0.2 secara mayoritas, maka selanjutnya dilakukan uji Granger-Causality untuk melihat hubungan sebab akibat (causality) antar variabel penelitian. Untuk uji ini, digunakan Pairwise Granger-Causality dengan nilai lag optimum (2). Menurut Arsana (2004), suatu variabel dapat dikatakan memiliki hubungan kausalitas terhadap variabel lainnya jika nilai probabilitasnya < alpha (menggunakan restriksi terketat 10%), akan tetapi dalam penelitian ini menggunakan alpha 5% dan 10%.
Sumber : Lampiran 7
Ket:                         α = 5%                          α = 10%  
 
Gambar 4.1 Hasil Uji Granger-Causality Model ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS
Dari gambar 4.1 dapat diketahui bahwa variabel makroekonomi yang saling berpengaruh dalam penelitian ini adalah antara tingkat suku bunga SBI (SBI) terhadap inflasi (INF) yang direspon melalui feedback pengaruh  oleh inflasi terhadap SBI, SBI terhadap LNIPI, dan variable inflasi terhadap LNIPI dengan signifikansi lima persen.
Variabel lain yang berpengaruh dengan signifikansi 10 persen terjadi antara inflasi terhadap pendapatan (LNIPI), inflasi (INF) terhadap tingkat bagi hasil SBIS (SBIS), dan tingkat suku bunga BI (SBI) terhadap stabilitas bank konvensional (ZSCORE_BK). 
4.8 Hasil Uji VECM
Setelah melakukan uji kointegrasi, diketahui bahwa untuk model bank konvensional (ZSCORE_BK) dan bank syariah (ZSCORE_BS) sama-sama memiliki rank kointegrasi sehingga dapat dilanjutkan ke uji VECM. Pada tahap ini, hasil estimasi VECM dilakukan untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang variabel-variabel penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.
Analisis jangka pendek dalam model bank konvensional (ZSCORE_BK) ini, variabel yang secara signifikan memengaruhi variabel ZSCORE_BK hanya variabel LNER. Variabel LNER secara signifikan berpengaruh negatif terhadap variabel ZSCORE_BK sebesar -360.265. Artinya apabila LNER meningkat sebesar 1% akan menurunkan variabel ZSCORE_BK sebesar -360.265 persen. Hal ini terjadi karena nilai tukar mata uang yang fluktuatif dalam jangka pendek menyebabkan bank yang menyalurkan kredit kepada perusahaan yang banyak menggunakan bahan baku impor akan menemui kesulitan pembayaran kembali dari nasabah akibat nilai tukar yang meningkat sehingga hal ini akan memengaruhi stabilitas dengan menurunkan tingkat stabilitas karena pengembalian kredit bermasalah akan sulit dilakukan.
Tabel 4.6 Hasil Uji VECM Model Bank Konvensional (ZSCORE_BK)
JANGKA PENDEK
VARIABEL
KOEFISIEN
T-STATISTICS
CointEq1
-0.695216
[-5.81433]
D(ZSCORE_BK(-1))
 0.132610
[ 1.18511]
D(ZSCORE_BS(-1))
 0.034683
[ 1.85034]
D(LNER(-1))
31.62875
[ 3.01848]
D(LNIPI(-1))
-15.14290
[-1.51992]
D(INF(-1))
-0.243906
[-0.97962]
D(SBI(-1))
-1.124727
[-1.23653]
D(SBIS(-1))
 0.260269
[ 0.65721]
JANGKA PANJANG
VARIABEL
KOEFISIEN
T-STATISTICS
ZSCORE_BS(-1)
 -0.039104
[-1.56736]
LNER(-1)
 -30.66811
[-7.37464]
LNIPI(-1)
3.349806
[0.41569]
INF(-1)
1.349515
[7.79626]
SBI(-1)
 -4.114575
[-10.5535]
SBIS(-1)
0.463355
[2.12852]
C
300.1476
-
   Sumber : Lampiran 8
   Catatan : Cetak tebal menunjukkan hasil signifikan pada taraf nyata 5% (>1,98)
Dari hasil uji diatas didapatkan bentuk persamaan VECM untuk stabilitas bank konvensional sebagai berikut:
∆zscore_bk  = α0 + α1 ∆zscore-bs t-1 + α2 ∆lner t-1+ α3 ∆lnipi t-1 + α4 ∆inf t-1 +  α5 ∆sbit-1  -λ (zscore_bk - zscore_bs - lner - lnipi - inf - sbi ) + ε
Jika nilai koefisiennya dimasukkan ke dalam persamaan, maka didapat persamaan VECM sebagai berikut :
∆zscore_bk  = α0 + 0.035 ∆zscore_bs + 31.629 ∆lner - 15.143 ∆lnipi - 0.244 ∆inf - 1.125 ∆sbi + 0.260 ∆sbis - 0.695 (zscore_bk - 0.039 zscore_bs - 30.668 lner + 3.350 lnipi + 1.350 inf - 4.114  sbi + 0.463 sbis) + ε
Hasil uji VECM model ZSCORE_BK ini dapat dikatakan menuju keseimbangan jangka panjang hal ini dapat dilihat pada nilai ECT (Error Correction Term) yang bertanda negatif (-). Dalam analisis jangka panjang, variabel LNER, INF, SBI, dan SBIS secara signifikan memengaruhi ZSCORE_BK. Variabel LNER memengaruhi ZSCORE_BK secara negatif sebesar 30.668. Artinya jika terjadi kenaikan pada variabel ER sebesar 1% maka akan menurunkan ZSCORE_BK sebesar -30.668 persen.
INF memengaruhi ZSCORE_BK secara positif sebesar 1.349. Artinya jika terjadi kenaikan pada variabel INF sebesar 1% maka ZSCORE_BK akan naik sebesar 1.349 persen. Hal ini bisa dijelaskan ketika inflasi terjadi, bank sentral akan cenderung manurunkan suku bunga agar bisa menstimulasi pertumbuhan dan gairah aktifitas ekonomi di masyarakat sehingga pada akhirnya stabilitas bank konvensional pun meningkat seiring meningkatnya inflasi.
SBI memengaruhi ZSCORE_BK secara negatif sebesar 4.115. Artinya apabila terjadi kenaikan sebesar 1% pada SBI akan menurunkan variabel ZSCORE_BK sebesar 4.115 persen. Hal ini menunjukkan bahwasanya kenaikan tingka suku bunga SBI justru akan menurunkan stabilitas. Sedangkan variable SBIS memengaruhi ZSCORE_BK secara positif sebesar 0.463, yang artinya kenaikan SBIS sebesar 1% ternyata menaikkan stabilitas bank konvensional sebesar 0.463 persen.
