Abstraksi
Ekonomi
pembangunan adalah cabang ilmu ekonomi yang sejatinya hadir ditujukan khusus
untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin (baca:
negara berkembang). Tujuan utamanya adalah bagaimana kemiskinan, pengangguran,
kesenjangan ekonomi dan sosial antarindividu bisa teratasi sehingga
kesejahteraan umat manusia dapat terwujudkan.
Tulisan
ini hendak melihat konsep dan teori ekonomi pembangunan berdasarkan sudut
pandang ekonomi Islam dengan pendekatan kualitatif. Beberapa kesimpulan penting
yang didapat dalam tulisan ini adalah bahwa ekonomi pembangunan perspektif
Islam memiliki karakteristik: growth with equity, bersifat komprehensif mengandung unsur spiritual, moral, dan material,
serta aktivitasnya cenderung multidimensional sehingga semua usaha harus
diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan ketimpangan.
Selain itu, pembangunan ekonomi
menurut Islam harus memprioritaskan beberapa
tujuan penting: pertumbuhan diiringi dengan tenaga kerja penuh, stabilitas
ekonomi, keadilan distributif dan kepedulian terhadap alam.
Keywords: Economic
Development, Islamic Economics, Growth
I.
PENDAHULUAN
Sejak terbitnya buku “An Inquiry into The Nature of
the Wealth of Nations”nya Adam Smith, resmilah ilmu ekonomi terlepas dari
induknya (filsafat) dan lahir sebagai salah satu cabang ilmu baru. Oleh karena
itu, sejarah mencatat tahun penerbitan buku The Wealth of the Nation itu
sebagai tahun kelahiran ilmu ekonomi yaitu tahun 1776 Masehi.
Sementara itu ilmuwan dan ekonom dalam peradaban
Islam seperti Ibnu Taimiyah (1262-1328) dan Ibnu Khaldun (1332-1406) jauh hari
telah menulis dalam karyanya masing-masing terkait masalah-masalah ekonomi
seperti: masalah buruh, masalah nilai, keuangan negara, pajak, hubungan
pertumbuhan populasi dengan pertumbuhan ekonomi, hingga hukum permintaan dan
penawaran (Aedy, 2011).
Bahkan ekonomi pembangunanpun telah lahir jauh
sebelum itu, karena sejak instrumen zakat, infak dan sedekah menjadi kewajiban
dan anjuran bagi umat Islam sebagai solusi kemiskinan (tahun ke-2 Hijrah), maka
ekonomi Islam sejatinya telah memahami problem utama ekonomi pembangunan.
Ekonomi pembangunan sesungguhnya hadir ditujukan
khusus untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh negara-negara miskin
(baca: negara berkembang) yang merdeka pasca perang dunia kedua. Namun
faktanya, penduduk miskin di negara berkembang tetap saja semakin banyak.
Masalah utama ekonomi pembangunan seperti: kemiskinan, pengangguran,
kesenjangan ekonomi dan sosial antarindividu masih belum bisa teratasi. Salah
satu alasannya adalah karena tidak diperhatikannya variabel lain seperti sosial
hukum, politik, budaya dan variabel pembangunan lainnya.
Di sisi lain, ekonomi Islam memiliki misi yang jauh
lebih luas dan komprehensif, dimana ekonomi pembangunan bukan sekadar membangun
ekonomi rakyat melainkan yang lebih penting adalah membangun sikap mental
(mental attitudes) yang berarti pula membangun manusia secara utuh. Bukan saja sisi
jasmani, namun juga kebutuhan spiritual-transendental.
Pertumbuhan ekonomi dalam terma ekonomi modern adalah perkembangan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat, yang
selanjutnya diiringi dengan peningkatan kemakmuran masyarakat. Dalam analisis
makroekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur
dengan perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai oleh suatu negara
yaitu Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto. Dalam kegiatan
ekonomi yang sebenarnya, pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan ekonomi
fiskal yang terjadi di suatu negara seperti: pertambahan jumlah dan produksi
barang industri, infrastruktur, pertambahan jumlah fasilitas publik,
pertambahan produksi kegiatan-kegiatan ekonomi yang sudah ada dan beberapa
perkembangan lainnya.