Sedikit berbeda dengan model stabilitas bank konvensional, analisis jangka pendek untuk model stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) ini menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh secara signifikan hanya variable stabilitas bank syariah itu sendiri (ZSCORE_BS). Variabel ZSCORE_BS berpengaruh secara negatif terhadap ZSCORE_BS sebesar 0.350 persen. Sedangkan untuk hasil analisis jangka panjang pada model stabilitas bank syariah menunjukkan bahwasanya hampir semua variabel makroekonomi kecuali LNIPI (LNER, INF, SBI, dan SBIS) memengaruhi stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) secara signifikan.
 Tabel 4.7 Hasil Uji VECM Model Bank Syariah (ZSCORE_BS)
JANGKA PENDEK
VARIABEL
KOEFISIEN
T-STATISTICS
CointEq1
0.017544
[ 0.52092]
D(ZSCORE_BS(-1))
-0.350165
[-2.59359]
D(ZSCORE_BK(-1))
-0.018098
[-0.02245]
D(LNER(-1))
-75.16822
[-0.99594]
D(LNIPI(-1))
-31.24483
[-0.43539]
D(INF(-1))
 0.070133
[ 0.03911]
D(SBI(-1))
-2.803742
[-0.42794]
D(SBIS(-1))
-1.454472
[-0.50989]
JANGKA PANJANG
VARIABEL
KOEFISIEN
T-STATISTICS
ZSCORE_BK(-1)
 -25.57260
[-8.22163]
LNER(-1)
 -784.2632
[-6.61318]
LNIPI(-1)
85.66326
[0.41962]
INF(-1)
34.51060
[7.24868]
SBI(-1)
 -105.2204
[-8.86175]
SBIS(-1)
11.84918
[2.14228]
C
7675.553
-
Sumber : Lampiran 8
Catatan : Cetak tebal menunjukkan hasil signifikan pada taraf nyata 5% (>1,98)
Persamaan VECM yang didapatkan untuk stabilitas bank syariah sebagai berikut :
∆zscore_bs= α0 + α1 ∆zscore_bk t-1 + α2 ∆lner t-1+ α3 ∆lnipi t-1 + α4 ∆inf t-1 +  α5 ∆sbi t-1  -λ (zscore_bs - zscore_bk - lner - lnipi - inf - sbi ) + ε
Jika nilai koefisiennya dimasukkan ke dalam persamaan, maka didapat persamaan VECM sebagai berikut
∆zscore_bs = α0 - 0.018 ∆zscore_bk - 75.168 ∆lner - 31.245 ∆lnipi +  0.070 ∆inf - 2.804 ∆sbi - 1.454 ∆sbis + 0.018 (zscore_bs - 25.573 zscore_bk - 784.263 lner + 85.663 lnipi + 34.511 inf - 105.220 sbi + 11.849 sbis) + ε
Hasil uji VECM model ZSCORE_BS ini dapat dikatakan tidak menuju keseimbangan jangka panjang hal ini dapat dilihat pada nilai ECT (Error Correction Term) yang bertanda positif (+). Variabel stabilitas bank konvensional (ZSCORE_BK) memengaruhi ZSCORE_BS secara negatif sebesar 25.573 persen. Sehingga ketika stabilitas bank konvensional meningkat sebesar satu persen, akan menurunkan stabilitas bank syariah sebesar 25.572 persen. Hal tersebut sesuai dengan keseimbangan jangka panjang pada model ZSCORE_BS tidak tercapai karena ZSCORE_BK yang dalam jangka pendek memengaruhi secara negatif tetap tidak berpengaruh dalam hubungan jangka panjang.
Variabel nilai tukar (LNER) memengaruhi ZSCORE_BS secara negative sebesar 784.263 persen. Sehingga jika ada kenaikan satu persen pada nilai tukar maka akan menurunkan stabilitas bank syariah sebesar 784.263 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa secara jangka pendek dan jangka panjang kenaikan nilai tukar akan tetap menurunkan stabilitas bank syariah pembiayaan yang disalurkan dalam bentuk Dolar akan menghadapi gangguan pembayaran kembali (berupa NPF) sehingga mengganggu kestabilan bank syariah.
Variabel pendapatan (LNIPI) berpengaruh secara positif terhadap ZSCORE_BS sebesar 85.663 persen, artinya kenaikan pendapatan sebesar satu persen ternyata meningkatkan stabilitas bank syariah sebesar 85.663 persen. Hasil ini sesuai dengan asumsi bahwa peningkatan pendapatan penduduk akan meningkatkan profitabilitas dan juga pendapatan bank syariah.
Variabel inflasi memengaruhi ZSCORE_BS secara positif sebesar 34.510 persen, artinya kenaikan inflasi sebesar satu persen akan meningkatkan stabilitas bank syariah sebesar 34.510 persen. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan ketika inflasi terjadi, bank sentral akan menurunkan tingkat suku bunga untuk menggairahkan investasi dan kegiatan ekonomi sehingga berimbas kepada stabilitas bank syariah yang semakin meningkat (Rahardja, et.al, 2004).
Variabel SBI memengaruhi ZSCORE_BS secara negatif sebesar 105.22 persen yang menandakan kenaikan satu persen pada SBI akan menurunkan stabilitas bank syariah sebesar 105.22 persen.  Sedangkan variabel imbal bagi hasil SBIS (SBIS) memengaruhi ZSCORE_BS secara positif sebesar -11.849 persen, artinya kenaikan SBIS sebesar satu persen akan meningkatkan stabilitas bank syariah sebesar -11.849 persen. Hal ini dikarenakan bank syariah menyimpan dananya dalam bentuk SBIS sehingga ketika tingkat imbal bagi hasil SBIS naik, akan meningkatkan stabilitas bank syariah dari sisi profitabilitas. 
4.9 Analisis Impulse Response Function (IRF)
Salah satu bentuk analisis utama pada VECM adalah Impulse Response Function (IRF) yang bertujuan untuk melihat jejak respon saat ini dan kedepan suatu variabel terhadap shock dari variabel tertentu (Ascarya, 2009b).
Di bawah ini adalah gambar respon model ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS terhadap guncangan variabel-variabel makro ekonomi :
  Sumber: Lampiran 9
Gambar 4.2 IRF ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS Dalam Perbankan Ganda

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa pada model ZSCORE_BK, ZSCORE_BK merespon negatif sebesar -1.153 terhadap guncangan variabel nilai tukar (LNER), serta mulai kembali stabil pada periode ke-10 (lihat gambar 4.10a). Ketika LNER mengalami peningkatan, maka ZSCORE_BK mengalami penurunan atau keadaan bank konvensional makin tidak stabil. Sedangkan pada model ZSCORE_BS, variabel LNER direspon negatif oleh ZSCORE_BS sebesar -1.737, serta mulai kembali stabil pada periode ke-7 (lihat gambar 4.10kanan). Ketika LNER naik maka stabilitas bank syariah ZSCORE_BS akan mengalami penurunan. Hasil ini analisis stabilitas bank konvensional dan bank syariah ini sesuai dengan penelitian Ascarya et al. (2009), dan Čihák et al. (2008)
Variabel pendapatan (LNIPI) direspon positif oleh ZSCORE_BK sebesar - 0.293, serta mulai kembali stabil pada periode ke-7 (lihat gambar 4.10kiri). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vilorainen (2004), Barajas, et al. (2008), Zeman et al. (2008), Čihák et al. (2007) dan Ascarya et al. (2009). Berbeda dengan bank konvensional, stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) merespon negatif variabel LNIPI sebesar 1.295, serta mulai kembali stabil pada periode ke-9 (lihat gambar 4.10kanan).
Variabel inflasi (INF) direspon negatif oleh ZSCORE_BK sebesar -0.1, serta mulai kembali stabil pada periode ke-9 (lihat gambar 4.10a). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hoggarth et al. (2005), BabouČek et  al. (2005), Misina, et al. (2006), Ascarya et al. (2009), dan Čihák et al. (2007). Tidak berbeda dengan stabilitas bank  konvensional, stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) pun merespon negatif variabel inflasi dengan angka yang besar yaitu -2.126, serta mulai kembali stabil pada periode ke-8 (lihat gambar 4.1kanan).
Variabel tingkat suku bunga SBI (SBI) direspon negatif oleh ZSCORE_BK sebesar -1.434, serta mulai kembali stabil pada periode ke-7 (lihat gambar 4.10a). hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Barajas, et al. (2008), Hoggarth et al. (2005), Zeman et al. (2008), Åsberg et al. (2008), dan Ascarya et al. (2009). Sejalan dengan bank konvensional, stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) merespon negatif variabel SBI sebesar -0.969, serta mulai kembali stabil pada periode ke-9 (lihat gambar 4.10b).
Variabel tingkat suku bunga SBIS (SBIS) direspon positif oleh ZSCORE_BK sebesar 0.201, serta mulai kembali stabil pada periode ke-6 (lihat gambar 4.10a). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Ascarya et al. (2009) untuk FSI konvensional. Berbeda dengan bank konvensional, stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) merespon negatif variabel SBIS sebesar -0.782, serta mulai kembali stabil pada periode ke-7 (lihat gambar 4.10b).
Selain pengaruh guncangan variable makro ekonomi, guncangan z-score bank syariah memberikan pengaruh negatif sebesar 0.243 terhadap stabilitas bank konvensional dan mulai kembali stabil pada periode ke-10. Sedangkan z-score bank konvensional memberikan pengaruh positif sebesar 1.193 terhadap stabilitas bank syariah, kemudian mulai kembali stabil pada periode ke-8.
Rangkuman hasil analisis IRF untuk model ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini :
Tabel 4.8 Respon ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS Terhadap Semua Variabel