Sementara itu, istilah pembangunan ekonomi (economic development)
biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang.
Sebagian ahli ekonomi mengartikan istilah ini sebagai ”economic development
is growth plus change” (Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi). Dengan kata lain,
dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ekonom bukan saja tertarik
kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada
modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor pertanian
yang tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.
Dalam kajian ekonomi, kedua istilah di atas terkadang
digunakan dalam konteks yang hampir sama. Banyak orang mencampuradukkan
penggunaan kedua istilah tersebut. Pencampuradukan istilah ini walaupun tidak
dapat dibenarkan, pada dasarnya tidak terlalu mempengaruhi kajian ekonomi,
karena inti pembahasan pada akhirnya
akan berhubungan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara.
Dalam berbagai literatur tentang ekonomi Islam, kedua
istilah ini juga ditemukan. Ekonomi Islam pada dasarnya memandang bahwa
pertumbuhan ekonomi adalah bagian dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
didefenisikan dengan a suistained growth
of a right kind of output which can contribute to human welfare. (Pertumbuhan terus-menerus dari faktor produksi secara benar yang mampu
memberikan konstribusi bagi
kesejahteraan manusia). Berdasarkan pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi
menurut Islam merupakan hal yang sarat nilai. Suatu peningkatan yang dialami
oleh faktor produksi tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi
tersebut misalnya memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek
buruk dan membahayakan manusia.
Sedangkan istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan
dalam Islam adalah the process of allaviating poverty and provision of ease,
comfort and decency in life (Proses untuk mengurangi kemiskinan serta
menciptakan ketentraman, kenyamanan dan tata susila dalam kehidupan). Dalam pengertian
ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi dimensi yang
mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata
kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya
menurut Islam menyatu secara integral (Mahrusy, 2009).
Tulisan
ini selanjutnya bertujuan hendak melihat konsep dan teori ekonomi pembangunan
berdasarkan sudut pandang ekonomi Islam, berikut kesesuaian maupun perbedaan
dengan yang dijelaskan teori konvensional. Beberapa literatur pokok yang
sifatnya ilmiah, digunakan untuk memperkuat hasil dan kedalaman tulisan ini.
II.
LITERATURE REVIEW
Dalam tema ekonomi pembangunan ini, ada beberapa literatur
yang membahas dari perspektif Islam. Umpamanya yang dilakukan Hasan (2007). Ia membahas tentang konsep dan tujuan
ekonomi pembangunan dari perspektif Islam dan mendiskusikan beberapa isu
penting seperti peran pemerintah dan masalah populasi. Menurutnya, Islam
melihat pembangunan ekonomi sebagai pertumbuhan kematangan manusia, dimana
kemajuan materi harus menunjang kematangan spiritual. Beberapa tujuan penting
mesti diprioritaskan seperti: pertumbuhan diiringi dengan tenaga kerja penuh,
stabilitas ekonomi, keadilan distributif dan kepedulian terhadap alam. Terkait
isu kontrol populasi, Hasan melihat bahwa hal ini (baca: kontrol populasi)
harus tidak terlepas dari norma-norma Syariah yang terkandung dalam Maqhasid
Syariah.
Selaras dengan hal ini, Ibrahim (2011) mengutarakan
bahwa concern utama ekonomi
pembangunan pada sistem ekonomi Islam adalah kesejahteraan manusia (human
welfare). Proses pembangunan ekonomi dalam Islam menurutnya harus semanusiawi
mungkin. Ia harus konsern terhadap pendidikan, mengutamakan integrasi sosial
dan konservasi terhadap lingkungan. Baginya, pembangunan ekonomi harus sustain
(berkelanjutan) dan tidak melupakan generasi yang akan datang (future
generation).