Variabel
Respon ZSCORE_BK
Guncangan LNER
Negatif dan permanen -1.153, stabil mulai periode 10.
Guncangan LNIPI
Positif dan permanen 0.293, stabil mulai periode 7.
Guncangan INF
Negatif dan permanen -0.1, stabil mulai periode 9.
Guncangan SBI
Negatif dan permanen -1.434, stabil mulai periode 7.
Guncangan SBIS
Positif dan permanen 0.201, stabil mulai periode 6.
Guncangan ZSCORE_BS
Negatif dan permanen -0.243, stabil mulai periode 10.
Variabel
Respon ZSCORE_BS
Guncangan LNER
Negatif dan permanen -1.738, stabil mulai periode 7.
Guncangan LNIPI
Negatif dan permanen -1.296, stabil mulai periode 9.
Guncangan INF
Negatif dan permanen -2.127, stabil mulai periode 8.
Guncangan SBI
Negatif dan permanen -0.970, stabil mulai periode 9.
Guncangan SBIS
Negatif dan permanen -0.782, stabil mulai periode 7.
Guncangan ZSCORE_BK
Positif dan permanen 1.193, stabil mulai periode 8.
Sumber: Lampiran 9.
4.10 Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD)
Setelah menganalisis perilaku dinamis melalui impulse respone, selanjutnya akan dilihat karakteristik model melalui forecast error variance decomposition (FEVD) yang bertujuan untuk memprediksi kontribusi setiap variabel terhadap guncangan atau perubahan variabel tertentu . Dibawah ini adalah gambar FEVD untuk model ZSCORE_BK :
 Sumber: Lampiran 10.

Gambar 4.3 FEVD ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS Dalam Perbankan Ganda
Dapat dilihat pada gambar di atas (4.11 kiri)  bahwa perilaku ZSCORE_BK dipengaruhi oleh variabel SBI di urutan pertama dan variabel LNER di urutan kedua. Kontribusi kedua variabel tersebut berturut-turut adalah 29.40 persen (tingkat suku bunga SBI/SBI) dan 18.30 persen (nilai tukar/LNER). Sedangkan empat variable lainnya tidak memiliki kontribusi signifikan terhadap variabilitas ZSCORE_BK  karena hanya berkontribusi kurang dari satu persen, yaitu pendapatan/LNIPI (0.98 persen), stabilitas bank konvensional/ZSCORE_BS (0.88 persen), imbal bagi hasil SBIS/SBIS (0.62 persen) dan inflasi/INF (0.55 persen).
Hal yang sangat berbeda terjadi pada perilaku stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) yang kontribusi penyumbang ketidakstabilannya lebih kecil daripada z-score bank konvensional. Dapat dilihat pada gambar diatas (4.11 kanan) bahwa fluktuasi ZSCORE_BS dipengaruhi paling dominan oleh inflasi (INF) di urutan pertama, variabel nilai tukar (LNER) di urutan kedua dan pendapatan (LNIPI). Kontribusi kedua variabel tersebut berturut-turut adalah 2.52 persen (INF) dan 1.44 persen (LNER). Sedangkan empat variabel lainnya tidak memberikan kontribusi yang besar, ditunjukkan dengan share yang diberikan hanya sebesar 0.81 persen (pendapatan/LNIPI), 0.72 persen (stabilitas bank konvensional/ZSCORE_BK), 0.46 persen (tingkat suku bunga SBI/SBI), dan 0.29 persen (imbal bagi hasil SBIS/SBIS).
Rangkuman hasil analisis FEVD untuk model ZSCORE_BK dan ZSCORE_BS dapat dilihat pada tabel 4.9 di bawah ini :
Tabel 4.8 Kontribusi Guncangan Variabel Makroekonomi terhadap Variabilitas Instabilitas Perbankan Ganda di Indonesia 

Variabel
Kontribusi Guncangan Variabel terhadap
Variabilitas Instabilitas Perbankan
Konvensional (ZSCORE_BK)
Syariah (ZSCORE_BS)
Nilai tukar rupiah (LNER)
18.30 persen
1.44 persen
Pendapatan (LNIPI)
0.98 persen
0.81 persen
Inflasi (INF)
0.55 persen
2.52 persen
Tingkat Suku Bunga (SBI)
29.40 persen
0.46 persen
Imbal Bagi Hasil SBIS (SBIS)
0.62 persen
0.29 persen
Sumber : Lampiran 10.
Catatan : cetak tebal menunjukkan kontribusi terbesar yang diberikan variable makroekonomi.


BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
                        Berdasarkan hasil pembahasan penelitian ini, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1.      Model yang digunakan dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua model, yaitu stabilitas bank konvensional (ZSCORE_BK) dan bank syariah (ZSCORE_BS) yang dipengaruhi oleh guncangan variabel makro ekonomi seperti variabel nilai tukar (LNER), pendapatan (LNIPI), inflasi (INF), dan tingkat bunga SBI (untuk bank konvensional) atau imbal bagi hasil SBIS (untuk bank syariah).
2.      Dalam sistem perbankan ganda Indonesia, nilai-nilai ekonomi Islam yang terdapat pada sistem keuangan syariah (tidak terdapat riba’, maysir, dan gharar) diyakini akan membawa performa bank syariah menjadi bank yang lebih stabil daripada bank konvensional. Statement ini dibuktikan oleh Ascarya (2009a) bahwa tiga sistem ekonomi Islam (just money supply 0,7 persen, profit-loss sharing return 2,5 persen, dan mata uang global 0,2 persen) hanya memberikan kontribusi terhadap krisis keuangan Indonesia sebesar 3,4 persen dibandingkan sistem riba’ (terdiri dari excess money supply 2,8 persen, interest rate 45,2 persen, dan exchange rate 18,6 persen) memberikan kontribusi sebesar 66,6 persen. Pernyataan tersebut diperkuat secara empiris oleh penelitian ini bahwa bank syariah memang lebih stabil dari bank konvensional dalam menghadapi guncangan variabel makroekonomi.
3.      Rata-rata nilai z-score (average z-score) yang didapatkan oleh masing-masing adalah 15,49 persen untuk bank syariah dan 11,75 persen untuk bank konvensional. Kedua nilai tersebut menunjukkan keadaan kedua bank yang solvent karena berada memiliki nilai di atas 2,90, akan tetapi nilai z-score bank syariah yang lebih besar dari nilai z-score bank konvensional menandakan bahwa bank syariah lebih stabil dibandingkan bank konvensional.
4.      Dalam sistem perbankan ganda, stabilitas bank konvensional mempengaruhi stabilitas bank syariah, namun stabilitas bank syariah tidak mempengaruhi stabilitas bank konvensional.
5.      IRF stabilitas bank konvensional (ZSCORE_BK) menunjukkan variabel yang dapat meningkatkan stabilitas bank konvensional adalah variabel pendapatan (LNIPI) dan imbal bagi hasil SBIS (SBIS) karena respon secara positif yang dilakukan oleh ZSCORE_BK terhadap kedua variabel tersebut. Sedangkan variabel nilai tukar (LNER), inflasi (INF), tingkat suku bunga (SBI) dan juga stabilitas bank syariah (ZSCORE_BS) adalah variabel yang dapat menurunkan stabilitas bank konvensional karena ketiga varibel tersebut direspon negatif ZSCORE_BK.
6.      IRF stabilitas bank Syariah (ZSCORE_BS) menunjukkan bahwa variable yang dapat meningkatkan stabilitas bank syariah hanyalah variable stabilitas bank konvensional (ZSCORE_BK) yang direspon secara positif oleh ZSCORE_BS. Sedangkan variabel yang menurunkan stabilitas bank syariah adalah semua variabel makro ekonomi, yaitu variabel nilai tukar (LNER), pendapatan (LNIPI), inflasi(INF), tingkat suku bunga (SBI) dan imbal bagi hasil SBIS (SBIS) yang direspon secara negatif oleh ZSCORE_BS.
7.      Hasil FEVD menunjukkan hasil serupa seperti yang ditunjukkan oleh rata-rata z-score bahwa bank syariah lebih stabil menghadapi guncangan variabel makro ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan besaran pengaruh variabel yang mempengaruhi stabilitas bank konvensional lebih besar, yaitu suku bunga BI (29.40%) dan nilai tukar (18.30%). Sedangkan besaran variabel yang mempengaruhi stabilitas bank syariah jauh lebih kecil, yaitu inflasi (2.52%) dan nilai tukar (1.44%).