Sementara itu perspektif lain disampaikan oleh
Muhammad (2010). Dengan menggunakan pendekatan Ibnu Khaldun, ia menyimpulkan
bahwa pembangunan ekonomi yang ideal adalah yang mampu memenuhi kebutuhan dasar
seluruh umat manusia (basic needs), dan ‘dematerialisasi’. Sebaliknya, fenomena
konsumsi berlebihan (overconsumption), korupsi moral dan keserakahan ekonomi
adalah indikator awal kejatuhan sebuah peradaban (civilization).
Dalam ekonomi Islam, kewirausahaan
(entrepreneurship) sangat didorong. Begitu pula penggunaan teknologi mutakhir
(Sadeq, 1987). Pertumbuhan ekonomi dan pemerataan tidak dibedakan. Artinya,
tidak ada pertentangan yang inheren antara nilai-nilai Islam dengan nilai yang
ekonomi pembangunan inginkan (Ahmad, 2000). Meskipun pada faktanya banyak
negara berkembang adalah negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim.
III.
EKONOMI PEMBANGUNAN PERSPEKTIF ISLAM
A. Determinan Pertumbuhan Ekonomi Perspektif Islam
Sama halnya dengan konsep konvensional, dalam pertumbuhan ekonomi
perspektif Islam, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan itu sendiri (Ahmad, 1997). Faktor-faktor
tersebut adalah : (1) Sumber daya yang dapat dikelola (invistible resources),
(2) Sumber daya manusia (human resources), (3) Wirausaha (entrepreneurship),
dan (4) Teknologi (technology). Islam juga melihat bahwa faktor-faktor
di atas juga sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi.
1. Sumber daya yang dapat dikelola (Investable
Resources)
Pertumbuhan ekonomi sangat membutuhkan sumberdaya yang dapat digunakan dalam memproduksi aset-aset fisik untuk
menghasilkan pendapatan. Aspek fisik tersebut antara lain tanaman indutrsi,
mesin, dan sebagainya. Pada sisi lain, peran modal juga sangat signifikan untuk
diperhatikan. Dengan demikian, proses pertumbuhan ekonomi mencakup mobilisasi
sumberdaya, merubah sumberdaya tersebut dalam bentuk asset produktif, serta
dapat digunakan secara optimal dan efisien. Sedangkan sumber modal terbagi dua
yaitu sumber domestik/internal serta sumber eksternal.
Negara-negara muslim harus mengembangkan kerjasama ekonomi
dan sedapat mungkin menahan diri untuk tidak tergantung kepada sumber
eksternal. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir beban hutang yang berbasis bunga dan
menyelamatkan generasi akan datang dari ketergantungan dengan Barat. Oleh karena itu perlu upaya untuk
meningkatkan sumberdaya domestik seperti
tabungan dan simpanan sukarela, pajak ataupun usaha lain berupa pemindahan
sumberdaya dari orang kaya kepada orang
miskin.
2.
Human Resources
Faktor penentu lainnya yang sangat penting adalah sumberdaya manusia.
Manusialah yang paling aktif berperan dalam pertumbuhan ekonomi. Peran mereka
mencakup beberapa bidang, antara lain
dalam hal eksploitasi sumberdaya yang ada, pengakumulasian modal, serta
pembangunan institusi sosial ekonomi dan politik masyarakat.
Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, maka perlu adanya
efisiensi dalam tenaga kerja. Efisiensi tersebut membutuhkan kualitas
professional dan kualitas moral. Kedua kualitas ini harus dipenuhi dan tidak
dapat berdiri sendiri. Kombinasi
keduanya mutlak dipadukan dalam batas-batas yang rasional
Prinsip Islam terlihat berbeda dengan mainstream ekonomi konvensional yang hanya menekankan pada aspek kualitas
profesional dan mengabaikan kualitas
moral. Moral selama ini dianggap merupakan rangkaian yang hilang dalam kajian
ekonomi. Maka Islam mencoba mengembalikan nilai moral tersebut. Oleh karena
itu, menurut Islam untuk dapat menjadi pelaku ekonomi yang baik, orang tersebut
dituntun oleh syarat-syarat berikut :
a). Suatu kontrak
kerja merupakan janji dan kepercayaan yang tidak boleh dilanggar walaupun
sedikit. Hal ini memberikan suatu jaminan moral seandainya ada penolakan kewajiban
dalam kontrak atau pelayanan yang telah ditentukan.
b) Seseorang
harus bekerja maksimal ketika ia telah menerima gaji secara penuh. Ia dicela
apabila tidak memberi kerja yang baik.
c). Dalam Islam
kerja merupakan ibadah sehingga memberikan implikasi pada seseorang untuk
bekerja secara wajar dan profesional (Ahmad, 1997).
3. Wirausaha (Entrepreneurship)
Wirausaha merupakan kunci dalam proses pertumbuhan ekonomi dan sangat
determinan. Wirausaha dianggap memiliki fungsi dinamis yang sangat dibutuhkan
dalam suatu pertumbuhan ekonomi. Nabi Muhammad Saw, dalam beberapa hadits
menekankan pentingnya wirausaha. Dalam hadits riwayat Ahmad beliau bersabda, ”Hendaklah kamu berdagang (berbisnis),
karena di dalamnya terdapat 90 % pintu rezeki”. Dalam hadits yang lain
beliau bersabda, ”Sesungguhnya
sebaik-baik pekerjaan adalah perdagangan (bisnis)”.
Menurut Chapra (1992) salah satu cara yang paling konstruktif dalam
mempercepat pertumbuhan yang berkeadilan adalah dengan membuat masyarakat dan
individu untuk mampu semaksimal mungkin mengunakan daya kreasi dan artistiknya
secara profesional, produktif dan efisien. Dengan demikian, semangat
entrepreneurship (kewirausahaaan) dan kewiraswastsaan harus ditumbuhkan dan
dibangun dalam jiwa masyarakat. .
Menumbuhkembangkan jiwa kewisahausahawaan akan mendorong pengembangan usaha
kecil secara signifikan. Usaha kecil, khususnya di sektor produksi akan
menyerap tenaga kerja yang luas dan jauh lebih besar. Beberapa studi menunjukkan secara jelas konstribusi yang
besar dari industri kecil dan usaha mikro dalam memberikan lapangan pekerjaan
dan pendapatan. Mereka mampu menciptakan lapangan kerja bahkan secara tidak
langsung mereka berarti mengembangkan pendapatan dan permintaan akan barang dan
jasa, peralatan, bahan baku, dan ekspor. Mereka adalah industri padat karya
yang kurang memerlukan bantuan dana luar
(asing), bahkan kadang tidak begitu tergantung kepada kredit pemerintah
dibanding insdustri berskala besar.
Karena itu, tidak mengherankan apabila saat ini muncul kesadaran yang
meluas bahwa strategi industrialisasi modern yang berskala besar pada dekade
terdahulu secara umum telah gagal memecahkan masalah-masalah keterbelakangan
global dan kemiskinan.
Dari paparan di atas dapat ditegaskan bahwa peran wirausaha dalam
menggerakkan pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang tak terbantahkan.
Kelangkaan wirausaha bahkan bisa
menyebabkan kurangnya pertumbuhan ekonomi walaupun faktor-faktor lain banyak
tersedia. Dalam hal ini pula Islam sangat mendorong pengembangan semangat
wirausaha untuk menggalakkan pertumbuhan ekonomi.
4. Teknologi
Para ekonom menyatakan bahwa kemajuan teknologi merupakan sumber terpenting
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dianggap tidak mengikuti proses
sejarah secara gradual, tidak terjadi terus-menerus dalam suatu keadaan yang
tidak bisa ditentukan. Dinamika dan diskontiniuitas tersebut berkaiatan erat
dan ditentukan oleh inovasi-inovasi dalam bidang teknologi.
Kemajuan teknologi mencakup dua
bentuk, yaitu inovasi produk dan inovasi proses. Inovasi produk berkaitan
dengan produk-produk baru yang sebelumnya tidak ada atau pengembangan
produk-produk sebelumnya. Sedangkan inovasi proses merupakan penggunaan teknik-teknik baru yang lebih
murah dalam memproduksi produk-produk yang telah ada.