5.2  Saran
1.      Diharapkan adanya kerja sama yang berkesinambungan dan bersinergi antara pemerintah, bank sentral dan seluruh lapisan masyarakat untuk mendukung upaya percepatan pertumbuhan market share perbankan syariah sebagai upaya 
meningkatkan stabilitas bank syariah.
2.      Kelemahan dalam penelitian ini adalah perolehan data standar deviasi ROA (σROA) untuk bank syariah hanya diperoleh dari manipulasi data triwulan ROA tiga Bank Umum Syariah yang diinterpolasi menjadi data bulanan dengan Cubic Spline Method. Sehingga dianjurkan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan data standar deviasi ROA (σROA) dari data individual seluruh bank syariah di Indonesia sehingga mendapatkan hasil yang lebih optimal.
3.      Dianjurkan dalam penelitian selanjutnya, data yang digunakan semuanya bersifat data asli bulanan, bukan berasal dari manipulasi data sehingga hasil yang didapatkan menjadi optimal dan signifikan. 

































DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. Syafii. 2001. Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik. Edisi Pertama. Jakarta : Gema Insani Press.
Ascarya.  2009a. Lesson Learned from Repeated Financial Crises: an Islamic Economic Perspective. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol. 12, No.1, July 2009. Jakarta : Bank Indonesia.
             . 2009b. Aplikasi Vector Autoregression dan Vector Error Correlation Model menggunakan EVIEWS 4.1. Jakarta : Center of Education and Central Banking Studies, Bank Indonesia.
               dan Diana Yumanita. 2009. Formulasi Stabilitas Sistem Keuangan Ganda di Indonesia. Bank Indonesia Working Paper Series 11/2009, November 2009. Jakarta : Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan, Bank Indonesia.
Aspachs, O., C. Goodhart, M. Segoviano, D. Tsomocos dan L. Zicchino. 2006. Searching for a Metric for Financial Stability. LSE Financial Markets Group Special Paper Series No. 167.
Babouček,  Ivan dan Martin Jančar. 2005.  Effects of Macroeconomic Shocks to the Quality of the Aggregate Loan Portfolio. Czech National Bank Working Paper Series 1/2005, Juni 2005. Czech : The Czech National Bank.
Barajas, Adolfo, Leonardo Luna dan Jorge E. Restrepo. 2008. Macroeconomic Fluctuations and Bank Behaviour in Chile. Revista de Analisis Economico, Vol . 23, No 2 Desember 2008. Chile : Central Bank of Chile.
Bank Indonesia . Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia (www.bi.go.id)
____________. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia Bank Indonesia. Jakarta : Bank Indonesia (www.bi.go.id)
Blanchard, Oliver. 2003. Macro economics (3rd Edition). United State of America : Prentice Hall, 2003.
Bordo, Michael D. dan David C. Wheelock. 1998. Price Stability and Financial Stability: The Historical Record. Review Federal Reserve Bank of St.Louis, September/Oktober 1998
Boyd, Nicolò, dan Jalal. 2007. Bank Competition, Risk,and Asset Allocations : New Theory and New Evidence.
Cahyono. 2009. “ Pengaruh Indikator Makroekonomi terhadap Dana Pihak Ketiga dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri.” Tesis : Universitas Indonesia. Jakarta : tidak diterbitkan.
Čihák, Martin dan Heiko Hesse. 2008. Islamic Banks and Financial Stability: An Empirical Analysis. IMF Working Paper WP/08/16. Washington, D.C.: International Monetary Fund.
__________________                . 2007. Cooperative Banks and Financial Stability. IMF Working Paper WP/07/02. Washington, D.C.: International Monetary Fund.
Depkominfo. 2010. “ Memahami Krisis Keuangan Global : Bagaimana Harus Bersikap?.” Jakarta, Depkominfo 2008.
Gujarati, N. Damodar. 2003. Basic Econometrics. Edisi keempat. New York : Mc.Graw-Hill.
Hoggarth, Glenn, Steffen Sorensen, Lea Zicchino. 2005. Stress Tests Of UK Banks Using a VAR Approach. Bank of England Working Paper No.282, September 2005.
Iqbal, Munawar, 2001, Islamic and Conventional Banking in the Nineties: A Comparative Study. Islamic Economic Studies, Vol. 8, No. 2, International Research and Training Institue (IRTI), Islamic Development Bank (IDB), Jeddah.
Iqbal, Munawar,  Philip Molyneux. 2005. Thirty Years of Islamic Banking: History, Performance and Prospects. Reviewed by : Abdelkader Chachi, Islamic Economics Research Centre King Abdulaziz University, Jeddah, Saudi Arabia. J.KAU: Islamic Econ., Vol. 19, No. 1, pp: 37-39 (2006 A.D./1427 A.H.)
Lai, Alexandra. 2002. Modelling Financial Instability: A Survey of the Literature. Bank of Canada Working Paper, No. 200212, Mei 2002.
Laeven, Luc dan Fabian Valencia. 2008. Systemic Banking Crises: A New Database. IMF Working Paper WP/08/224. Washington, D.C.: International Monetary Fund.
Mankiw, N. Gregory. 2001. Principles of Economics. Edisi kedua. New York : Harcourt College Publishers.
Manurung. 2005. Ekonometrika Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Mishkin, F. 1991. Anatomy of financial crisis.  NBER Working Paper, No. 3934.
Misina, Miroslav, David Tessier, dan Shubhasis Dey. 2006. Stress Testing the Corporate Loans Portfolio of the Canadian Banking Sector. Bank of Canada Working Paper 2006-47, Desember 2006. Ottawa, Ontario, Canada : Bank of Canada
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. 2005. Teori Ekonomi Makro : Suatu Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Riset Pasar Modal - Biro RISTI Bapepam – LK. 2008. Statistik pasar modal  2008. (http://www.bapepamlk.depkeu.go.id)
Åsberg,  Sommar Per, Hovick Shahnazarian. 2008. Macroeconomic Impact on Expected Default Frequency. Sveriges Riksbank Working Paper Series No. 219 January 2008. Sweden : Stockholm.
Sorge, Marco. 2004. Stress-Testing Financial Systems: An Overview of Current Methodologies. BIS Working Papers No 165, Desember 2004. Switzerland : Bank for International Settlements
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi: Teori dan Pengantar. Jakarta : PT Rajagrafindo             Persada.
Surifah, 2002. ”Kinerja Keuangan Perbankan Swasta Nasional Indonesia Sebelum dan Setelah Krisis Ekonomi.” JAAI Volume 6 No. 2 Desember 2002.
Virolainen, Kimmo. 2004. Macro stress testing with a macroeconomic credit risk model for Finland. Bank of Finland Discussion Papers 18/2004. Helsinki : Bank of Finland.
Zeman, Juraj dan Pavol Jurca. 2008. Macro Testing of the Slovak Banking Sector. National Bank of Slovakia Working Paper 1/2008, . 