Islam tidak menantang konsep tentang
perubahan teknologi seperti digambarkan di atas, bahkan dalam kenyataannya
Islam mendukung kemajuan teknologi. Perintah Al-Qur’an untuk melakukan
pencarian dan penelitian cukup banyak dalam Al-Qur’an. Dalam terma ekonomi bisa
disebut dengan penelitian dan pengembangan
(research and development) yang menghasilkan perubahan teknologi.
Dalam Al-quran juga ada perintah untuk melalukan eksplorasi segala apa yang
terdapat di bumi untuk kesejahteraan manusia.
Eksplorasi ini jelas membutuhkan penelitian untuk menjadikan sumberdaya
alam tersebut berguna dan bermanfaat bagi manusia.
B. Filsafat Pembangunan Ekonomi menurut Islam
Sumber: Ahmad (1997)
Dari kajian yang dilakukan Ahmad (1997) dapat
dirumuskan dasar-dasar filosofis pembangunan ekonomi ini, yaitu: 1. Tauhid
rububiyah, yaitu menyatakan dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur
model pembangunan yang berdasarkan Islam. 2. Keadilan, yaitu pembanguan yang
tidak pincang (senjang), tetapi pembangunan ekonomi yang merata (growth with
equity) 3. Khilafah, yang menyatakan bahwa manusia adalah wakil Allah Allah
di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan bertangung jawab kepada Allah tentang
pengelolaan sumberdaya yang diamanahkan kepadanya. dan 4. Tazkiyah, yaitu
mensucikan manusia dalam hubugannya dengan Allah., sesamanya dan alam
lingkungan, masyarakat dan negara.
Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas dapat
diperjelas bahwa prinsip pembangunan ekonomi menurut Islam adalah :
(a). Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung
unsur spiritual, moral, dan material. Pembangunan merupakan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan dan nilai. Aspek material, moral, ekonomi, sosial
spiritual dan fiskal tidak dapat dipisahkan. Kebahagian yang ingin dicapai tidak
hanya kebahagian dan kesejahteraan material di dunia, tetapi juga di akhirat.
(b). Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya.
Ini berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang menegaskan bahwa
wilayah operasi pembangunan adalah lingkungan fisik saja. Dengan demikian Islam
memperluas wilayah jangkauan obyek pembangunan dari lingkungan fisik kepada
manausia.
(c). Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua
usaha harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan
ketimpangan.
(d). Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan
Allah kepada ummat manusia dan lingkungannya semaksimal mungkin. Selain itu,
pemanfaatan sumberdaya tersebut melalui pembagian, peningkatannya secara merata
berdasarkan prinsip keadilan dan kebenaran. Islam menganjurkan sikap syukur dan
adil dan mengutuk sikap kufur dan zalim.
IV.
PENUTUP
Kajian
tentang pertumbuhan (growth) dan pembangunan (development)
ekonomi dapat ditemukan dalam konsep ekonomi Islam. Konsep ini pada dasarnya
telah dirangkum baik secara eksplisit maupun implisit dalam Al-Qur’an, sunnah,
maupun pemikiran-pemikiran ulama Islam terdahulu, namun kemunculan kembali
konsep ini, khususnya beberapa dasawarsa belakangan ini terutama berkaitan
kondisi negara-negara muslim yang terbelakang yang membutuhkan formula
khusus dalam strategi dan perencanaan pembangunannya.
Islam melihat pembangunan ekonomi sebagai
pertumbuhan kematangan manusia, dimana kemajuan materi harus menunjang
kematangan spiritual. Beberapa tujuan penting mesti diprioritaskan seperti:
pertumbuhan diiringi dengan tenaga kerja penuh, stabilitas ekonomi, keadilan
distributif dan kepedulian terhadap alam.
Pembangunan ekonomi menurut Islam memiliki dasar-dasar
filosofis yang berbeda, yaitu: (1). Tauhid rububiyah, yaitu menyatakan
dasar-dasar hukum Allah untuk selanjutnya mengatur model pembangunan yang
berdasarkan Islam. (2). Keadilan, yaitu pembangunan ekonomi yang merata (growth
with equity), (3). Khilafah, yang menyatakan bahwa manusia adalah wakil
Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan bertanggung jawab atas
pengelolaan sumberdaya yang diamanahkan kepadanya, dan (4). Tazkiyah, yaitu
mensucikan manusia dalam hubungannya dengan Allah., sesamanya dan alam
lingkungan, masyarakat dan negara
Adapun
prinsip pembangunan ekonomi perspektif Islam antara lain: (a) Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif
dan mengandung unsur spiritual, moral, dan material. (b) Fokus utama
pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya. (c) Pembangunan
ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha harus diserahkan
pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan ketimpangan dan (d) Penekanan
utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak
pada pemanfaatan sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat
manusia dan lingkungannya semaksimal mungkin.
Sama halnya dengan konsep konvensional, ada beberapa
faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi. Faktor-faktor tersebut adalah : (1) Sumber daya yang dapat
dikelola (invistible resources), (2) Sumber daya manusia (human
resources), (3) Wirausaha (entrepreneurship), dan (4) Teknologi (technology).
Kekhususan
pertumbuhan dan pembangunan dalam ekonomi Islam ditekankan pada perhatian yang
sangat serius pada pengembangan sumberdaya manusia sekaligus pemberdayaan alam
untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Ini tidak hanya diwujudkan
dalam keberhasilan pemenuhan kebutuhan material saja, namun juga kebutuhan dan
persiapan menyongsong kehidupan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Aedy, Hasan. Teori dan Aplikasi Ekonomi Pembangunan
Perspektif Islam: Sebuah Studi Komparasi. 2011. Graha Ilmu: Yogyakarta.
Ahmad, Ausaf.
(2000). “Economic Development in Islamic Perspective: Revisited”. Review of Islamic Economics, No. 9.
Ahmad, Khursid. Pembangunan Ekonomi
dalam Perspektif Islam, dalam
Etika Ekonomi Politik, 1997. Risalah Gusti: Jakarta.
Chapra, M. Umer.
Islam and The Economic Challenge. 1992.
The Islamic Foundation and IIIT: United Kingdom.
Choudhury,
Masudul Alam. (2009). “Islamic Perspective of Sosioeconomic Development”. Journal of Islamic Economics, Banking and
Finance Vol. 6 No. 3.
Hasan, Zubair. (2006).
“Sustainable Development from an
Islamic Perspective: Meaning, Implications, and Policy Concerns”. J.KAU:
Islamic Econ., Vol 19
Hasan, Zubair.
(2007). “Economic Development in Islamic Perspective: Concept, Objectives, and
Some Issues”. MPRA Paper No. 3011.
Ibrahim, Patmawati, Siti Arni Basir, and Asmak Ab Rahman. (2011).
“Sustainable Economic Development: Concept, Principles and Management from
Islamic Perspective”. European Journal of Social Sciences –
Volume 24, No. 3.
Kahf, Monzer. (1998). “Role of Government in Economic
Development: Islamic Perspective”. Paper
Presented at the Seminar on Economic Development, Sains Univ Penang-Malaysia,
1998.
Mahrusy, Atidy
et. al. (2009). “Pembangunan Ekonomi dalam Islam”. Paper.
Michael, P.
Todaro, Economic Development in The Third
World, 1989. New York, London, Longman.
Mohammad, Tahir Sabit Haji. (2010). “Principles of Sustainable
Development in Ibn Khaldun’s Economic Thought”. Malaysian
Journal of Real Estate, Vol
5, No. 1.
Mutairi, Hezam
Mater. (2002). “Ethics of Administration and Development in Islam: A
Comparative Perspective”. Journal King Saud Univ, Vol. 14.
Sadeq, A.H.M.
(1987). “Economic Development in Islam”. Journal
of Islamic Economics, Vol. 1, No. 1.
[1]
Penulis berterima kasih kepada Bapak Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec
atas masukan dan kritiknya yang sangat bermanfaat terhadap paper ini.
thanks sangat membantu dalam mengerjakan tugas aye
BalasHapus