[1] Twin crisis adalah  ketika krisis perbankan terjadi pada tahun  t and krisis mata uang  pada tahun t-1 dan  t+1
[2] Triple crisis adalah ketika krisis perbankan terjadi pada tahun  t , krisis mata uang pada  [t-1, t+1] dan krisis pembayaran hutang pemerintah pada [t-1, t+1]).

[3] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.

[4] Solvent didefinisikan sebagai keadaan dimana bank memiliki cukup likuiditas (mampu) untuk membayar hutang dalam jangka pendek, sedangkan keadaan insolvent adalah sebaliknya.
[5] Income diversity didefinisikan sebagai (Net interest income Other operating income)/ Total operating income.
[6] Large Islamic and conventional bank didefinisikan sebagai bank yang memiliki asset di atas US$ 1 juta, sedangkan small Islamic and conventional bank adalah yang memiki asset di bawah US$ 1 juta.

(Pemilik blog sebagai pembimbing 2 skripsi di atas, a/n Nurul Anisak pada STEI Tazkia)

2 komentar:

  1. mas saya mau bibliography karya ilmiah di atas.. lg butuh untuk penyelesain tugas akhir nih
    makasih :)

    BalasHapus
  2. Salam. Saya Ike, salah satu mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang sedang melakukan penelitian terkait dengan variabel IPI.
    Penjelasan dalam tulisan ini terkait IPI oleh Febianto & Kastri (2009) itu sumbernya dari mana ya, Gan ?
    Mohon penjelasannya. Terima kasih. :)
    .
    Salam, Ike. :)
    [ikecahyo@gmail.com]

    BalasHapus

share
free web site traffic and promotion